LINTAS ATJEH | JAKARTA - Seorang wanita pemerhati anak dan sosial, Maya Agustini Binti Abdul Rochim, melaporkan advokat bernama Akhmad Jazuli, S.H., M.H., ke Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) DPC Jakarta Selatan. Laporan ini didasari oleh dugaan pelanggaran etika profesi yang dilakukan oleh advokat tersebut dalam menangani kasus perceraian antara Maya Agustini dan suaminya, Wisnu Wijayanta.
Maya Agustini menilai bahwa advokat yang menjadi kuasa hukum suaminya itu telah melakukan berbagai tindakan yang merugikannya. Menurut Maya, Akhmad Jazuli secara sengaja menghalangi komunikasi antara dirinya dan suami, melakukan pemaksaan tanda tangan dalam kondisi sakit, dan memberikan pernyataan yang menyakitkan hatinya secara emosional.
Dalam laporan tertulisnya, Maya menyebutkan bahwa sejak 6 September 2023 hingga kini, ia mengalami kesulitan untuk bertemu dan berkomunikasi dengan suaminya karena dihalang-halangi oleh Akhmad Jazuli. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang tidak etis, mengingat ia masih berstatus sebagai istri sah dari Wisnu Wijayanta.
Selain itu, Maya juga mengaku dipaksa oleh Akhmad Jazuli membubuhkan tanda tangan pada dokumen hukum padahal ia dalam kondisi sakit. "Saya mengalami pendarahan otak, gagal ginjal, stroke ringan, serta harus menggunakan kantong kolostomi. Namun, dalam kondisi tersebut, saya tetap dipaksa menandatangani dokumen yang merugikan saya," ujarnya kepada Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga (Ketum PPWI) saat mengadukan nasibnya, Sabtu (01/03/2025).
Tidak hanya itu, Maya menuturkan bahwa advokat tersebut sering menyampaikan kata-kata yang menyakitkan dan merendahkan saat berkomunikasi dengannya. Bahkan, ia menerima somasi saat masih dalam perawatan di rumah sakit, yang isinya memaksanya untuk menggugat cerai suaminya—suatu tindakan yang dianggap tidak manusiawi.
Atas dasar berbagai dugaan pelanggaran ini, Maya Agustini meminta Pengurus PERADI DPC Jakarta Selatan untuk menindak tegas advokat Akhmad Jazuli. Menurutnya, tindakan advokat tersebut tidak hanya melanggar kode etik profesi, tetapi juga merugikan hak-hak seorang istri yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum yang adil.
"Saya berharap PERADI dapat memberikan sanksi yang tegas, agar tidak ada lagi perempuan lain yang mengalami hal serupa. Seorang advokat seharusnya bertindak profesional dan menjunjung tinggi keadilan, bukan malah mempersulit keadaan klien ataupun pihak yang terkait dalam kasusnya," tegas Maya.
Laporan ini juga telah disampaikan kepada Pengurus PERADI Pusat sebagai tembusan. Hingga berita ini diturunkan, pihak PERADI DPC Jakarta Selatan belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah yang akan diambil atas laporan tersebut.
Kasus yang dialami Maya Agustini mendapat perhatian luas, terutama dari kelompok pegiat hak perempuan dan keadilan hukum di Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa dugaan pelanggaran ini perlu ditindaklanjuti secara serius untuk menjaga kredibilitas profesi advokat serta melindungi hak-hak perempuan dalam proses hukum.
Beberapa pakar hukum juga menanggapi hal ini, dalam kasus yang dialami Maya Agustini, ada beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang dapat dikenakan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh advokat Akhmad Jazuli, S.H., M.H. Berikut beberapa pasal yang relevan:
1. Pelanggaran Kode Etik Advokat
Menurut Kode Etik Advokat Indonesia (Peraturan PERADI No. 2 Tahun 2008), seorang advokat wajib menjalankan tugasnya dengan jujur, independen, serta menjunjung tinggi keadilan dan kepentingan hukum klien.
Pasal yang dapat dikenakan:
- Pasal 3 huruf f → "Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara jujur, mandiri, dan bertanggung jawab tanpa ada konflik kepentingan yang dapat merugikan pihak lain."
- Pasal 4 huruf c → "Advokat dilarang menghalangi pihak yang berkepentingan untuk berkomunikasi dengan kliennya secara tidak sah."
- Pasal 6 → Jika terbukti melanggar kode etik, advokat dapat dikenai sanksi ringan hingga berat, termasuk pemberhentian sebagai advokat.
2. KUHPerdata – Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Jika terbukti bahwa advokat bertindak melampaui kewenangannya hingga merugikan Maya Agustini, maka dapat dikenakan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi:
"Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu untuk mengganti segala kerugian tersebut."
Maya dapat mengajukan gugatan perdata terhadap advokat tersebut atas kerugian moril dan materiil yang dialaminya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
3. KUHP – Pemaksaan dan Intimidasi
Tindakan pemaksaan tanda tangan dalam kondisi sakit dapat dikategorikan sebagai pemaksaan atau ancaman kekerasan, sebagaimana diatur dalam:
- Pasal 335 ayat (1) KUHP → "Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dengan menggunakan ancaman atau kekerasan, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda."
Jika terbukti ada unsur pemaksaan dengan tekanan psikologis, dapat juga dijerat dengan Pasal 328 KUHP tentang perampasan kemerdekaan seseorang.
4. UU Advokat No. 18 Tahun 2003
Dalam Pasal 14 UU Advokat, disebutkan bahwa:
"Advokat dalam menjalankan tugasnya wajib bertindak secara jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum yang berlaku."
Jika terbukti melanggar aturan ini, advokat dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin praktik oleh PERADI.
5. UU Perlindungan Perempuan & Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Karena Maya Agustini masih berstatus sebagai istri sah dari Wisnu Wijayanta, segala tindakan yang menghalangi komunikasi dengan suami, mengintimidasi, dan menekan secara psikologis dapat dianggap sebagai kekerasan psikis dalam rumah tangga, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf b Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Jika terbukti, pelaku dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU PKDRT, yaitu pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda hingga Rp9 juta.
6. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Jika Ada Dugaan Penyalahgunaan Posisi)
Jika advokat bertindak di luar kewenangannya hingga merugikan klien atau pihak terkait, maka bisa dikenakan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen: "Pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausul yang meniadakan kewajiban hukum atau membebankan tanggung jawab sepihak yang dapat merugikan konsumen." Advokat sebagai pemberi jasa hukum dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha yang wajib melayani dengan prinsip kejujuran dan tanpa penyalahgunaan wewenang.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, advokat Akhmad Jazuli dapat dikenakan berbagai pasal hukum, baik secara kode etik profesi, hukum perdata, maupun hukum pidana. Maya Agustini dapat menempuh beberapa jalur hukum, antara lain:
1. Melaporkan ke PERADI untuk tindakan pelanggaran kode etik dan meminta sanksi administratif atau pencabutan izin praktik.
2. Mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikannya.
3. Melaporkan secara pidana ke Polisi atas dugaan pemaksaan, intimidasi, serta kekerasan psikis.
Tindakan ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi para advokat agar bekerja secara profesional dan tidak menyalahgunakan kewenangannya dalam menangani perkara hukum.
Apakah PERADI akan menindaklanjuti laporan ini dengan serius? Publik kini menanti respons dari organisasi advokat terbesar di Indonesia tersebut.[Tim/Red]