LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Gelagat praktik politik uang (money politic) semakin mencolok di Aceh menjelang pemilu 2024.
Juru Bicara Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Laskar Panglima Nanggroe, Kahlil Gibran, mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk turun tangan mengusut dugaan aliran dana yang digunakan dalam praktik ini.
Ia menyoroti indikasi baru berupa money politic digital yang kian rawan terjadi di wilayah perkotaan.
“Sudah menjadi rahasia umum bahwa uang menjadi senjata utama dalam menarik dukungan politik. Namun, yang lebih berbahaya adalah modus baru melalui transaksi digital yang sulit dilacak. Ini ancaman besar bagi demokrasi Aceh,” ujar Kahlil dalam konferensi pers di Banda Aceh, Senin (02/12/2024).
Menurut Kahlil, modus money politic digital ini memanfaatkan transfer bank, e-wallet, hingga voucher digital yang dikemas sebagai “bantuan sosial” untuk menyamarkan niat politik.
Ia menambahkan bahwa fenomena ini lebih rentan terjadi di perkotaan, tempat tingkat literasi digital tinggi namun pengawasan rendah.
“Kami mendapati laporan dari beberapa sumber bahwa ada tim sukses yang bergerilya menggunakan aplikasi dompet digital untuk mendistribusikan dana. Nominalnya mungkin terlihat kecil, tapi dampaknya sangat besar,” tegasnya.
Kahlil menyebutkan bahwa Aceh, dengan tantangan ekonomi yang masih besar, menjadi lahan subur bagi politik uang. Ia khawatir jika hal ini dibiarkan, demokrasi Aceh akan hancur oleh kekuatan uang semata.
Kahlil menegaskan, PPATK memiliki peran krusial dalam melacak jejak aliran dana mencurigakan.
Ia meminta lembaga tersebut bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap aktor-aktor di balik praktik money politic ini.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
“Jika PPATK serius, kami yakin para pelaku ini bisa teridentifikasi. Jangan sampai rakyat Aceh dibiarkan menjadi korban permainan elit,” katanya.
Kahlil juga mengingatkan para pelaku money politic bahwa tindakan mereka tidak hanya melanggar hukum tetapi juga merusak moralitas rakyat.
Ia meminta masyarakat Aceh untuk tidak tergiur dengan iming-iming uang instan.
“Politik uang adalah racun bagi masa depan Aceh. Jangan gadaikan harga diri hanya untuk beberapa lembar rupiah,” ujarnya tegas.
Money politic, menurut Kahlil, bukan hanya persoalan transaksi tetapi juga soal legitimasi. Ia menilai, jika politik uang terus dibiarkan, maka hasil pemilu di Aceh akan kehilangan kredibilitas.
“Pemimpin yang terpilih dengan uang tidak akan pernah memikirkan rakyat. Mereka hanya akan sibuk mengembalikan modal,” ujar Kahlil.
Di akhir pernyataannya, Kahlil menyerukan kepada masyarakat Aceh untuk berani melaporkan jika menemukan indikasi money politic.
“Lawan dengan tegas. Masa depan Aceh ada di tangan kita semua,” tukasnya.
Laporan ini menjadi sinyal kuat bahwa perang terhadap politik uang di Aceh harus segera dimulai.
"Namun, apakah PPATK dan penegak hukum mampu menjawab tantangan ini? Atau, praktik money politic akan terus menjadi lingkaran setan yang menghancurkan demokrasi Aceh? Hanya waktu yang bisa menjawab," tutupnya.[*/Red]