SETELAH NEGARA digemparkan dengan berbagai isu permasalahan sosial akibat efisiensi anggaran dari kebijakan presiden yaitu prabowo subianto, kini publik kembali digemparkan dengan adanya pengesahan RUU TNI. Tepat pada Maret 2025, ketua DPR yaitu Puan Maharani resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang tentara nasional indonesia.
Pengesahan RUU TNI ini juga berdasarkan perintah dari presiden Prabowo Subianto yang mengirimkan surat kepada DPR untuk membahas dan persetujuan terkait dengan RUU TNI.
Di tengah kondisi Negara yang tidak stabil akibat kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat seharusnya, pemerintah kembali melakukan hal yang membuat publik resah. Bukannya memperbaiki atau mengevaluasi suatu kebijakan yang dinilai merugikan, namun pemerintah malah mengeluarkan kebijakan baru yang membuat publik bertanya-tanya terhadap prioritas dari pemerintah, apalagi pengesahan yang dilakukan oleh DPR.
Ini sebenarnya dewan yang mewakili rakyat atau oknum yang diberikan keuntungan? Dan pengesahan RUU TNI ditengah-tengah kondisi negara mengalami permasalahan anggaran, memunculkan beberapa pertanyaan publik dalam tindakan pemerintah yang dianggap terlalu buru-buru dalam mengambil suatu keputusan.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Terdapat berbagai kontoversi karena adanya beberapa poin yang dianggap sebagai hal yang meresahkan rakyat sipil. Yaitu terkait kedudukan TNI, batas usia pensiun, dan keterlibatan prajurit TNI kedalam pemerintahan. Adanya upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengembalikan TNI ke ranah sipil memunculkan beberapa kritikan dari khalayak luas. Adanya anggapan bahwa pengesahan RUU TNI ini mampu memuncukan kembali ketidakbebasan masyarakat dalam berekspresi dan berpendapat.
Dampak RUU TNI
Dampak yang ditimbulkan akibat dari disahkannya RUU TNI yaitu masyarakat sipil bisa memiliki peluang karir yang lebih kecil akibat dari pemerintahan yang mulai dimasuki oleh prajurit TNI yang memiliki hak istimewa.
Selain itu, pagar pembatas antara TNI dan sipil diruntuhkan kembali seperti pada era orde baru dengan adanya otoritas militer. Dengan adanya prajurit aktif yang mengisi kelembagaan dan kementrian pada pemerintahan Prabowo, membuat masyarakat yakin bahwa revisi UU ini dilakukan untuk melegitimasi kesalahan-kesalahan yang sebelumnya terjadi.
Keberadaan militer dalam pemerintahan dianggap tidak sesuai dengan keahlian yang dimilikinya karena militer di khususkan untuk menghadapi segala ancaman. Bukan malah menduduki posisi birokrat, dan mengambil posisi pemerintahan yang seharusnya diisi oleh masyarakat sipil yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tersebut.
Pada saat pengesahan RUU TNI ini, masyarakat sipil kembali melakukan aksi penolakan diluar gedung DPR, namun terlihat adanya penjagaan ketat oleh aparat Polri. Untuk menghindari tindakan yang tidak diinginkan.
Penulis: Raihan Putri (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala)