LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Cucu Sultan Aceh Cut Putri yang juga Pemimpin Darud Donya Aceh mengatakan, bahwa Aceh telah dibangun oleh para Sultan yang berasal dari Dinasti Syarief.
"Disebut Dinasti Syarief, karena para Sultan Dinasti Syarief adalah keturunan dari seorang Syarief ulama besar yang diutus oleh Syarief Mekkah, pemimpin negeri Arab atau Haramain saat itu, untuk datang ke Kesultanan Aceh Darussalam", terang Cut Putri.
Setelah era kekuasaan Sultanah Kamalat Syah (1688-1699 M), maka naik tahta Sultan Badrul Alam Syarief Hasyim (1699-1701 M), kemudian naik tahta Sultan Syarief Mutakwi Bin Syarief Ibrahim, dikenal juga sebagai Sultan Perkasa Alam Syarief Lamtui (1701-1703 M). Kemudian setelah itu naiklah Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Johan Berdaulat (1703-1726 M).
Sultan Jamalul Alam Badrul Munir adalah Sultan ketiga dari Dinasti Syarief. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir yang naik tahta (1703-1726 M) adalah salah satu Sultan Aceh yang paling berpengaruh.
Sultan Jamalul Alam naik tahta dalam situasi Aceh yang bergejolak, namun Sultan berhasil memakmurkan kembali Aceh, memperkuat hukum, dan menjayakan kembali Aceh Darussalam.
"Manuskrip sejarah Aceh banyak menulis tentang peran Sultan Jamalul Alam, atau yang biasa disebut dalam lughah atau lidah orang Aceh dengan sebutan mulia Poteu Jeumaloy," tutur Cut Putri.
Sultan Jamalul Alam atau Poteu Jeumaloy juga mengamandemen Kitab Induk Adat Istiadat Aceh, dan hal ini tercatat dalam kitab Mabain Wassalatin.
Dalam Mabain Wassaalatin tertulis ada 4 Sultan Aceh yang mengamandemen Kitab Induk Adat Istiadat Aceh yakni Sultan Sayyid Al Mukammil, Sultan Iskandar Muda, Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah Berdaulat, dan Sultan Jamalul Alam Johan Berdaulat Zilullahi Fil Alam.
Sultan Jamalul Alam juga memerintahkan Orang Kaya Maharaja Lela Panglima Bandar dan Penghulu Keurukon Raja Setia Muda, untuk mencatat kembali khazanah dan silsilah para Raja Aceh terdahulu serta adat istiadat Aceh sebagai bagian melindungi sejarah Aceh.
Pada masa Sultan Jamalul Alam Badrul Munir banyak sekali pedagang luar yang datang ke Aceh, sehingga Aceh kaya raya saat itu. Sultan mengembalikan kejayaan perdagangan Aceh, dan mengikuti kembali Kitab Induk Konstitusi Kesultanan Aceh Darussalam Qanun Meukuta Alam seperti masa Sultan Iskandar Muda.
Sultan juga mempersiapkan armada militer yang kuat untuk merebut Malaka dari tangan Belanda. Tapi Belanda yang ketakutan kemudian memilih berdamai dengan Aceh, sehingga Sultan tidak jadi menyerang Malaka.
Dalam hikayat Aceh, Sultan Jamalul Alam atau Poteu Jeumaloy dihormati sebagai sultan yang aulia dan shalih. Sultan Jamalul Alam juga terkenal bijaksana dalam memimpin Aceh Darussalam.
Perkataan beliau yang terkenal dalam sejarah Aceh adalah:
Tanda Iseulam Tulong Mulong
Ureung Gampong mandum Syeedara
Alang ta tulong teulangsong ta cok
Meunankeuh nyang get ta meusyeedaraa
(Tanda orang Islam adalah saling tolong menolong. Orang gampong semuanya adalah saudara. Orang yang kesulitan langsung diberikan bantuan. Demikianlah baik kita bersaudara)
Sultan Jamalul Alam atau Poteu Jeumaloy juga terkenal karena kedermawanannya dalam membantu rakyat. Kehidupan Rakyat Aceh sangat senang dan makmur saat itu. Bahkan dalam hikayat, Sultan pernah membantu para Ulebalang dan rakyat Aceh dengan hadiah bergunca-gunca emas.
Sikap kedermawanan ini ditunjukkan kembali pada masa Perang Aceh Belanda. Pada Tanggal 10 Maret 1873 M anak cucu keluarga keturunan dari Sultan Alaiddin Jamalul Alam Badrul Munir menyumbang 12 Kilogram emas, untuk membantu belanja peperangan Kesultanan Aceh Darussalam melawan Belanda.
"Dalam perang Aceh 1874 M, Belanda membuat peta wilayah Istana Darud Donya Aceh, salah satunya adalah lokasi makam Sultan Jamalul Alam. Makam Sultan Jamalul Alam berada di kawasan yang dikenal sebagai Tanah Waqaf Lampoh Teubee Poteu Jeumaloy. Seiring waktu kawasan itu dikenal sebagai Taman Poteu Jeumaloy," terang Cucu Sultan Aceh.
"Dalam manuskrip tercatat luas Tanah Waqaf tersebut adalah 390 langkah x 100 depa. Dalam manuskrip lain yang disimpan juga tercatat detil beberapa tanah waqaf kesultanan, termasuk yang diperuntukkan khusus untuk kebutuhan kemaslahatan Masjid Raya Baiturrahman yang berada dalam kawasan Istana Darud Donya Aceh", lanjut Pemimpin Darud Donya Aceh.
Kemudian kini di zaman modern lama kelamaan kawasan Tanah Waqaf Lampoh Teubee Poteu Jeumaloy atau Taman Poteu Jeumaloy berubah menjadi penuh bangunan, sehingga makam Sultan Jamalul Alam kini terjepit bangunan dan berada dalam lorong sempit.
Bahkan kini beberapa situs makam di kompleks itu, termasuk makam salah satu Sultan Aceh Dinasti Syarief telah dicabut nisannya dan makamnya disemen di dalam lantai salah satu bangunan, di atas makam Sultan Aceh itu kemudian dijadikan tungku pembakaran untuk memasak bakso.
"Perlu langkah bijaksana semua pihak untuk menyelamatkan dan memulihkan kawasan bersejarah Tanah Waqaf Taman Poteu Jamaloy, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya," tegas Pemimpin Darud Donya Aceh.[*/Red]