SULITNYA mendapat tiket pesawat menuju Kaltim dirasakan sejumlah pengusaha. Tidak hanya menyulitkan mereka pulang, juga membatalkan sejumlah agenda hingga memengaruhi bisnis mereka. Seperti yang dialami Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Batubara (APBS) Samarinda Umar Vaturusi. Dia yang dihubungi Kaltim Post menyebut hingga Rabu (1/5) “terjebak” di Jakarta.
Lantaran sulit mendapat tiket pulang pesawat, baik tujuan Bandara APT Pranoto, Samarinda, maupun Bandara SAMS Sepinggan, Balikpapan. “Ini saya masih di Jakarta ini. Masih terjebak belum bisa pulang. Sudah dua minggu tidak dapat tiket. Sudah cari-cari belum dapat. Saya sampai tidak bisa menghadiri acara pernikahan keluarga,” ucap Umar. Pengalaman tidak menyenangkan ini bahkan sudah dirasakannya sejak lima tahun terakhir. Terutama setiap dirinya bepergian pasca-Idulfitri.
Peningkatan kunjungan ke Kaltim dampak IKN juga disebut Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kaltim Daru Widiyatmoko. Sehingga membuat banyak agenda dan kegiatan yang tersendat. “Ini informasi dari teman-teman. Jadi kalau kami bisa saran bisa ditambah penerbangan atau pesawatnya di dua bandara di Balikpapan dan Samarinda. Jadi bisa lebih banyak penumpang yang bisa terbang ke Kaltim,” ujarnya. (Prokal.co 3/5/24)
Sulit dan mahalnya tiket pesawat menuju kota Balikpapan, adalah bukti konkret komersialisasi transportasi di negeri ini, serta lepas tangannya penguasa negara dalam menyediakan dan pengelolaan transportasi publik. Urusan pengelolaan justru diserahkan kepada pasar, yang dikendalikan oleh para kapital/pemilik modal.
Masyarakat yang berjumlah sekitar 60 ribu orang berbondong-bondong datang ke Kota Balikpapan karena proyek IKN, berharap dan bertarget mencari kerja di Balikpapan sebagai kota penyangga ibukota, telah sangat jelas menegaskan kepada kita, distribusi buruk terkait kekayaan dan lapangan kerja. Karena kondisi menunjukkan menjadi patokan bila ingin hidup sejahtera, merubah nasib, maka harus merantau ke kota besar dan meninggalkan kampung halaman, bahkan meninggalkan negeri sendiri seperti yang dilakukan para TKW.
Inilah penderitaan dan akibat penerapan kehidupan kapitalistik-sekuler yang dianut negara ini. Sistem kehidupan yang berasas keuntungan materi semata, meskipun diraih dengan menyengsarkan dan membahayakan orang lain.
Sistem kehidupan yang berorientasi kepada penjagaan dan keberlangsungan hak masing-masing individu tanpa menimbang apakah hak itu melanggar aturan agama ataukah tidak, atau apakah menimbulkan keburukan bagi orang lain, telah nyata semakin mengakar dalam kehidupan kita, dengan dalih hak asasi manusia (HAM) yang menihilkan peran agama dalam standarisasinya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Sungguh, agama islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, adalah agama paripurna, agama yang sudah memiliki aturan komplit untuk mengatur kehidupan manusia, tidak hanya mengatur ibadah ritual semata. Seperti firman Allah Swt "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam islam. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithon. Sungguh syaithon itu musuh yang nyata bagi kalian". (Q.S Al-Baqarah ayat 208).
Islam menetapkan tranportasi adalah bagian dari hajah/kebutuhan asasi yang bersifat komunal/masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Maka pemenuhan jasa tranportasi ini menjadi kewajiban penuh di pundak pemimpin kaum muslimin, yang biasa dikenal dengan istilah Khalifah.
Pemimpin kaum muslimin ini wajib menyediakan jasa transportasi yang memadai, layak, aman dan mudah dijangkau bagi semua individu masyarakat yang menjadi warganegara islam, serta menutup celah permainan pihak swasta sebagai pengelola penyediaan jasa transportasi komunal ini. Hal ini karena sabda Rasulullah SAW telah menegaskannya "Imam adalah Raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya".(HR. Al-Bukhari).
Penyediaan fasilitas transportasi didukung oleh penerapan sistem ekonomi islam yang sempurna. Karena pasti membutuhkan biaya yang besar, seperti untuk biaya perawatan (maintenance) bahkan biaya pekerja. Sistem ekonomi islam yang menetapkan sumber daya alam wajib dikelola oleh negara, pasti menghasilkan pendapatan negara yang berlimpah, dari pengelolaan minyak bumi, batu bara, emas, nikel dan sebagainya.
Sistem ekonomi ini juga ditopang oleh keadaan yang mendukung seperti ditutup dan dihilangkan aktivitas ekonomi ribawi, dihilangkan aktifitas ihtikar/penimbunan, menghilangkan ekonomi non real seperti pasar saham, dan menjadikan standar emas dan perak sebagai basis mata uang yang dipergunakan oleh negara.
Mencontoh apa yang pernah dilakukan oleh penguasa muslim, sejarah peradaban islam, telah mencatatnya dengan sangat baik. Pada masa pemerintahan Kekhilafahan Utsmani, yang sudah membangun rel kereta api dengan sebutan Hejaz Railway, jalur yang bermula dari Damaskus menuju ke Madinah. Jalur ini dibangun untuk memudahkan masyarakat menunaikan ibadah haji. Demikian juga dibangun pula jalur cabang menuju kota Akre/Haifa bahkan Nablus serta Bushra.
Dorongan pahala dan dosa sungguh menjadi faktor pertama dan utama bagi setiap muslim untuk melangkah dalam kehidupannya, termasuk mengatur peran dan tanggung jawab penguasa dan negara, dalam mengurusi kepentingan-kepentingan masyarakatnya.
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata". (QS Al-Ahzab [33] : 36)
Wallahu'alam bisshowwab
Penulis: Lisa Oka Rina (Pemerhati Kebijakan Publik)