LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Cucu Sultan Aceh, Cut Putri yang juga Pemimpin Darud Donya Aceh Darussalam, mengatakan bahwa para Sultan Aceh merayakan ramadhan dan Idul Fitri dengan meriah di Aceh.
Cucu Sultan Aceh yang juga pelanjut tradisi para raja meminta Imam Besar dan Pengurus Mesjid Raya Baiturrahman Bandar Aceh dan Pemerintah Aceh, serta rakyat Aceh di seluruh Aceh untuk tetap melaksanakan takbiran keliling sebagai syi'ar memeriahkan Hari Raya Idul Fitri.
Para Sultan Aceh yakni Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) dan Sultanah Safiatuddin Binti Sultan Iskandar Muda (1641-1675 M) telah berjasa besar terhadap pembangunan Mesjid Raya Baiturrahman. Malah Sultan Aceh juga memberikan Umong Meusara untuk kepentingan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Sedangkan Pawai Takbiran adalah tradisi yang dilaksanakan oleh para Sultan Aceh, maka Imam Besar dan pengurus Mesjid Raya Baiturrahman dan Pemerintah di Aceh diminta untuk melanjutkan tradisi para Raja Aceh.
Laporan penjelajah asing juga mencatat keindahan dan iring-iringan pasukan yang merayakan malam hari raya Idul Fitri, yang jumlahnya hingga 40 ribu prajurit dalam barisan yang gagah.
Pasukan dikumpulkan di Tanah Waqaf Blang Padang, dekat Istana Dalam Darud Donya, dari sana rombongan langsung menuju ke Mesjid Raya.
Sedangkan Sultan Aceh datang ke tempat sembahyang Idul Fitri yaitu Mesjid Raya Baiturrahman, yang disambut oleh Qadhi Al Qudah Qadhi Malikul Adil dan Fakih Seri Raja Fakih.
Setelah Sultan Iskandar Muda selesai shalat Idul Fitri, maka Sultan keluar, maka segala hulubalang berdiri di luar Mesjid Raya Baiturrahman.
Setelah melaksanakan salat Idul Fitri, Sultan memberikan sedekah dan hadiah kepada para fakir miskin dan segala rakyat. Setelah Itu Sultan Iskandar Muda kembali ke Istana Darud Donya Aceh Darussalam.
Pemimpin Darud Donya Aceh Darussalam ini mengatakan bahwa tradisi perayaan Idul Fitri yang meriah terus berlangsung di Aceh sampai hari ini. Pawai takbiran dilaksanakan tiap-tiap gampong, mukim, Wilayah Keulebalangan, sagi dan kawasan kerajaan dengan meriah. Sebuah tradisi sejarah yang terus bertahan.
"Namun tahun ini Pawai Takbiran ditiadakan oleh pemerintah, salah satu alasan adalah karena akan ada PON, Pilkada dan juga ada penggalian terowongan/ jalur IPAL di jalanan menuju Gampong Pande di kawasan makam Para Raja dan Ulama Aceh," ujar Pemimpin Darud Donya kepada media, Jum'at (05/04/2024).
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Pemimpin Darud Donya mengatakan bahwa Pawai Takbiran harus tetap dilaksanakan sesuai tradisi sejak era Kesultanan Aceh Darussalam.
Dikatakannya, takbiran keliling kota adalah salah satu syi'ar yang telah berlangsung sebagai adat dan tradisi ratusan tahun di Aceh. Pada saat takbiran, seluruh rakyat tumpah ruah di jalan menyambut hari kemenangan. Anak-anak, orang dewasa, orang tua, laki-laki bahkan perempuan turut larut dalam kegembiraan menyambut datangnya hari kemenangan.
Dalam menyambut Perayaan Hari Raya Idul Fitri Pemimpin Darud Donya meminta Pemerintah Pusat segera membatalkan proyek IPAL, demi menghormati sejarah, adat, budaya dan tradisi Aceh yang islami sejak era Kesultanan Aceh Darussalam.
Jika pemerintah masih tetap memaksa melanjutkan proyek IPAL akan berdampak buruk kedepannya. Apalagi sejarah Aceh sudah diakui UNESCO seperti Hikayat Aceh dan Laksamana Malahayati.
Sedangkan sekarang Gampong Pande juga tengah didaftarkan ke UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia.
Langkah ini mengikuti langkah Palestina yang mendaftarkan Jericho sebagai kota warisan dunia sehingga tidak bisa diganggu oleh Israel.
Langkah yang sama ini dilakukan oleh Aceh untuk menyelamatkan makam para raja dan situs sejarah, dari kejahatan Kaum Crusader yang memusnahkan sejarah Aceh sejak masa Sultan Ali Mughayat Syah (1511-1530 M).
Maka di Aceh dikarang Hikayat Prang Peringgi Atau Frangi, bangsa yang menghancurkan Baitul Maqdis, yang kemudian dikalahkan oleh Sultan Salahuddin Al Ayyubi.
Kaum Crusaders saat itu menjadikan Baitul Maqdis sebagai tempat pembuangan tinja. Hal yang sama terjadi di kawasan Gampong Pande, kawasan tempat persemayaman para raja-raja penyebar Islam yang kini juga dijadikan pusat pembuangan tinja najis manusia.
"Kepada seluruh rakyat dan bangsa Aceh, untuk waspada akan adanya indikasi usaha-usaha para pihak yang ingin menghancurkan sejarah, adat dan tradisi Aceh, serta menghilangkan nilai-nilai syi'ar dan dakwah Islam di Aceh, dengan tujuan pudarnya ghirah semangat keislaman dan hilangnya keagungan Islam di Negeri Serambi Mekkah," pesan Darud Donya mengingatkan.[*/Red]