-->
Rabu 16•04•2025









 





Salihin: Dari Brigadir ke Wakil Ketua DPRA

11 April, 2025, 22.20 WIB Last Updated 2025-04-11T15:20:44Z
DI TENGAH hiruk-pikuk rakyat Aceh yang sering kali dipenuhi oleh wajah-wajah lama dan strategi penuh kalkulasi, hadir sosok Salihin, seorang anak kampung yang menapaki jalan hidupnya dengan sederhana namun penuh keyakinan. Ia bukan berasal dari keluarga elite politik, bukan pula jebolan partai sejak muda. Salihin memulai semuanya dari bawah, dari ladang, dari mushala, dari ruang interogasi sebagai pembantu penyidik, hingga kini duduk di kursi Wakil Ketua III DPRA, mewakili suara rakyat dari daerah pemilihan IV.

Salihin lahir dan dibesarkan di tengah keluarga sederhana. Sejak kecil, ia terbiasa menjalani hari-hari dengan rutinitas yang membentuk karakter tangguhnya. Ia rajin sekolah, tekun mengaji, dan tak segan membantu kedua orang tuanya di ladang atau rumah. Nilai-nilai ketaatan dan kerja keras itu terus melekat hingga kini. Bahkan di tengah kesibukannya sebagai pejabat, Salihin tetap mengabdikan diri kepada kedua orang tuanya. Bagi dia, tak ada jabatan yang boleh mengalahkan bakti.

Menjadi anggota Polri adalah impian banyak anak muda. Bagi Salihin, itu bukan hanya soal prestise, tapi juga ladang pengabdian. Selama 12 tahun 3 bulan bertugas sebagai brigadir di satuan reskrim, ia menjalani semua tugas dengan penuh kedisiplinan. Tak tercatat satu pun pelanggaran disiplin dalam kariernya. Ia disenangi masyarakat karena pendekatannya yang humanis dan santun. Ketika mengenakan seragam coklat itu, ia sadar bahwa tugas utamanya bukan sekadar menegakkan hukum, tapi merawat rasa aman dan keadilan.

Namun, di titik tertentu, Salihin merasakan bahwa perjuangan dari balik institusi hukum punya batas. Ia mulai merenung, dan akhirnya mengambil keputusan yang mengejutkan banyak pihak: mengundurkan diri dari kepolisian. Di usia 31 tahun, ia pensiun dini tanpa menuntut gaji pensiun. Ia melepaskan baju yang sangat ia banggakan demi membuka jalan baru: menjadi penyambung lidah rakyat di parlemen.

Tanpa latar belakang politik, Salihin masuk ke gelanggang dengan modal utama: kepercayaan dari rakyat. Ia maju di Pemilu Legislatif 2019 dan langsung mencatatkan kemenangan gemilang—meraih suara terbanyak di Dapil IV. Bukan kebetulan, tapi hasil dari relasi sosial yang ia bangun sejak lama. Ia kembali maju di 2024, dan untuk kedua kalinya berturut-turut, ia kembali menjadi peraih suara terbanyak.

Kendaraan politik pertamanya adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia setia mengibarkan panji PKB sejak awal karier politiknya, dan kini dipercaya menempati posisi strategis sebagai Wakil Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKB Aceh. Komitmennya kepada partai dan rakyat menjadikan Salihin sebagai kader yang diperhitungkan, bukan hanya di internal PKB, tetapi juga di lingkaran politik Aceh secara keseluruhan.

Itu sebabnya, partai menaruh kepercayaan penuh kepadanya untuk menduduki posisi strategis sebagai Wakil Ketua III DPRA. Posisi ini membidangi urusan kesejahteraan rakyat, terutama sektor pendidikan dan kesehatan—dua hal yang menjadi titik fokus Salihin sejak awal.
Di balik meja parlemen, Salihin tak hanya bicara. Ia bekerja. Salah satu fokus utamanya adalah akses pelayanan kesehatan yang memadai untuk rakyat. Ia terlibat langsung memperjuangkan administrasi pasien miskin yang hendak berobat ke RSUZA. Ia juga menyediakan rumah singgah bagi pasien dan keluarga mereka yang berasal dari wilayah tengah Aceh.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Lebih jauh, ia ikut mendorong berdirinya rumah sakit regional di kawasan tersebut, agar akses kesehatan tak lagi menjadi mimpi yang jauh. Bagi Salihin, keadilan sosial bukan slogan, tapi kerja nyata.

Dari sektor pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, Salihin juga sangat aktif memperjuangkan alokasi anggaran untuk pendidikan umum dan agama. Ia percaya bahwa masa depan daerah ditentukan oleh kualitas manusianya. "SDM itu penting untuk kemajuan masa depan," ujarnya tegas.

Ia lalu menambahkan, "Saat Jepang luluh lantak dibom Amerika Serikat, Kaisar Jepang yang pertama sekali ditanyakan adalah berapa sisa guru. Itu buktinya bahwa pendidikan itu sangat penting," tutupnya.

Meski kini duduk di kursi terhormat, Salihin tetap rendah hati. Rumahnya terbuka untuk siapa saja. Warga dari berbagai lapisan datang, dan tak satu pun ia beda-bedakan. Senyumnya tak dibuat-buat, sapanya tak berjarak. Di kantor maupun di rumah, ia hadir sebahu dan sekata. Ia menolak hidup dalam menara gading kekuasaan.

Di sela-sela tugasnya sebagai legislator, Salihin masih turun ke kebun. Ia menanam kopi, aren, alpukat, durian, dan palawija. Ia menyebut kebun sebagai madrasah hidup, tempat ia belajar tentang keikhlasan dan kesabaran. "Semua pekerjaan itu ibadah, kalau diniatkan karena Allah," ujarnya suatu kali.

Di tengah politik yang kadang penuh intrik, Salihin membawa pesan yang menyejukkan bahwa jabatan bukan alat untuk meninggikan diri, tapi sarana untuk merendahkan hati. Ia tak haus pencitraan, tak tergoda fasilitas. Ia hanya ingin rakyat hidup lebih baik.

"Harapan saya cuma satu: rakyat kita bisa hidup makmur dan sejahtera. Pendidikan harus terjangkau, kesehatan harus merata. Karena di situlah awal dari segala kemajuan," pungkasnya.

Kisah Salihin adalah napas baru dalam politik Aceh. Ia hadir bukan karena ambisi, tapi karena panggilan hati. Dan selama masih ada orang-orang seperti dia, harapan itu akan tetap menyala di tengah rakyat.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini