-->

Gara-gara Judi Online Masalah Dimana-mana

12 November, 2023, 20.30 WIB Last Updated 2023-11-12T13:30:18Z
KEMENTRIAN Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyatakan bahwa Indonesia darurat judi online, karena telah merebak sangat pesat di tengah-tengah masyarakat. Mereka pun meminta masyarakat untuk segera melaporkan bila menemui judi online di gadgetnya. 

Diketahui, sejak Juli 2018 hingga Agustus 2023, pemerintah telah memblokir 886.719 konten judi online.  "Karena sekarang ini Indonesia sudah masuk darurat judi online, keluhan-keluhan sudah cukup banyak, dan kita tidak bisa biarkan lebih lama," kata Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2023). (Cncbindonesia.com)
 
Apakah cukup dengan memblokir situs judi online menyelesaikan permasalahan judi? Faktanya masyarakat menjadikan judi sebagai hiburan sehari-hari, kalaulah menang dia untung kalaulah kalah dia anggap bagi-bagi uang saja. Tapi itu hanya untuk pemain judi yang menaruh uang kecil di bawah 50 ribu rupiah. 

Pembuat judi akan terus mempermainkan rasa penasaran para pemain sehingga mereka menjadi ketagihan karena menyimpan uang 10 ribu saja bisa mendapatkan 100 ribu, tentu siapa yang tidak mau. Para pecandu judi lama kelamaan rela bertaruh hingga jutaan rupiah bahkan dari hasil uang pinjaman online, disinilah masalah semakin runyam karena jika ia kalah akan gali lubang dan tutup lubang lagi.
 
Bagi masyarakat menengah ke bawah judi dijadikan ajang coba-coba untuk meraih keberuntungan, sudahlah ekonomi sulit jika ia kalah maka akan semakin sulit hingga berimbas pada keretakan rumah tangga. Terbukti saat ini banyak kasus perceraian diakibatkan oleh suami yang terus menerus bermain judi online. 

Bagi masyarakat menengah ke atas judi dijadikan sebagai hiburan pelepas penat. Ketika ia kalah tidak jadi masalah namun ketika ia menang harta itu tentulah haram dan tidak berkah. Banyak fakta bandar judi atau pun pemain judi yang istri dan anak mereka menjadi nakal atau berkasus kriminal. Naudzubillahimindzalik.
 
Usaha yang pemerintah lakukan melalui Kemenkominfo dalam memberantas judi online belum menyeluruh. Meski sudah memblokir ratusan ribu konten judi online, tetap saja hal itu tidak memberantas judi online yang semakin banyak. Memblokir konten tetapi tidak merubah perilaku masyarakat tidak akan menyelesaikan masalah. 

Dalam sistem sekuler, sebagian masyarakat masih ada yang menganggap judi adalah permainan atau hiburan saja. Maka, para pembuat situs judi menangkapnya sebagai sumber penghasilan mereka. Masyarakat juga tidak kehilangan cara untuk mengakses situs-situs yang sudah diblokir dengan memanfaatkan aplikasi VPN (virtual private network). 
 
Dalam sistem sekuler saat ini, judi online sangat berpotensi menjadi aktivitas dibolehkan. Sama dengan aktivitas haram lainnya seperti miras. Miras dilegalkan beredar di tempat tertentu dan syarat tertentu. Perzinaan dilokalisasi. Sesuatu yang jelas haram keberadaannya, bisa menjadi halal dalam sistem sekuler. Penindakan hukum atas pembuat dan pelaku judi online masih terbilang minim. Buktinya, mereka yang terlibat judi online belum sepenuhnya mendapat sanksi yang membuat jera.

Sepanjang 2017—2022, PPATK melaporkan angka perputaran uang judi online makin meningkat dari tahun ke tahun. Partisipasi masyarakat juga turut meningkat dalam permainan judi online. Terdapat 2,7 juta masyarakat dari berbagai kalangan mengikuti judi online, ini adalah bukti betapa sistem kehidupan sekuler kapitalistik telah menjerumuskan mereka pada perkara yang diharamkan.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Banyak berita perihal judi online karena terdesaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi. Para bandar judi online mengiming-imingi masyarakat dengan kemenangan semu dengan mendapatkan harta secara cepat.
 
Berbeda dalam Islam, dijelaskan bahwa perjudian apa pun bentuknya adalah haram. Dengan berbekal landasan ini, negara dalam sistem Islam tidak akan menoleransi segala kegiatan yang berbau judi. 

Allah Taala berfirman:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
 
Khilafah akan menerapkan kebijakan secara preventif dan kuratif dalam mengatasi perjudian. Mekanismenya sebagai berikut: lertama, melakukan pembinaan dan penanaman akidah Islam kepada seluruh masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Negara menyebarluaskan pemahaman keharaman judi beserta kerugiannya secara masif melalui dakwah dengan memanfaatkan media massa dan media sosial agar masyarakat meninggalkan aktivitas judi. 

Kedua, memberdayakan pakar informasi dan teknologi untuk memutus seluruh jaringan judi online agar tidak mudah masuk ke wilayah Khilafah. Negara memberi gaji yang sepadan agar mereka bekerja secara optimal. Ketiga, mengaktivitasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi. 

Keempat, menindak tegas para bandar serta pelaku judi dengan hukuman yang berefek jera. Sanksi yang diberikan berupa sanksi takzir, sesuai kebijakan hakim dalam memutuskan perkara tersebut menurut kadar kejahatannya. Kelima, menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar terwujud kesejahteraan. Negara membuka seluas-luasnya lapangan kerja serta memberi bantuan modal kerja bagi pencari nafkah. Bisa berupa pemberian modal usaha atau tanah mati untuk dikelola masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, masyarakat akan tersibukkan mencari harta halal ketimbang memilih jalan instan yang diharamkan. 

Selama sistem sekuler kapitalisme tegak berdiri, aktivitas-aktivitas haram semisal judi, miras, narkoba, dan sebagainya akan terus bermunculan tanpa henti. Oleh karena itu, solusi sistemis dan komprehensif untuk memberantas segala bentuk keharaman adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah sebagai aturan bernegara dan bermasyarakat. Dengan begitu, akan tercipta pembiasaan pola hidup dan standar nilai masyarakat sesuai Islam. Wallahu'alam...

Penulis: Rosyidah Muslimah, S.Kom.I (Pendidik)
Komentar

Tampilkan

Terkini