-->

Generasi Sadar Politik? Tanggung Jawab Bersama

08 Oktober, 2023, 12.55 WIB Last Updated 2023-10-08T05:55:30Z
FENOMENA pesta demokrasi sudah didepan mata. Sudah menjadi rahasia umum bahwa menjelang tahun pemilu pemerintah baik skala daerah maupun nasional menggalakkan sosialisasi tentang pemilihan umum (pemilu) yang menargopet para pemuda. Apalagi menurut survei data tahun 2022 pemilih kaum muda usia 17-39 tahun sekitar 60 persen. Bahkan, angka tersebut sering dihubung-hubungkan sebagai penentu kemenangan pada konstelasi politik di 2024.
 
Kepala Badan Kesbangpol Balikpapan, Sutadi mengatakan selain sosialisasi terhadap pemilih pemula juga sebagai bentuk pemberdayaan pemerintah kepada masyarakat dalam memberikan pendidikan politik tentang pentingnya menggunakan hak suara dalam pemilu. 

Namun  penulis berpandangan bahwa jika ini hanya terhenti pada pemilihan saja tapi tidak memberikan makna politik secara hakiki Sangat disayangkan karena selama ini, jikalau ada pemuda yang melek politik, mereka hanya memahami bahwa politik identik dengan kekuasaan semata. Kalaupun ada masalah, itu lahir dari kesalahan individu semata. Jika ingin menyelesaikan, tinggal memperbaiki individunya saja. Mengapa hal ini yang terjadi???

Pemuda dalam Pusaran Politik Sekuler

Karena Generasi muda saat ini banyak yang cuek dan buta politik, mereka lebih suka mager dan hura-hura. Sehingga mengharapkan mereka sadar politik dan menggunakan hak pilih jauh panggang dari api. Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain video game terbanyak ketiga di dunia. Laporan tersebut mencatat ada 94,5% pengguna internet berusia 16-64 tahun di Indonesia yang memainkan video game per Januari 2022,artinya generasi milenial menjadi gamers. 

Belum lagi serentetan permasalahan remaja seperti perundungan (bully), tawuran antara pelajar, narkoba, HIV-AIDS, Minuman keras, pergaulan seks bebas, LGBT dan seabrek permasalahan remaja ini menunjukkan bahwa mereka disibukkan dengan urusan pribadi mereka. Semakin rumit lagi karena mereka menyaksikan bahwa politik yang ada saat ini kotor, curang dan tidak transparan.

Sejalan dengan yang disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memprediksi kecurangan dan pelanggaran pada 2024 akan tetap ada dan tidak mungkin hilang. Salah satunya pelanggaran politisasi Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) akan menjadi pelanggaran yang berpotensi besar dilakukan.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Dikesempatan lain Menteri Polhukam Mahfud pernah memberikan statement membenarkan bahwa dimasa Orde Baru berkuasa, di mana sudah menjadi rahasia umum bahwa Pemilu kerap kali sudah diatur siapa pemenangnya dan partai apa mendapat berapa banyak suara. Sementara dalam lima kali Pemilu terakhir, Mahfud menyebut kecurangan terjadi antara rakyat dengan rakyat dan dilakukan oleh peserta Pemilu.

Mahfud mencontohkan modus kecurangan yang terjadi adalah peserta pemilu membayar orang tertentu di tempat pemungutan suara (TPS) untuk memalsukan hasil pemungutan suara yang diserahkan ke kelurahan, kecamatan dan seterusnya.

Menurut hasil penelitian bentuk kecurangan yang lain adalah kampanye hitam dan penggelembungan suara. Sehingga menurut Penulis memberikan edukasi kepada pemuda hanya jika menjelang pemilu tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Bahkan menurut data jumlah pemilih pemuda dari tahun ke tahun semakin menurun walaupun agenda sosialisasi  dilakukan bahkan sudah bertahun -tahun. Penyebabnya karena apa yang mereka dapatkan tidak sejalan dengan fakta pesta demokrasi yang disaksikan. Bahkan terlihat bahwa pemuda justru dimanfaatkan untuk melanggengkan demokrasi dan memperpanjang sistem kapitalisme sekular.

Mirisnya lagi ada yang beranggapan bahwa politik tidak ada hubungannya dengan moral. Padahal menurut penelitian kebijakan politik harus memperhatikan dimensi moral: apa dampak dari kebijakan politik terutama secara sosial, dan ekonomi. Begitu juga, seseorang yang terjun ke dunia politik seharusnya berlaku moralis. Kalau tidak, para politikus akan terjebak pada kepentingan pribadi, pencurian (korupsi) bahkan melegalkan hukum illegal. Dimensi moral berkaitan erat dengan “boleh atau tidak boleh”, jadi, tekanan moral adalah dimensi etika.

Bukankah Kejujuran (dimensi moral) adalah politik terbaik?

Jadi, jika moral dipisahkan dari politik, maka sudah bisa ditebak bahwa politik yang demikian jatuh dalam politik busuk: KKN, mengeluarkan kebijakan berdasarkan nafsu, uang, kesemena-menaan dan untuk mendukung kecurangan sang penguasa.

Karena itu, Penulis berpandangan bahwa jika ingin melibatkan pemuda dalam meraih kepemimpinan umat yang hakiki haruslah membina pemuda dari segi spiritualnya (moral) terlebih dahulu. Menyadarkan mereka keluar dari permasalahan individualis mereka sebagai pribadi yang berjiwa sosial baru kemudian mengajak mereka bicara politik.

Politik dalam Kacamata Islam

Dalam Islam sendiri politik bermakna riayah syu'uunil ummah (pengurusan urusan umat). Suatu aktivitas  yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak ada pemisahan antara politik dan moral, politik dengan agama, politik dengan ekonomi, politik dengan pendidikan, politik dengan kesehatan dan seterusnya dalam tatanan Negara politik memegang kendali utama. Sehingga menjadi kewajiban setiap individu masyarakat untuk menjadi generasi yang sadar politik.

Jika pemuda mampu melek politik seperti ini, kebenaran akan terpegang teguh sebagaimana Ashabulkahfi memegang kebenaran dan mempertahankannya. Oleh karena itu, pemuda tidak perlu takut berpolitik dan jangan cuek terhadap politik. Andai mereka mau berjuang untuk rakyat dengan memakai politik Islam, pemuda seperti Mush’ab bin Umair atau Ali bin Abi Thalib bisa saja lahir kembali. Yakni menjadi pemuda yang membina diri mereka menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa juga menjadikan dakwah sebagai bentuk cinta kepada bangsa dan Negara sehingga kelak perubahan hakiki bisa terwujud yakni kembali kepada penerapan Islam Kaffah (menyeluruh). Peran yang diharapkan dari pemuda dalam Islam adalah menjadi Teladan pemuda yang sadar politik.

Wallahu 'alam bisshowab.

Penulis: Nur Amal, S.Pd (Praktisi Pendidikan)
Komentar

Tampilkan

Terkini