MEMASUKI awal-awal tahun 2024 masyarakat dibuat gelisah dengan sulitnya mendapatkan gas elpiji bersubsidi 3kg. Bagaimana tidak, para ibu rumahtangga, pedagang kecil, pengusaha laundry dan masyarakat lainnya sangat bergantung pada pasokan gas elpiji 3kg mengingat kebutuhan dan terjangkaunya harga serta lebih hemat dari segi daya pakainya bagi kalangan menengah ke bawah. Baca disini.
Entah apa penyebabnya kelangkaan gas elpiji 3kg sampai terjadi. Hingga para agen dan warung-warung pinggir jalan yang biasa menjual pun kesulitan mendapatkan pasokan gas ini. Tidak mengherankan akhirnya para oknum penjual yang masih memiliki stok gas elpiji kerap menjual dengan harga tinggi, memanfaatkan kondisi yang ada.
Masyarakat sebagai konsumen rantai terakhir dalam distribusi gas elpiji sangat merasakan dampak langsung dari kelangkaan ini. Di saat para ibu butuh menyiapkan masakan bagi anak-anak dan keluarga namun terkendala tidak bisa memasak dan harus membeli makanan siap saji, tentu hal ini tidak bisa dilakukan terus menerus mengingat daya beli mereka sangat terbatas di masa kenaikan harga-harga sembako, ditambah pula kelangkaan gas.
Mau tidak mau akhirnya seluruh elemen masyarakat mengeluhkan keadaan ini. Baik di lapangan maupun di dunia maya, semua ramai membahas perkara sulitnya mendapatkan gas elpiji 3kg dan membuat masyarakat mengingat kilas balik masa-masa kelangkaan minyak goreng hingga garam yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Mengapa terulang? Apa masalahnya?
Jika melihat pada ketersediaan barang di tahap distribusi, maka kita dapati di mana yang langka adalah gas bersubsidi yang ditandai dengan tulisan di tabung hijau tersebut. Sementara gas elpiji 3kg dengan tulisan nonsubsidi masih ada dan tentu saja harganya berbeda. Di sinilah letak masalahnya. Bukan langka karena tidak ada sama sekali, namun langka karena stoknya tidak mencukupi para konsumen yang notabene dianggap kalangan masyarakat miskin dan memiliki daya beli rendah.
Meski demikian, seharusnya pemerintah dan penentu kebijakan tidak serta merta memberikan opsi berbeda antara produk bersubsidi untuk rakyat miskin dan nonsubsidi untuk yang mampu. Mengapa? Karena secara posisinya di masyarakat, mampu atau tidak semua orang butuh barang yang sama, dan tidak bisa dipaksakan bagi yang mampu membeli dengan harga yang mahal karena hak sebagai masyarakat ialah dilayani kebutuhannya oleh pemerintah dan difasilitasi agar bisa mendapatkan haknya sebagai warga negara secara layak.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Pertanyaannya, jika yang bersubsidi ada dan terjangkau, mengapa harus beli yang mahal. Dan ketika kelangkaan gas elpiji bersubsidi terjadi, akhirnya yang tidak bersubsidi pun dibeli meski oleh si miskin. Karena apa? Butuh! Sungguh menyedihkan menjadi masyarakat dengan naungan sistem kapitalis saat ini. Dimana kemanfaatan hanya dinilai dari keuntungan materi sebagian pihak.
Beginilah yang terjadi jika kekayaan alam negeri ini dikuasai dan dikelola oleh para kapitalis. Siapapun yang memiliki modal boleh membeli dan memiliki apapun. Hingga akhirnya masyarakat pun diklasifikasikan antara yang miskin dan kaya. Masyarakat kaya dianggap tidak perlu dibantu karena memiliki daya beli dan akhirnya pasar terbagi menjadi produk kelas sekian dan sekian. Jika mampu akan dapat, jika tidak mampu maka akan diberi harga dan kualitas yg menyesuaikan.
Padahal kenyataannya kekayaan alam ini melimpah dan sudah seharusnya dikelola mandiri oleh negara agar dapat dinikmati masyarakat seluruhnya tanpa membedakan apakah ia kaya ataukah miskin. Sebab kekayaan sumberdaya alam termasuk ke dalam kategori kepemilikan umum jika ditimbang menurut kacamata Islam.
Islam merupakan agama yang sempurna mengatur seluruh urusan manusia bahkan alam semesta. Berbicara Islam mustahil dipisahkan dari bahasan kekuasaan. Kepemimpinan dalam mengurus segala sesuatu itu terletak pada manusia, yang dengan akal dan keimanan serta tuntunan dalil al-Qur'an dan as-sunnah akan membantu manusia menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya di bidang apapun.
Rasulullah pernah bersabda mengenai kekayaan alam dan pembagiannya, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api" (HR. Ibnu Majah).
Melalui dalil ini jelas bahwa gas yang merupakan salah satu dari energi alam yang menghasilkan api, ialah milik masyarakat umum seluruhnya. Tidak dibedakan apakah ia kaya ataukah miskin, pejabat ataukah rakyat biasa, bahkan muslim ataukah bukan muslim.
Ini karena semua kekayaan alam yang sifatnya melimpah ruah merupakan sumber pemenuhan hajat kehidupan, yang menjadi salah satu bentuk rezeki dari Allah selaku Dzat Pencipta manusia dan segala makhluk di alam semesta. Allah memberikan kuasa kepada manusia terkhusus kaum muslimin untuk mengatur dan mengelola hingga dapat dinikmati seadil-adilnya.
Hal ini tentu tidak dapat dirasakan saat ini di mana sistem yang ada tidak bersumber kepada hukum Allah. Hukum buah hasil kejeniusan manusia yang lahir tanpa bimbingan wahyu tentu hanya akan menyengsarakan umat dan menciptakan permasalahan baru yang tak kunjung selesai.
Maka selayaknya masyarakat membuka mata untuk terus belajar dari setiap kejadian yang menimpa dirinya dan mencari jalan keluar yang akan menyelamatkannya di dunia maupun di hadapan Allah kelak saat yaumil hisab tiba. Wallahu'alam bisshowab.
Penulis: Fitri Eka Artika (Pembina Komunitas SMART With Islam)