LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Ketua Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) Fahmi Nuzula berharap Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tetap tunduk patuh atas keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam menjalankan setiap tahapan Pemilihan Kepala Daerah Aceh.
Fahmi Nuzula merasa, apapun cara dan upaya untuk mencari alasan sehingga Keputusan Mahkamah Konstitusi tidak dijalankan di Aceh sudah tidak lagi relevan. Jika alasan KIP Aceh mengacu pada diberlakunya UUPA lantas kenapa UUPA KIP dan pemerintah Aceh tidak menjalankan Proses pemilihan Khusus pemerintahan Aceh pada tahun 2022'
Fahmi berharap demi keadilan dan kesamaan berharap kepada semua pemangku kepentingan di Aceh supaya bisa menjalankan amanah konstitusi sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Hasil kesepakatan itu mengubah Pasal 40 UU Pilkada. Pasal 40 ayat (1) mengatur partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan. Pasal 40 ayat (2) menyebut partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur," terangnya.
Kemudian, kata dia, ketentuan Pasal 40 ayat (2) itu menetapkan 4 syarat. Pertama, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap (DPT) sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
Secara gamblang Fahmi mengingatkan jangan Hanya demi memenuhi hasrat politik pihak tertentu sehingga menjadikan UUPA sebagai alasan menutupi keberpihakan KIP Aceh.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
"KIP Aceh harus tegak lurus dalam menjalankan setiap proses pemilihan umum," tegas Fahmi.
Fahmi mendorong semua pihak untuk sadar bahwa UUPA hanya dijalankan ketika menguntungkan suatu pihak, UUPA juga diabaikan ketika mereka menguntungkan bagi suatu pihak. "Jangan jadikan UUPA sebagai sebuah kepentingan seyogyanya UUPA adalah milik semua masyarakat Aceh," sebut Fahmi.
"Kepada setiap partai politik yang ada di Aceh baik partai nasional ataupun lokal, mari kawal dan mendesak pihak KIP Aceh agar dijalankan sesuai amanah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia," tandasnya.
Jika hari ini UUPA masih dan terus dijadikan sebagai sebuah kekuatan politik suatu kelompok, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan konflik kepentingan semakin kuat kedepan.
"UUPA akan kecil pengaruhnya jika hanya digunakan sebagai alat politik suatu kelompok tapi jika betul serius UUPA dijalankan di Aceh lantas kenapa Pemerintahan Aceh tidak memberlakukan UUPA? Jelas UUPA telah mengamanahkan Pemerintah Aceh harus dan wajib menjalankan pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Saat secara nasional sepakat melakukan pemilihan secara serentak pada Tahun 2024 lantas kenapa KIP dan Pemerintah Aceh tidak berani melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada Tahun 2022, jelas ini adalah amanah UUPA," tutup Fahmi Nuzula.[*/Red]