-->

Maraknya Bunuh Diri Buah dari Kapitalisme Sekulerisme

23 Oktober, 2023, 11.23 WIB Last Updated 2023-10-23T04:23:12Z
FENOMENA bunuh diri kian meningkat, di bulan Oktober 2023 ini saja ada 4 kasus mahasiswi/a melakukan bunuh diri. Sebagaimana diberitakan Dua kasus dugaan bunuh diri terjadi di Semarang, pertama dilakukan NJW (20) warga Ngaliyan, Semarang, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Selasa (10/10/2023). Kasus kedua, seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang berinisial EN (24) warga Kapuas, Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya, Rabu (11/10/2023).(Republika.co.id, 13 Oktober 2023l

Dari kedua kasus dugaan bunuh diri itu, kepolisian menemukan surat wasiat yang diduga ditulis oleh yang bersangkutan sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. "Kalau saya melihat kasus ini, yang katanya ada surat dan sebagainya ini, kan artinya mereka mempunyai permasalahan dalam internal keluarga atau kehidupan pribadi," katanya.

Maraknya kasus bunuh diri ini pantaslah mendapat perhatian khusus dari negara. bagaimana tidak, generasi notabene adalah pemegang estafet kepemimpinan. Namun, apa yang akan terjadi jika kesehatan mental generasi demikian rapuh.

Depresi yang dialami oleh generasi saat ini akibat adanya persoalan yang tak kunjung selesai. Rapuhnya mental generasi yang membuat mereka mengambil jalan pintas dan instan dalam menghadapi persoalan hidup yang mereka hadapi. Belum lagi, sikap mudah menyerah. 

Mengapa ini terjadi? Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan ada  beberapa hal yang bisa memicu fenomena tersebut. Pertama, pola asuh yang membentuk anak-anak sekarang. Pola asuh yang membentuk anak anak sekarang seringkali adalah pola asuh fatherless dan motherless.dan tuntutan yang terlalu tinggi dari internal maupun eksternal. 

Saat ini, Barat dengan bangganya "membombardir" Generasi dengan pemikiran - pemikiran yang jauh dari Islam. Barat dengan pandangan hidup Kapitalisme - Liberalisme mencengkram generasi agar berfikiran bebas tanpa memperdulikan yang lainnya. Bagaimana standar kebahagian yang di bentuk oleh sistem ini pun membuat generasi tak peduli untuk menempuh berbagai cara dalam memenuhi keinginannya. 

Kapitalisme Sekularisme membuat generasi kehilangan jati dirinya. Generasi tak mengenal identitas mereka sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah. Melainkan membentuk generasi yang jauh dari Islam dan hanya mengikuti hawa nafsu mereka. Tak ayal, ketika hawa nafsu memimpin mereka, mereka akan "rakus" dan tak mudah puas dengan apa yang mereka peroleh. 

Belum lagi hilangnya peran negara dalam membentuk jati diri generasi. Ini terlihat dari bagaimana negara membuat kurikulum pendidikan yang semakin sekuler karena di kendalikan oleh asas kapitalisme dan sekulerisme. 

Islam adalah Agama rahmatan lil'alamin. Yang hadir di tengah-tengah manusia yang tadinya akalnya rendah menjadi tinggi. Islam mengembalikan manusia kepada fitrahnya manusia sebagai manusia yang sesungguhnya. Dan Islam hadir untuk memuliakan manusia. 

Negara dalam Islam hadir sebagai perisai bagi rakyatnya. Negara akan menerapkan sistem kehidupan Islam secara paripurna dan bertanggung jawab atas rakyat yang di pimpinnya. Negara akan mengembalikan dan melindungi jati diri generasi. Mengedukasi dan memahamkan kepada generasi bahwa jati diri mereka sesungguhnya adalah Muslim dan mu'min, islam dan beriman kepada Allah. Sehingga ketika mereka ditimpa ujian hidup tak akan mudah untuk menyerah. Generasi akan memahami bahwa di balik kesulitan itu ada kemudahan. Negara akan membentuk mindset berfikir di tengah-tengah masyarakat, bahwa dorongan kebahagian dalam Islam adalah Ridha Allah. 

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan orang tua untuk melindungi dan menjaga kesehatan mental remaja di rumah.

Pertama, bangun komunikasi dengan dorongan kasih sayang. Hindari komunikasi bergaya koersif seperti menekan, mencurigai, memaksa, dan investigasi kepada anak. Remaja akan menghindar dari orang tua ketika merasa dicurigai, diintimidasi, dan ditekan. Ini membuat mereka tidak punya tempat curhat di rumah dan kemudian kemungkinan besar salah memilih teman bergaul.

Kedua, batasi penggunaan media sosial dalam keluarga. Media sosial punya sisi negatif pada remaja. Sejumlah kasus depresi dan bunuh diri pada anak dan remaja dipicu bullying yang terjadi di dunia maya. Oleh karenanya, orang tua perlu membuat aturan penggunaannya, juga terlibat dalam media sosial yang dipakai oleh remaja.

Ketiga, menerima prestasi anak dengan bijak. Banyak remaja mengalami depresi menjelang ujian. Selain khawatir mendapat nilai buruk, mereka juga khawatir tidak dapat memenuhi keinginan orang tua. Tidak sedikit orang tua yang menekan anaknya untuk berprestasi, masuk sekolah atau PTN favorit, lalu bekerja di perusahaan bonafide. Keadaan ini membuat remaja semakin tertekan. Jepang dan Korea Selatan adalah contoh negara yang banyak remajanya bunuh diri akibat tekanan pendidikan yang begitu tinggi. Jadi, Ayah Bunda, bijaklah menyikapi prestasi anak. Cerdas itu tidak hanya dilihat dari prestasi akademik, tetapi juga dari kemampuan berorganisasi, bersosialisasi, kreatifitas seni, dan sebagainya.

Keempat, tanamkan sikap tawakal kepada Allah Taala. Rata-rata mereka yang depresi dan berlanjut bunuh diri karena merasa hidup sudah tidak punya harapan. Sikap itu datang karena tidak paham konsep tawakal yang benar dalam agama. Seorang muslim wajib mengimani bahwa manusia itu memang lemah. Sebaliknya, Allah satu-satunya yang Mahakuat, Maha Menentukan, dan tempat bersandar, serta menaruh harapan.

Apabila remaja punya pemahaman yang benar tentang makna tawakal, maka mereka akan paham bahwa dalam hidup tidak cukup hanya percaya kepada diri sendiri, tetapi juga wajib meyakini adanya takdir/qada Allah Taala. Dengan tawakal, remaja tidak akan berputus asa karena yakin bahwa kejadian dalam hidup ada yang telah ditentukan oleh Allah. Mereka akan belajar untuk ikhlas menerima segala takdir Allah Taala, bukan malah meratapi yang berujung depresi, kemudian bunuh diri. Wallahualam.

Penulis: Yulia Rahma (Aktivis Muslimah) 
Komentar

Tampilkan

Terkini