-->

Tradisi Kontes Kecantikan Menjadi Ajang Eksploitasi Perempuan

23 Agustus, 2023, 10.38 WIB Last Updated 2023-08-23T03:38:03Z
BELAKANGAN jagat maya dihebohkan dengan adanya kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh sebuah event besar internasional yang rutin setiap tahunnya mengadakan kegiatan bertajuk kecantikan. Hal ini banyak menyita perhatian berbagai kalangan pemerhati perempuan dan bahkan masyarakat secara umum. 
 
Seorang aktivis perempuan, Tunggal Pawestri, mengaku merasa marah dan kecewa mendengar laporan kasus ini. Menurutnya mustahil pihak penyelenggara tidak tau akan hal tersebut, sehingga sudah seharusnya ada langkah pertanggungjawaban yang dilakukan secara resmi. 
 
Maria Harfianti, pemenang Miss Indonesia 2015 dan runner up Miss World, mengatakan di masanya dulu memang ada body mass index-checking dan bukan body-checking yang sampai harus menanggalkan busana (bbc.com, 9/8/2023.
 
Kasus pelecehan seksual nyatanya tak semakin menurun secara jumlah maupun bentuknya. Justru semakin beragam dan menyasar ke semua gender. Bahkan laki-laki sekalipun juga saat ini menjadi korban dari pelecehan seksual. Dengan adanya perhatian terhadap penyelesaian kasus kekerasan seksual maka disahkanlah UU TPKS yang bahkan memiliki satgas khusus di berbagai elemen masyarakat. Namun mirisnya, justru kasus pelecehan ini terjadi pada ajang bergengsi internasional.
 
Nafas kapitalisme dalam industri kontes kecantikan

Secara historis, perhelatan Miss Universe pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan bikini asal Inggris pada tahun 1951. Meski sebelumnya sudah ada beberapa kontes serupa, namun skalanya masih masih nasional saja. Dan meski pada mulanya tidak rutin diselenggarakan setiap tahun, namun ternyata animo masyarakat tinggi sehingga menarik semakin banyak investor yang berpartisipasi dan selanjutnya juga menarik semakin banyak kontestan dari luar eropa dan amerika untuk ikut serta. 
 
Jelas bahwa ajang kontes kecantikan seperti apapun bentuk dan skalanya, sangat kental dengan unsur bisnis di dalamnya. Meski katanya yang ingin dinilai 3 aspek unggul dari wanita (3B), yaitu Beauty-Brain-Behaviour. Nyatanya hanya Beauty-Beauty-Beauty yang paling menonjol dipertaruhkan, itu pun dengan menghalalkan segala cara.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 
 
Beragam motivasi yang dimiliki para kontestan, mulai dari prestige, populatitas, jembatan karir, dan tentunya iming-iming hadiah yang tinggi sanggup menggadaikan kehormatan sekian banyak wanita dari berbagai dunia. Mereka rela membuka auratnya, berlenggak-lenggok ditonton jutaan pasang mata, serta menerapkan diet ketat dan ekstrem karena keperluan pengukuran fisik yang mutlak pasti dilakukan. Padahal ini justru bentuk perendahan martabat perempuan.
 
Sungguh begitu gamblang, kontes ini hanya ada karena sistem sekuler-kapitalisme yang menopangnya. Perempuan dinilai tinggi secara fisik, bukan intelektualitas apalagi ketakwaannya. Karenanya, kontes ini sangat tidak layak diteruskan apalagi didukung oleh pemerintah jika mereka menyadari pentingnya melindungi perempuan sebagai tonggak peradaban sebuah negara.
 
Perempuan dalam pandangan Islam

Perempuan pada hakikatnya adalah sebuah kehormatan dan simbol kemuliaan yang harus dijaga secara eksklusif. Mengapa? Karena memang seorang perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dan peran yang besar dalam mencerminkan nilai sebuah peradaban, bahkan eksistensi sebuah negeri.
 
Pelecehan seksual umumnya terjadi karena minimnya pemahaman seseorang akan batasan interaksi dalam kehidupan umum. Ditambah lagi tidak adanya aturan yang sifatnya pasti benar dalam mengatur kehidupan, karena aturan yang benar hanya bersumber dari Allah selaku pencipta manusia itu sendiri serta seluruh makhluk di semesta ini.
 
Aturan Islam sangat jelas memberi batasan akan bagian tubuh seseorang yang dibolehkan terlihat oleh orang lain, baik apakah itu bagian tubuh laki-laki maupun perempuan. Islam juga sangat jelas dalam menetapkan jenis hubungan interaksi yang boleh dan tidak dalam keseharian manusia. Karena fitrahnya manusia tentu memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam menilai mana keadaan yang baik dan yang buruk baginya, sehingga butuh aturan yang menyeluruh. Hal ini tentu saja bersumber dari Allah Tuhan Pencipta seluruh alam semesta, yang tak hanya menciptakan namun juga memberi aturan untuk setiap makhluk yang Dia ciptakan.
 
Laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom tidak diizinkan bertemu secara berduaan (khalwat) dan berkumpul dalam sebuah acara yang disitu terjadi interaksi antara laki-laki dan perempuan secara tidak terpisah. Bahkan setiap perempuan yang ingin keluar rumah untuk waktu lebih dari 24 jam, diwajibkan membawa serta mahromnya guna keamanan dan kehormatan dirinya.
 
Laki-laki diatur agar menutup auratnya mulai dari pusar hingga lutut. Sementara perempuan diwajibkan menutup auratnya saat keluar rumah dengan jilbab dan kerudung seperti yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an dalam surah Al Ahzab ayat 59 dan surah An Nur ayat 31. Dalam ayat ini juga diatur siapa saja yang boleh melihat aurat perempuan dan mana saja batasannya. Selain itu, tabarruj (menampakkan perhiasan yang berlebihan) dan berlenggak-lenggok di hadapan publik jelas dilarang dalam Islam, sebagaimana disampaikan Baginda Rasulullah saw.
 
Perempuan juga memiliki peran strategis dalam negara dan peradaban, yakni sebagai ibu pendidik generasi. Yang harus memiliki kecerdasan dan tsaqofah Islam guna mendukung kemampuannya dalam mendidik anak dan generasi tersebut. Bukan justru menjadikan dirinya dan tubuhnya sebagai objek komersial yang menarik perhatian orang asing yang ingin mengeksploitasi kecantikannya untuk dipertandingkan. Bagaimanapun juga setiap perempuan terlahir dengan fitrah kecantikan, keanggunan, dan keibuan. Sehingga untuk menampilkan kecerdasan dan wawasan seorang perempuan tidak perlu sampai membuka aurat dan menjadikan pelecehan itu sangat dekat dengan dirinya. Wallahu'alam.

Penulis: Fitri Eka Artika (Pemerhati Remaja dan Generasi)
Komentar

Tampilkan

Terkini