-->

Penyelesaian Sengketa Lahan, Ketua DPRK Aceh Tamiang Minta Perusahaan Kedepankan Budaya Melayu

07 Juli, 2023, 19.31 WIB Last Updated 2023-11-17T12:36:26Z

Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto (kanan) melihat batu tapal batas BPN di areal perkebunan PT Rapala saat melakukan Pansus di Perkebunan Sungaiyu, Aceh Tamiang, Kamis 6 Juli 2023.

LINTAS ATJEH | ACEH TAMIANG - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang Suprianto menekankan, dalam penyelesaian sengketa lahan Hak Guna Usaha (HGU) antara perusahaan dan masyarakat jangan ada para pihak yang saling dirugikan.

"Pihak perusahaan harus terbuka dan bijaksana agar masyarakat bisa menerima dengan lapang dada," kata Suprianto saat dihubungi Libtasatjeh.com, Jumat 07 Juli 2023.

Sebelumnya, Suprianto melakukan Panitia Khusus (Pansus) bersama Komisi I DPRK Aceh Tamiang di perkebunan sawit PT Raya Padang Langkat (Rapala), Desa Perkebunan Sungai Iyu, kabupaten setempat, Kamis 06 Juli 2023.

Ia menjelaskan pansus Komisi I ke PT Rapala ini untuk menyikapi hasil kesepakatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama unsur Forkopimda Aceh Tamiang pada  22 Mei 2023, serta merespons permintaan Wali Nanggroe yang khusus datang ke objek sengketa Perkebunan Sungaiyu melalui tuha delapan setempat, pada Rabu 21 Juni 2023.

Kata dia, Pansus Rapala ini dibagi dua tim. Tim 1 terdiri atas Suprianto (Ketua), Irwan Effendy dan anggota Komisi I lainnya serta LSM LembAHtari, Sayed Zainal meninjau dan mengukur objek tahan kebun di Desa Perkebunan Sungaiyu.

Sementara tim 2 terdiri dari Fadlon (Wakil Ketua), Miswanto (Ketua Komisi I dan anggota lainnya meninjau lokasi areal persawahan di Desa Paya Rahat yang diklaim masih masuk HGU perusahaan.

Suprianto juga minta pihak perusahaan Rapala yang berkantor pusat di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ini untuk mengedepankan cara-cara persuasif dan budaya Melayu dalam setiap penyelesaian masalah di Aceh Tamiang. Menurutnya ini penting disampaikan karena sebelumnya seorang petinggi PT Rapala berencana memportal akses jalan Kampung Perkebunan Sungaiyu.

"Hari Senin kemarin Direktur Operasional Rapala akan menutup akses jalan karena warga belum mau kosongkan rumah. Saya rasa tindakan itu tidak perlu karena berpotensi ricuh. Kita kan, warga ketimuran, pakailah cara-cara yang sejuk gunakan budaya Melayu musyawarahkan," saran politisi Gerindra ini.

Adapun kesepakatan yang sudah diteken kedua belah pihak, menurut Suprianto harus dijunjung tinggi, dipatuhi, dan dijalankan secara bersama-sama. Jangan main usir warga yang sudah menetap turun temurun di perkebunan tersebut.

"Ini menyangkut dengan hajat hidup orang banyak. Jangan kaku-kaku kali perusahaan harus ada tarik ulurnya dari PT Rapala agar hubungan dengan masyarakat bisa terjalin dengan baik menghindari terjadinya anarkis," ujar Suprianto.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Sementara itu, Suprianto mengungkapkan hasil Pansus menyangkut tanah persawahan seluas 6 hektare di Desa Paya Rahat, termasuk tanah permukiman di Desa Tengku Tinggi seluas 27,8 hektare yang diakui PT Rapala lahan enclave sudah dikeluarkan dari HGU. Tapi ternyata lahan punya masyarakat sudah digarap sejak 1942 atau sebelum Indonesia merdeka.

"Jadi dari nenek moyangnya dulu warga Paya Rahat sudah bersawah di situ. Bukan lahan yang dikeluarkan perusahaan di situ," ungkap Ketua DPRK.

Terkait pembangunan kantor datok penghulu atau kepala desa yang sudah disepakati kedua pihak, Suprianto berharap harus difasilitasi perangkat desa agar administrasi roda pemerintahan tetap berjalan dan tidak terganggu.

"Kesimpulan dari Pansus semua pihak bisa mematuhi butir kesepakatan dan dalam pelaksanaannya harus adil," pungkasnya.

Poin kesepakatan

Ketua Komisi I DPRK Aceh Tamiang, Miswanto, kepada wartawan menyatakan Pansus Rapala dilakukan sudah sesuai prosedur. Semua pihak wajib mengikuti semua aturan yang sudah tertuang dalam kesepakatan berita acara RDP Komisi I antara masyarakat dengan PT Rapala disaksikan unsur Forkopimda. "Kesepakatan tersebut sifatnya mengikat, karena telah ditanda tangani," kata Miswanto.

Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, sebagai LSM pendamping menanggapi Pansus Komisi I dengan melihat fisik lahan semoga bisa menjadi secercah harapan bagi masyarakat yang termarginalkan.

Sayed meminta menjalankan sesuai isi kesepakatan bersama yang ada dalam enam poin klausul tersebut menjadi formula penyelesaian sengketa masyarakat dengan PT Rapala. 

"Sikap kita agar perusahaan mempertimbangkan penyelesaian secara adil walaupun sudah ada perjanjian, jangan sempat terusir. Kalau pun mereka keluar dari rumah tapi mereka boleh bangun tenda di kawasan kampung tersebut," sebutnya.

Sayed juga menegaskan tentang temuan pelepasan hasil tinjauan lapangan kemarin harus ditindak lanjuti untuk laporan masalah perpanjangan HGU kaitan eks PT Parasawita harus dibuat surat ke BPN Pusat dan menteri.

"Jadi bagaimana pun ini harus dimediasikan ulang dengan PT Rapala kaitan tempat tinggal dan menghindari konflik," kata dia.[ZF]


 

Komentar

Tampilkan

Terkini