-->
Senin 5•05•2025









 





Rasionalisasi APBA 2025, Jalan Menuju Anggaran yang Pro Rakyat

23 April, 2025, 18.37 WIB Last Updated 2025-04-23T11:37:07Z
PEMERINTAH ACEH di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf (Mualem) dan Wakil Gubernur Fadhlullah (Dek Fadh) tengah menghadapi ujian serius terkait tata kelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2025. Gelombang kritik dari berbagai elemen masyarakat mulai dari lembaga advokasi hingga akademisimenuntut dilakukan rasionalisasi terhadap sejumlah pos anggaran yang dianggap tidak prioritas dan tidak menyentuh langsung kepentingan masyarakat.

Salah satu sorotan tajam tertuju pada alokasi dana sebesar Rp32,179 miliar untuk proyek rehabilitasi dan pembangunan fasilitas milik instansi vertikal seperti TNI, Polri, Kejaksaan, dan pengadilan. Publik mempertanyakan: apakah pengalokasian dana rakyat Aceh untuk lembaga yang berada di bawah kewenangan pusat merupakan bentuk keberpihakan atau justru bentuk kekeliruan prioritas?

Secara legal formal, bisa jadi tidak ada pelanggaran aturan dalam pengalokasian dana tersebut. Namun, secara etika dan keadilan fiskal, publik berhak menuntut anggaran yang lebih berpihak pada urgensi kebutuhan masyarakat. Aceh masih bergulat dengan angka kemiskinan yang tinggi, pengangguran anak muda, rendahnya daya saing UMKM, serta minimnya akses layanan pendidikan dan kesehatan berkualitas di banyak daerah. Mengalokasikan dana miliaran rupiah untuk pembangunan kantor lembaga vertikal di tengah kondisi seperti ini bukan hanya tidak sensitif, tetapi juga mencederai semangat otonomi khusus yang semestinya digunakan untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat Aceh.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 
Sebagai pemimpin yang lahir dari gerakan perjuangan rakyat Aceh, Mualem tentu tidak boleh lupa akar historis dari mandat politik yang ia emban. Suara rakyat yang dahulu bersatu demi keadilan dan pengakuan, kini bersuara lagi menuntut pemerintahan yang berpihak dan transparan. Oleh karena itu, desakan untuk melakukan rasionalisasi APBA 2025 sejatinya bukan bentuk perlawanan, melainkan bentuk kontrol sosial yang sah dan sehat. Jika Gubernur Aceh benar-benar ingin menegakkan prinsip "Aceh Hebat dan Mandiri," maka ia harus menjadikan. momen ini sebagai tonggak untuk mengoreksi arah kebijakan anggaran.

Langkah awal Gubernur yang menginstruksikan SKPA untuk mengevaluasi kegiatan dalam APBA bisa dianggap sinyal positif. Namun, hal tersebut belum cukup jika tidak ditindaklanjuti dengan kebijakan konkrit: melakukan revisi anggaran secara terbuka, melibatkan publik dalam penyusunan prioritas, dan mempublikasikan hasil rasionalisasi secara transparan. Perubahan tidak hanya ditandai oleh siapa yang memimpin, tetapi oleh bagaimana kepemimpinan itu dijalankan. Mualem dan Dek Fadh memiliki kesempatan untuk mencatatkan sejarah, bukan sebagai pemimpin yang hanya melanjutkan pola lama, tetapi sebagai pengubah arah-dari simbolisme kekuasaan menuju substansi kesejahteraan.

Penulis: Rahmah Izzatul Jannah (Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala)
Komentar

Tampilkan

Terkini