SETELAH ADANYA kasus pengoplosan minyak yang dilakukan oleh tujuh tersangka pada PT Pertamina, dan merugikan negara sekitar 1 kuadriliun atau bisa mencapai 968,5 triliun, kini pertamina kembali dihebohkan dengan kasus mafia migas. Mafia migas sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru, permasalahan ini sudah terjadi dari dulu namun masih belum ada solusi untuk menghilangkannya.
Pada tahun 2015, pemerintah berhasil membubarkan Petral yang merupakan anak perusahaan pertamina yang diduga menjadi tempat praktik mafia migas. Hal ini ditandai dengan ungkapan adanya anomali dalam pengadaan minyak yang dilakukan oleh Petral. Temuan dari audit forensik yang menyatakan bahwa jaringan mafia migas menguasai sekitar Rp250 Triliun selama tiga tahun.
Setelah pembubaran tersebut, akhirnya pemerintah dan pertamina melakukan pembentukan subholding yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan sektor migas untuk menghindari terjadinya praktik mafia migas lagi. Sampai pada akhirnya pada februari 2025, ditetapkannya 9 tersangka oleh kejaksaan agung dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah oleh PT pertamina dan kotraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023.
Dampak Adanya Mafia Migas Terhadap Negara
Pemberantasan mafia migas ini sangat sulit untuk dilakukan, karena pada faktanya mafia migas ini selalu melibatkan elit pemerintah, pengusaha, dan bahkan aparat negara. Setelah dibubarkannya Petral ini, diduga praktik mafia migas ini masih terus berlanjut, terdapat sejumlah nama yang terjerat dalam kasus mafia migas, salah satunya pengusaha migas, yaitu Muhammad Riza Chalid.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Meskipun namanya sudah beberapa kali terkena dalam kasus mafia migas, namun ia masih bisa lolos dari jeratan hukum. Dan hal ini masih menjadi suatu pertanyaan, siapakah dalang dibalik praktik kecurangan ini, bahkan sampai saat ini aparat kepolisian pun masih tidak bisa dipercayai. Setiap tindak kecurangan selalu menemukan cara untuk lepas dari hukuman yang seharusnya dijalankan atas perbuatan dan tindakannya.
Setelah adanya pembubaran petral oleh pemerintah dengan tujuan untuk menghilangkan mafia migas. Namun dengan terungkapnya korupsi di pertamina oleh Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa sampai detik ini praktik mafia migas masih belum benar-benar hilang.
Adanya dugaan terjadi pemufakatan jahat antara PT Pertamina Patra Niaga dan PT Kilang Pertamina Internasional, seperti melawan hukum dalam proses impor minyak bumi. Yang pada akhirnya menyebabkan pembelian minyak dengan harga tinggi, impor ini mengakibatkan tingginya harga BBM sehingga membuat pemerintah harus memberikan subsidi minyak kepada masyarakat, yang pada akhirnya memiliki dampak yang buruk karena negara harus menanggung perbuatan serakah dari beberapa oknum.
Kerugian yang Dialami oleh Negara
Berdasarkan praktik yang dilakukan oleh mafia migas tersebut, pada akhirnya negara menanggung kerugian sebesar Rp 193,7 Triliun yang terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah sekitar Rp35 Triliun, kerugian Impor minyak mentah Rp2,7 Triliun, Kerugian Kompensasi sebesar Rp126 Triliun, dan Kerugian pemberian subsidi minyak kepada masyarakat sekitar Rp21 Triliun.
Walaupun sudah dibubarkannya anak pertamina seperti Petral, mafia migas masih belum hilang sampai sekarang, karena adanya temuan bahwa mafia migas sudah melekat pada perusahaan itu sendiri, walaupun perusahaan dibawah pertamina sudaj dihilangkan, masih terdapat lagi pihak yang melakukan praktik politik uang yang bernaung dibawah perusahaan Pertamina itu sendiri.
Penulis: Raihan Syakira (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala)