GERAKAN PEMASYARAKATAN MINAT BACA (GPMB) Kaltim mengajak seluruh masyarakat Benua Etam, sebutan Kaltim menyadari peran perempuan dalam mewujudkan perempuan yang mandiri secara pemikiran dan tindakan.
Penasehat GPMB Kaltim, Encik Widyani Sjaraddin mengatakan, perjuangan perempuan dimulai dari sadar terhadap pentingnya sebuah literasi. (Pusaranmedia.com, 24/4/2024)
Hari Kartini lekat dengan membicarakan persoalan perempuan, perjuangan perempuan. Sejak dulu mereka memperjuangkan hak-hak mereka di Indonesia dan dunia. Bagaimana kabarnya, apakah berhasil?
Banyak yang memanfaatkan momen Kartini ini, kita diingatkan hai perempuan kita ini masih punya masalah, karena punya masalah, yuk kita mesti berjuang lagi lebih keras. Dengan pegelaran monolog yang berjudul Tail of Woman dan juga ada Munas Perempuan di Bali, yang menginventaris isu-isu perempuan yang layak di masukkan ke dalam Renstra dan menjadi panduan dari kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk bagaimana mengubah nasib perempuan di Indonesia.
Sebenarnya realitas perempuan Indonesia yang ingin ditunjukkan oleh monolog itu ada 2, yaitu:
1. Perempuan Indonesia selalu dalam kondisi dilema/galau. Bingung memilih kodratnya antara menjadi perempuan dengan kodrat melahirkan, harus menjadi ibu, harus menjadi istri.
2. Dan ada tuntutan bahkan dorongan yang kuat dari peradaban dan masyarakatnya.
Dan persoalan-persoalan yang datang berikutnya:
1. Nasib perempuan baik di dunia dan di Indonesia kurang lebih sama. Perempuan dan laki-laki itu kebutuhannya sama (makan, harus sehat). Perempuan di Indonesia masih bergulat dengan kemiskinan , 189 juta penduduk Indonesia tidak bisa membeli makanan sehat (60 persen jumlah penduduk Indonesia). Separo dari 189 juta penduduk itu adalah perempuan. Maka di laporan kecukupan gizi, 10 persen di Indonesia. Untuk skala dunia ada 3,1 juta tidak bisa mengakses makanan yang sehat. Ada 800 juta orang yang dalam kondisi kelaparan saat ini. Penduduk bumi ada 6,8 miliar, ada separo penduduk bumi yang kelaparan.
2. Akses kesehatan, di Indonesia 30,23 persen perempuan itu tidak memiliki jaminan kesehatan. Kalau sakit tidak ada yang menjamin mereka.
Maka memang kita sebagai perempuan dalam kondisi kemiskinan saat ini, mempengaruhi kita menjadi ibu dan membesarkan anak. Dan berimbas dengan angka kematian ibu yang sangat tinggi yaitu 183 orang per 100.000 kelahiran (tertinggi se-Asia Tenggara). Angka stanting 27,67 persen anak-anak Indonesia (6,3 juta).
Belum lagi adanya kondisi-kondisi yang mengancam kemuliannya perempuan . Karena perempuan terekploitqsi dan menjadi target dari kejahatan atau kekerasan. Data dari catatan tahunan komnas perempuan 2024 (data 2023) itu ada 289.111 kasus (4 dari perempuan, 1 jadi korban kekerasan seksual).
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Memajukan dan memuliakan perempuan itu juga tidak pernah berhenti dilakukan, dalam berbagai bentuknya. Sejak jaman Kartini menyuarakan, sebelumnya di Eropa sudah terjadi diskriminasi terhadap perempuan. Kondisi faktanya semakin kompleks persoalan yang dihadapi perempuan. Bahkan tidak berubah, seiring perkembangan zaman dan teknologi, globalisasi.
Karenanya memang harus di evaluasi dari gerakan-gerakan perempuan yang kiblatnya adalah Eropa (paham materi: materialisme). Yang mana paham ini menitik beratkan pada materi artinya itu ada aspek materi. Gerakan perempuan Indonesia berkiblat kepada barat.
Ketika perempuan keluar rumah bertemu dengan masyarakat yang eksis, maka aturan di tengah-tengah masyarakat ini yang itu ditata dengan nilai sekularisme dan aturan-aturan yang berbasis dengan nilai-nilai hak asasi manusia intinya bukan syariat inilah yang kemudian menjadikan lingkungan tempat beraktivitasnya perempuan ini menjadi sangat berbahaya, karena tatanan sosial kita itu tegak atas aturan-aturan sekuler.
Kesejahteraan yang Hakiki
Sistem yang ada saat ini yaitu sistem kapitalis yang diterapkan di dunia saat ini, ini tidak mampu memberikan jawaban atas ketidaksejahteraan pada perempuan, hanya sistem Islam yang mampu melakukannya.
Ketika Islam di terapkan dalam kehidupan, perempuan termulia kan. Klu dalam sistem kapitalis standar kemuliaan, kesejahteraan itu kan ukurannya materi. Tapi klu di dalam Islam tidak begitu. Perempuan dan laki-laki itu mulia ketika taat kepada Allah, seperti dalam surah Al Hujurat, ayat 13: “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling takwa di antara kalian“.
Kemuliaan dalam Islam dimensinya bukan hanya materi, tapi tidak dipungkiri bahwa materi itu adalah salah satu komponen yang memang merupakan unsur dari kesejahteraan, jadi dalam Islam tidak dinafikan. Perempuan mulia juga misalnya tidak di rumah terus, Islam punya konsep yang luar biasa mengatur kehidupan perempuan itu secara keseluruhan.
Jadi dikatakan takwa itu sebenarnya dia memang terikat dengan ketaatan-ketaatan kepada Allah, merasa bahwa apa yang ditetapkan oleh Allah itu yang terbaik. Jadi kembali kepada hukum agama, bukan manfaat atau materi. Islam menganggap bahwa baik perempuan maupun laki-laki sama, mereka memiliki potensi yang sama, mereka di bebani dengan hukum-hukum syariat yang sama, dan Allah menjanjikan pahala yang sama. Hanya saja persoalan perempuan dan laki-laki tidak sama. Dalam Islam perempuan tidak butuh kepada kesetaraan, penyamaan, emansipasi.
Di dalam Islam perempuan punya kedudukan yang unik, yang tinggi yang tidak di miliki laki-laki. Rasulullah mengatakan bahwa ketika ada seorang laki-laki yang meminta izin untuk berjihad, kemudian Rasulullah bertanya apakah engkau masih punya orang tua, di jawab iya saya masih punya seorang ibu, maka di suruh pulang untuk menjaga ibunya, karena surga ada di bawah telapak kakinya. Kemudian Rasulullah juga mengatakan bahwa barang siapa yang memiliki tiga anak perempuan, kemudian mendidik dan sampai menikahkan nya maka itu akan menjadi tameng dari api neraka.
Kemuliaan memelihara anak perempuan. Islam juga memberikan hak waris, nafkah. Bahkan kemudian Islam juga memberi hak untuk memiliki hak mengembangkan harta, bahkan ketika perempuan protes kepada Rasulullah, ketika para perempuan ikut belajar di belakang laki-laki merasa tidak fokus maka Rasul menyetujui memberi 1 hari khusus belajar bagi perempuan. Perempuan juga berpolitik (ikut berbaiat), mengoreksi penguasa (masa Umar).
Perempuan dalam kondisi apapun tidak diwajibkan mencari nafkah. Sebagai anak dia di nafkahi oleh orang tuanya, sebagai istri oleh suaminya, kalau gak punya ayah gak punya suami dinafkahi saudara laki-lakinya, kalau gak ada saudara laki-lakinya ya pamannya, klu gak ada semua maka walinya, kalau gak ada walinya maka negara wajib memberikan santunan kepada perempuan. Perempuan bekerja mendapat upah, itu miliknya sendiri. Dengan catatan istri bekerja atas izin suaminya. Tugas-tugasnya di rumah sudah tertunaikan.
Maka sebenarnya kiblat perjuangan kartini saat ini hendaknya tidak merujuk kepada barat tapi kepada Islam. Kesejahteraan perempuan hanya bisa terwujud ketika Negara berasaskan Islam. Keberadaan Negara yang menerapkan Islam merupakan kewajiban yang harus diwujudkan, agar kesejahteraan di semua lini kehidupan bisa dirasakan.
Waalahuallam biishowab.
Penulis: Siti Hadijah S.Pdi (Pengamat Kebijakan Publik)