KEJADIAN berulang yang berujung tragedi tak pernah menemui solusi. Entah sudah ke berapa kali. Persoalan yang tak menemui titik henti, yang ada akan terus bertambah lagi dan lagi. Kabar duka itu lagi-lagi menghampiri. Seorang anak berusia 11 tahun di beritakan tenggelam dalam kolam bekas tambang.
Dikutip dari TribunKaltim.co, Nasib nahas menimpa Aldiansyah, bocah berusia 11 tahun itu dikabarkan tenggelam di sebuah lokasi wisata pada Minggu (25/6/2023) siang. Niat libur bersama keluarganya pun harus pupus lantaran Aldiansyah tenggelam di lokasi wisata yang berada di Desa Perjiwa, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Bocah laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) itu menghilang usai bermain air di sebuah wisata danau eks tambang.
Kordinator Lapangan SAR BPBD Kutai Kartanegara, Eko Surya Winata membenarkan kejadian ini. Ia menyebut, pihaknya mendapat laporan pukul 14.00 Wita. "Benar ada anak tenggelam di lokasi wisata yang berada di Desa Perjiwa. Info dari warga korban berenang di kasih pelampung tapi tidak mau," katanya.Berdasarkan informasi yang dihimpun, kedalaman pinggir danau yang menenggelamkan Aldiansyah memiliki jarak 7-8 meter. (25/06/2023)
Hal ini bukan kali pertama. Tragedi tenggelamnya seorang anak dalam lubang tambang sebelumnya sudah pernah terjadi. Malangnya si anak tidak bisa diselamatkan. Tragedi yang berujung hilangnya nyawa manusia tak pernah usai dan menemui solusi pasti. Yang terjadi korban terus bertambah, akibat dari keberadaan lubang yang tak direklamasi, bahkan dengan sengaja dijadikan sebagai tempat rekreasi.
Advokasi Jaringan Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mencatat lubang bekas tambang di Kalimantan Timur sudah banyak menelan korban jiwa. Berdasarkan laporan tahun 2021, 40 jiwa meninggal dunia akibat keberadaan lubang. Terhitung sejak 2011 hingga 2021, lubang tambang di Kalimantan Timur sudah 40 kali menelan korban. Berdasarkan data tersebut, Samarinda menjadi daerah terbanyak yang menyumbang kasus hilangnya nyawa di lubang bekas tambang. Dari 40 kasus yang ada, 23 di antaranya berasal dari ibu kota provinsi. (CNNIndonesia, 05/02/2022)
Selain itu, banyaknya lubang tambang yang tak di reklamasi menjadi salah satu faktor terjadinya hal serupa yang berulang. Pegiat lingkungan menyebut di Kaltim sendiri terdapat 1.735 lubang tambang dibiarkan menganga oleh perusahaan, meski mereka secara hukum wajib mereklamasi bekas galian setelah eksplorasi. Tapi sayang, yang terjadi lubang tambang justru dibiarkan menganga dan memakan banyak korban jiwa.
Persoalan lubang tambang yang memakan korban jiwa tak pernah ada habisnya. Kasus tenggelamnya manusia selalu bertambah angkanya. Hal ini tentu menjadi pertanyaan, kenapa lubang tambang tetap dibiarkan menganga sementara sudah memakan banyak korban jiwa.
Hal ini juga di perparah dengan disahkannya UU Minerba. Di mana menjadikan perusahaan tak punya kewajiban dalam menutup kembali lubang tambang. Revisi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) yang telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR pada 12 Mei 2020 memberikan kelonggaran bagi perusahaan tambang batu bara hingga berpotensi membuat lebih banyak lubang tambang tak direklamasi.
“Kalau dulu harus ditutup keseluruhan,” kata peneliti Publish What You Pay Indonesia (PWYPI), sebuah koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas, pertambangan dan sumber daya alam, Aryanto, dalam konferensi pers yang diusung Koalisi Masyarakat #bersihkanindonesia Rabu (13/5/2020).
Aryanto merujuk pada Pasal 99 yang direvisi dalam UU Minerba yang baru. Aryanto menjelaskan, bunyi pasal 99 yang sudah direvisi itu membuat perusahaan tidak wajib menutup seluruh lubang pascatambang. Perusahaan wajib menutup lubang seluas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dalam hal ini peraturan pemerintah (PP). “Bahasanya pasal 99-100 itu (dalam UU Minerba yang telah direvisi), lubang tambang itu ditutupnya berdasar presentase menurut peraturan perundang-undangan. Kalau dulu harus ditutup keseluruhan,” kata Aryanto. (Ekuatorial.com, 11/06/2020)
Hal ini tentu menjadi pertanyaan, langkah seperti apa yang diambil pemerintah dalam menangani kasus ini. Sedangkan jika melihat lebih dalam, pangkal masalah bukan hanya terdapat pada kurangnya pengawasan dari pihak pariwisata, tapi juga banyaknya lubang tambang yang terus menganga. UU Minerba bahkan turut andil. Lalu di mana solusi yang diharapakan, jika akar segala persoalan tak kunjung di habiskan.
Di samping itu, zat yang terkandung dalam kolam bekas tambang nyatanya berbahaya. Tapi sayangnya, hal ini minim perhatian, yang terjadi jutsru lubang tambang dimanfaatkan untuk pariwisata demi menggenjot Pendapat Asli Daerah (PAD). Tak hanya itu, lubang tambang juga berpotensi dijadikan sebagai sumber air bersih. Hal ini tentu mengkhawatirkan, sebab zat yang terkandung di dalamnya berbahaya bagi tubuh manusia.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Bagaimanapun pemanfaatan lubang tambang yang disulap menjadi obyek wisata sejatinya merupakan langkah yang salah dan membahayakan. Lubang bekas tambang berbahaya bukan hanya karena kedalamannya, tapi juga banyaknya lubang tambang yang tidak di pasang papan penanda. Pada akhirnya menjadikan masyarakat, khususnya anak-anak bebas bermain di dalamnya.
Hal ini tentu buah dari tidak tegasnya negara dalam menindaklanjuti dan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang menciptakan begitu banyak kerusakan. Lalu pada akhirnya yang menjadi korban adalah manusia dan lingkungan. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis, di mana pengelolaan sumber daya alam (SDA) sepenuhnya di serahkan kepada asing maupun swasta.
Negara tidak berperan sebagai pengawas dan pelindung bagi manusia dan lingkungan. Negara hanya berperan sebagai regulator yang memuluskan jalan bisnis para korporat. Lalu abai terhadap segala kerusakan. Prinsip kapitalisme di mana modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya, pada akhirnya memakan banyak korban jiwa. Termasuk dalam menyulap lubang tambang menjadi tempat pariwisata.
Padahal dalam UU diatur dengan jelas bagaimana perusahaan wajib menutup kembali lubang tambang yang di gali. Tapi sayang, pengesahan UU Minerba yang terbaru menjadikan kewajiban tersebut hilang, serta banyaknya lubang tambang berpotensi tak direklamasi, mengingat UU tersebut tidak mewajibkan sama sekali dan perusahaan bisa aman tanpa sanksi.
Lagi, negara hanya sebatas regulator yang mempermudah urusan para korporat. Padahal negara sejatinya bertugas sebagai periayah (pengurus) dan pelindung masyarakat. Tapi yang terjadi tidak demikian. Kebijakan yang dibuat tidak berpihak kepada rakyat tapi berpihak kepada korporat. UU Minerba menjadi bukti bagaimana negara abai akan hal ini, yang pada akhirnya menjadikan persoalan tenggelamnya manusia dalam lubang tambang menjadi masalah yang tak kunjung usai.
Salah dalam tata kelola SDA hanya akan memperburuk keadaan. Di mana akan berdampak bagi manusia dan lingkungan. Negara sejatinya tidak boleh abai, terlebih menyangkut nyawa manusia. Islam sendiri melarang keras melakukan suatu hal yang membahayakan, baik bagi lingkungan, lebih-lebih bagi manusia.
Maka, pengelola SDA yang serampangan tidak akan ditemukan dalam sistem Islam. Sebab, Islam sendiri mewajibkan negara menjadi perisai atau pelindung bagi rakyatnya. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).
Maka dari sini jelas, segala hal yang menghantarkan kepada marabahaya berusaha untuk dihilangkan. Maka tata kelola SDA dalam Islam berusaha meminimalisir bahaya. Agar tidak adanya lingkungan dan manusia yang menjadi korban.
Di samping itu pengelolaan SDA dalam Islam sepenuhnya di ambil alih oleh negara. Negara haram hukumnya memberikan pengelolaan sepenuhnya kepada pihak asing maupun swasta. Dalam Islam, negara wajib sebagai pengelola, lalu hasilnya dikembalikan kepada sebaik-baiknya kesejahteraan umat.
Maka, jika ditemukan adanya pengelolaan SDA yang illegal, negara segera bertindak tegas. Sebab pada dasarnya SDA merupakan kepemilikan umum, di mana asing maupun swasta tidak punya wewenang dalam mengelola apalagi mengambil alih kepemilikan sepenuhnya.
Di sisi lain, pariwisata dalam Islam dibentuk bukan hanya sebatas hiburan. Tapi menjadi tempat di mana Islam di syiarkan, dengan menyodorkan keindahan alam di mana merupakan bukti kemahabesaran Allah Swt. Pariwisata pun menjadi tempat untuk memperkenalkan budaya Islam yang cantik dan menawan.
Dan yang tak kalah penting adalah, bagaimana wisata yang dikelola ramah akan lingkungan serta tidak menjadikan rusaknya lingkungan sebagai objek wisata baru. Seperti yang terjadi di sistem hari ini. Islam berupaya menjadikan tempat wisata sebagai tempat aman bagi masyarakat untuk berkunjung. Bukan tempat yang mengundang tragedi, dan menghilangkan nyawa manusia berkali-kali tanpa adanya solusi.
Waallahu'alam
Penulis: Siti Munawarah, S.E (Aktivis Dakwah)