PRESIDEN RI, Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama untuk memperkuat pemahaman dan esensi ajaran beragama dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Dilansir dari laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara (Sekneg), aturan tersebut berlaku mulai 25 September 2023.
Dalam poin pertimbangan peraturan itu disebutkan bahwa keragaman agama dan keyakinan merupakan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia yang mendasari perilaku warga negara dan negara yang menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selain itu disebutkan, penguatan moderasi beragama diperlukan karena moderasi beragama merupakan modal dasar untuk keutuhan dan peningkatan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Penguatan moderasi beragama tersebut, memerlukan arah kebijakan dan pengaturan yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan.
Upaya mengaruskan dan menguatkan moderasi menimbulkan keresahan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Ide moderasi Islam pada dasarnya bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam ke tengah umat. Ide ini menyerukan semua agama sama dan menyerukan untuk membangun Islam yang bersifat terbuka, toleran terhadap ajaran agama lain, dan menyusupkan paham pluralisme. Moderasi beragama mengarah pada deideologisasi Islam, yakni memandulkan Islam sebatas ajaran ritual saja dan tidak mau lagi menerapkan Islam secara kafah.
Islam Moderat Vs Islam Kafah
Salah satu rekomendasi dari ICROM 2023 ialah mengembangkan pendidikan keagamaan yang inklusif dan toleran yang bertujuan menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada generasi muda. Hal ini dapat dilakukan melalui kurikulum pendidikan agama yang inklusif terhadap keragaman paham keagamaan.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Rekomendasi di atas jelas berbahaya bagi umat Islam, terkhusus generasi muda. Moderasi beragama menciptakan kaum muslim moderat. Islam moderat berarti meletakkan diri di antara iman dan kufur, taat dan maksiat, serta halal dan haram. Moderasi ajaran Islam yakni menyamakan akidah Islam dengan agama-agama kepercayaan umat lain.
Dengan Islam moderat, kaum muslim diminta untuk membenarkan keyakinan agama dan kepercayaan di luar Islam. Sedangkan Allah Taala berfirman, “Sungguh kaum kafir, yakni ahli kitab dan kaum musyrik (akan masuk) ke neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk.” (QS Al-Bayyinah: 6). Parahnya lagi, kaum muslim dipaksa untuk menoleransi perzinaan, L6-8T, pornografi, dsb.
Jelas sekali, Islam moderat bertentangan dengan Islam kafah. Totalitas dan kesempurnaan Islam tidak akan tampak, kecuali kaum muslim mengamalkan Islam secara kafah dalam seluruh segi kehidupan.
Allah Swt. memerintahkan, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS Al-Baqarah: 208).
Kampanye moderasi beragama makin digencarkan, bisa jadi karena makin menggeloranya gerakan perjuangan untuk menegakkan Islam kafah di tengah umat. Umat Islam harus segera menyadari bahaya dari moderasi beragama yang akan menciptakan Islam moderat.
Islam moderat akan mengebiri ajaran Islam, menimbulkan keraguan umat terhadap Islam, menyusupkan paham pluralisme, memecah belah Islam dan umat, meminggirkan dakwah menerapkan syariat, serta memonsterisasi ajaran Khilafah dan jihad.
Imam Ath-Thabari menjelaskan tentang QS Al-Baqarah: 208, “Kaum mukmin diseru untuk menolak semua hal yang bukan dari hukum Islam, melaksanakan seluruh syariah Islam, dan menjauhkan diri dari upaya-upaya untuk melenyapkan sesuatu yang merupakan bagian dari hukum-hukum Islam.” (Tafsir Ath-Thabari, hlm. 337).
Moderasi beragama bukan dari hukum Islam justru melenyapkan sesuatu yang merupakan bagian dari hukum-hukum Islam. Berarti umat Islam harus menolak dengan tegas gagasan moderasi beragama dan memperjuangkan Islam kafah agar tegak kembali. Wallahu 'alam.
Penulis: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)