MENINGKATNYA kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Kabupaten Berau menjadi perhatian khusus Wakil ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Berau, Syarifatul Syadiah.
Ia mengakui saat ini memang terjadi peningkatan HIV di Kabupaten Berau dibandingkan tahun lalu. Di mana pada tahun 2022, penyakit HIV mencapai 36 kasus sedangkan di tahun ini untuk semester pertama sudah mencapai 36 kasus. “Jadi bisa dibilang peningkatan begitu pesat dibandingkan tahun lalu,” katanya.
Karena itu, persoalan ini disebutnya harus menjadi perhatian khusus bersama stakeholder yang ada. Dalam hal mencari solusi agar bisa menekan penyebaran penyakit berbahaya tersebut di Bumi Batiwakkal. (Berau Post, Rabu, 30/8/2023)
Berdasarkan pemberitaan di atas, setidaknya ada empat hal yang bisa dianalisa : Pertama, kegagalan Pemerintah mewujudkan zero HIV. Pemerintah terbukti gagal menangani kasus HIV, hal ini terlihat dari meningkatnya angka HIV dibandingkan tahun lalu.
Kedua, kesalahan melihat sumber masalah sehingga solusi yang diberikan tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya. Logikanya, ketika ODHA meningkat maka upaya yang dilakukan adalah mencari akar masalahnya bukan justru terfokus hanya kepada pengobatan kemudian melupakan pencegahan.
Ibarat rumah bocor akibat hujan, bukan fokus membeli ember untuk menadah hujan tetapi mencari bagian atap rumah yang bocor. Kasus HIV pun demikian. Ketika banyak ditemukan ODHA di kalangan PSK, pelanggan lokalisasi, istri para pelanggan, dan bayi akibat ulah orang tuanya.
Maka negara sudah sepatutnya menutup tempat-tempat maksiat semisal lokalisasi, HTM, maupun tempat-tempat yang terindikasi ada pelayanan khusus dewasa.
Ketiga, HIV Aids ialah akibat dari gaya hidup sekuler liberal. Apa yang diharapkan dari sebuah aturan yang mengesampingkan Al Qur’an dan As Sunnah? Pada hakikatnya kehidupan sekuler liberal hanya mengagungkan kebebasan manusia tanpa aturan dari agama khususnya Islam. Walhasil hanya sakit dan derita yang dirasakan oleh umat.
Keempat, Islam memiliki solusi tuntas untuk permasalahan HIV Aids. Yakni, melalui langkah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Promotif, Islam menganjurkan seorang muslim untuk memelihara kehormatannya. Jika telah siap maka diperintahkan menikah sesuai dengan syariat Islam. Namun jika belum siap, maka Islam menyunnahkan berpuasa. Islam juga memiliki aturan pergaulan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Seperti larangan berkhalwat (berdua-duaan) maupun ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan). Sehingga setiap orang bisa memenuhi hak dan kewajibannya.
Preventif adalah pencegahan. Maknanya Islam memiliki metode yang dapat mencegah penyakit ini tidak menular ke yang lainnya. Islam mengharamkan zina ataupun narkoba dan sejenisnya yang merusak akal.
Oleh karena itu, Islam juga memberikan sanksi yang tegas bagi pelakunya. Yakni, berupa hukuman cambuk bagi pelaku zina belum menikah dan rajam bagi pelaku yang telah menikah. Negara pun memberantas sarana-sarana maksiat seperti lokalisasi, night club, diskotik, dan sejenisnya. Tidak akan ada sarana-sarana yang dapat dimanfaatkan untuk bermaksiat.
Kuratif, yaitu pengobatan. Dalam hal ini HIV/AIDS merupakan virus yang berbahaya. Sama halnya dengan virus ebola atau flu burung. Maka, untuk pengobatannya perlu dilakukan dengan hati-hati. Seperti melakukan karantina total. Memberikan pengobatan gratis, berkualitas, dan manusiawi. Semua tindakan ini dilakukan untuk pengobatan termasuk mencegah agar virus ini tidak menjalar ke mana-mana.
Rehabilitatif, dilakukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan keimanan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jika mereka tertular dari melakukan maksiat, maka harus bertobat dan mengubah diri menjadi lebih baik, taat syariat dan berharap husnul khatimah.
Bagi para korban yang tak bertanggung jawab, maka kesabaran lebih baik baginya. Dengan menganggap ini sebagai ujian, maka sakit itu akan menjadi pelebur dosa. Sesungguhnya Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kemampuannya.
Dengan demikian, Islam mampu mewujudkan zero ODHA. Namun, hal itu tidak akan bisa direalisasikan selama sekulerisme liberal masih berjaya sedang syariat Islam masih diopinikan bagian dari radikalisme. Untuk itu butuh perubahan total dan menyeluruh agar kemaksiatan hilang dan umat selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)