LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Entah apa gerangan, tiba-tiba Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Universitas Abulyatama Aceh yang sebelumnya tergabung dalam aksi penolakan Rohingya pada Rabu (12/12/2023) lalu, kini justru secara resmi mengeluarkan surat larangan agar Mahasiswa dari kampus Abulyatama tidak ikut dalam aksi penolakan imigran gelap Rohingya.
Dalam surat edaran PEMA Abulyatama Nomor 04 tahun 2023 tertanggal 30 Desember 2023, Presiden Mahasiswa Abulyatama Imam Gunawan menginstruksikan seruan untuk tidak ikut serta dalam aksi yang dilakukan oleh Aliansi Gerakan Rakyat Aceh pada tanggal 02 Januari 2024 di Kantor Gubernur Aceh.
Bersama ini disampaikan kepada seluruh Mahasiswa/i Abulyatama Aceh sebagai berikut:
1. Untuk menaati larangan Pemerintah Mahasiswa (PEMA) Universitas Abulyatama Aceh terkait seruan aksi pada tanggal 02 Januari 2024;
2. Pemerintah Mahasiswa (PEMA) Universitas Abulyatama Aceh tidak bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap butir satu diatas, dan Mahasiswa Universitas Abulyatama Aceh dilarang mengatasnamakan Organisasi Mahasiswa di lingkungan Universitas Abulyatama Aceh serta penggunaan Almamater dan Atribut Organisasi Mahasiswa Universitas Abulyatama Aceh;
3. Untuk Mahasiswa/i yang melanggar larangan tersebut, maka bertanggung jawab secara pribadi dengan sepenuhnya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Surat itu turut ditembuskan kepada Wakil Rektor III Unaya, Biro Kemahasiswaan, Pimpinan DPM UNAYA, Ketua BEM FH, Ketua BEM FK, Ketua BEM FP, Ketua BEM FEB, Ketua BEM FT, Ketua Bem FKIP, Ketua BEM FAPERI dan Ketua BEM FIIKES kampus tersebut.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Sebagaimana diketahui, sebelumnya beredar flyer di media-media sosial berisi seruan aksi mengatasnamakan Gerakan Rakyat Aceh (GeRah) yang mengajak mahasiswa, pemuda dan masyarakat Aceh kembali melakukan aksi penolakan terhadap keberadaan imigran gelap Rohingya di Aceh. Aksi tersebut akan digelar pada hari selasa, 2 Januari 2024 pukul 9.00 wib di depan kantor Gubernur Aceh.
Berbeda dengan aksi yang sempat kontroversi karena pengusiran Rohingya, Rabu (12/12/2023) lalu. Aksi kali ini justru tidak dalam rasngka pengusiran langsung terhadap imigran Rohingya, tetapi menuntut Pemerintah Aceh sebagai untuk bersikap tegas memindahkan Imigran Rohingya dari Aceh.
“Menolak pemberian lahan atau tanah untuk posko penampungan Rohingya serta mendesak Pj Gubernur Aceh dan stakeholder agar menyelesaikan dan memindahkan imigran Rohingya dari Aceh,” tulisnya dikutip, Senin (01/01/2023).
Dalam sebaran yang beredar di media sosial, pihaknya menolak keberadaan imigran Rohingya karena Aceh masih dalam keadaan susah dan jadi daerah termiskin se-Sumatera.
”Sampai kapan imigran gelap Rohingya Dibiarkan di Aceh, pemulia jamee itu hukumnya hanya 3 hari, bukan berbulan-bulan. Kondisi rakyat Aceh sedang sulit, sudah termiskin di Sumatera, Banjir dimana-mana ditambah lagi persoalan Rohingya. Pemerintah wajib segera bertindak tegas,” isi flyer yang tersebar di berbagai grup whatsapp dan medsos itu.
Lantas, kenapa tiba--tiba ada organisasi mahasiswa yang awalnya menolak Rohingya justru kini melarang mahasiswa dari kampusnya menggelar aksi mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mengambil kebijakan terkait imigran gelap Rohingya. Apakah ada intervensi dari pihak akademik kampus atau justru ada perbedaan sikap dan cara pandang dalam penolakan imigran Rohingya di kalangan mahasiswa? Dimana aksi mahasiswa sebelumnya kontroversi dan langsung ke tempat penampungan imigran Rohingya, namun aksi demo kali ini justru mendesak pemerintah dengan segala kewenangannya yang mengambil tindakan terhadap imigran Rohingya.[*/Red]