KEPULANGAN Tgk. Kamaruddin Abubakar atau akrab disapa Abu Razak ke rahmatullah pada 19 Maret 2025 menimbulkan goncangan tersendiri di tubuh Partai Aceh sebagai partai lokal terbesar di bumi Seramoe Mekkah. Bagaimana tidak, almarhum Abu Razak dikenal sebagai sosok rendah hati, tenang, penuh ketegasan yang memiliki komitmen kuat untuk kemajuan Aceh.
Abu Razak adalah jangkar yang menstabilkan dan meredam setiap gesekan di internal partai, namun tak gagap dalam membangun sinergi dengan banyak pihak di luar Partai Aceh, termasuk dengan sejumlah tokoh di tingkat nasional. Almarhum adalah orang yang mudah berbaur dan memiliki kemampuan komunikasi dan keandalannya dalam berpolitik membuat Partai Aceh masih memiliki pengaruh besar di Aceh. Sehingga, patut diakui Partai Aceh sebagai pemenang Pemilu di Aceh mengalami goncangan dan kehilangan sosok yang sulit tergantikan.
Pun demikian, kerinduan akan seorang Abu Razak hanya dapat diuntai dalam lantunan do'a yang terpanjatkan. Sementara, roda organisasi kepartaian tetap harus dijalankan, jabatan sekjen DPP Partai Aceh yang kosong sepergiannya tetap harus digantikan.
Belum sampai sebulan kepergian Allahuyarham Abu Razak menghadap sang khaliq, pada tanggal 8 April 2025 Wali Nanggroe yang juga Ketua Tuha Peut Partai Aceh Tgk. Malik Mahmud Al-Hayyar secara resmi merekomendasikan Aiyub Abbas sebagai Sekjen Partai Aceh yang baru. Penunjukan sosok yang disapa Abuwa itu tentu dinilai terkesan terburu-buru seakan menabrak aturan dan mekanisme kepartaian yang lazim dilakukan dalam pemilihan Sekjen sebuah partai besar.
Lantas, tentu menjadi tanda tanya di benak masyarakat, layakkan seorang Aiyub Abbas menjadi Sekjend di DPA Partai Aceh? Prestasi apa yang dapat dibanggakan dari seorang Aiyub Abbas sehingga Wali Nanggroe tergesa-gesa menrekomendasikan sosok tersebut sebagai orang nomor dua di Partai lokal terbesar di Aceh?
Perjalanan Partai Aceh (PA) sebagai wajah perjuangan rakyat Aceh melalui jalur politik, maka keberadaan Sekjen DPA PA sangat mempengaruhi laju Partai yang lahir dari rahim MoU Helsinki dan UUPA itu. Sehingga pemilihan Sekjen DPA PA tentunya harus ditimbang secara matang bukan ujuk-ujuk mengandalkan rekomendasi petinggi belaka, dengan mengabaikan suara aspirasi struktur Partai di tingkat bawah.
Belum lagi, bercermin dari Pilkada 2024 lalu, Partai Aceh mau tak mau harus menelan pil pahit kekalahan di daerah Pidie Jaya yang pernah dipimpin oleh seorang Aiyub Abbas selama dua periode lamanya. Seakan memperjelas bahwa sosok Abuwa tak lagi bertaring di daerahnya. Tentu menjadi cerminan bagaimana ia bakal mengembangkan sayap Partai ke seluruh pelosok Aceh jika tingkat kepercayaan masyarakat di daerah yang pernah dipimpinnya selama 10 tahun lamanya justru semakin luntur.
Tak sebatas itu, dalam menjalankan sebuah Partai komunikasi antara H. Muzakir Manaf atau Mualem ketua umum dengan sosok Sekjen yang ditunjuk juga seyogyanya menjadi pertimbangan sehingga roda organisasi kepartaian dapat berjalan dengan maksimal. Jika tidak, maka agenda-agenda kepartaian akan terhambat, tingkat kepercayaan masyarakat akan menurun dan kemunduran tentunya akan menjelma di tubuh partai pemegang kekuasaan yang kini masih bertumpu segenap harapan dari masyarakat.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Hal yang tak kalah penting mejadi tanda tanya di masyarakat akhir-akhir ini, apakah tidak ada petinggi lainnya dari PA yang juga layak untuk dipertimbangkan untuk menjadi Sekjen DPA Partai Aceh? Jika tolak ukurnya pernah menjabat sebagai kepala daerah tentunya masih banyak nama lain yang semestinya patut dipertimbangkan untuk mengisi kekosongan itu.
Katakan saja ada nama Adun Muklis yang pernah menjabat Bupati Aceh Besar, ataupun Sarjani Abdullah yang pernah memimpin Kabupaten Pidie.
Layak pula dipertimbangkan sejumlah nama dari wilayah Barat Selatan Aceh demi terwujudnya keseimbangan, katakan saja ada sosok Jufri Hasanuddin, Mantan Bupati Aceh Barat Daya yang dikenal sangat karib dan sangat memahami bagaimana perjuangan Almarhum Abu Razak dalam menjalankan amanah partai. Ataupun Ramli MS yang pernah memimpin Aceh Barat selama 2 (dua) periode dan juga berhasil mempertahankan kekuatan PA di Bumi Teuku Umar.
Begitupun, juga sangat patut dipertimbangkan nama Ir .Azhar Abdurrahman mantan bupati yang membawa nama Partai Aceh senantiasa tetap berjaya di Aceh Jaya. Sosok Azhar yang berpengalaman di eksekutif dan legislatif dengan gagasan-gagasan brilian berbasis kerakyatan juga sangat potensial untuk mendampingi serta membantu Mualem memimpin Partai Aceh menuju partai lokal yang modern dengan mengedepankan prinsip perjuangan ke-Acehan.
Kalau dilihat dari sepak terjang di dunia politik sejumlah nama tersebut juga begitu cemerlang, dan punya loyalitas yang tinggi terhadap Partai Aceh. Namun kenapa sejumlah nama itu seakan tak pernah dilirik untuk diberikan kesempatan membesarkan partai kebanggaan mereka.
Ujuk-ujuk terburu dalam menentukan posisi Sekjen Partai Aceh, bukankah lebih eloknya jika Wali Nanggroe dan Mualem lebih bijak dan tidak tergesa-gesa menunjuk Aiyub Abbas sebagai Sekjen PA. Kenapa tidak, pemegang komando Partai Aceh tersebut mendengarkan suara-suara dari pengurus Partai Aceh lainnya, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijak dan membuat PA menjadi partai yang lebih demokratis.
Pun demikian, tentunya sebagai rakyat kita berharap tidak ada kegaduhan di internal Partai Aceh dalam pemilihan sekjen, namun tentunya kita semua menginginkan yang menggantikan Almarhum Abu Razak adalah orang yang mempunyai visi misi yang baik untuk memajukan Partai Aceh dan konsisten dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat Aceh ke depan.
Sebagai sosok pemimpin bijaksana dan memegang teguh nilai-nilai keislaman, kenapa tidak Wali Nanggroe dan Mualem sebagai pemegang keputusan tertinggi meminta petunjuk kepada Allah Yang Maha Kuasa melalui istikhorah, agar tak menimbulkan keragu-raguan dalam pengambilan keputusan. Sehingga, keputusan yang diambil melalui istikhorah akan benar-benar menjadi keputusan terbaik untuk partai dan rakyat Aceh di kemudian hari.
Penulis: Fadhil Imran (Pemerhati Sosial Politik Aceh, Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala/GerPALA)