PERNIKAHAN BEDA AGAMA merupakan salah satu fenomena yang terjadi di Indonesia. Pro dan Kontra selalu mengiringi kejadian ini. Dan faktanya pernikahan beda agama biasa di lakukan sembunyi- sembunyi ataupun ada yang terang-terangan. Tetapi nikah beda agama masih menjadi polemik di negeri kita. Masyarakat masih menganggap pernikahan ini sesuatu yang tabu, apalagi juga jelas bagaimana ini adalah hal yang terlarang menurut norma hukum (Islam). Namun, seiring waktu dengan masuknya budaya barat (asing) , masyarakat mulai relatif longgar menyikapinya. Meskipun mayoritas masyarakat tidak menghendaki nikah beda agama, namun demikian, mereka menganggap fenomena nikah beda agama sebagai sesuatu yang wajar karena tuntutan zaman.
Semisal di Pengadilan Negara Jakarta Pusat yang menyatakan bahwa pengabulan permohonan pernikahan beda agama sepenuhnya bergantung pada kebijaksanaan hakim. Perwakilan Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jamaludin Samosir mengatakan bahwa pasangan beda agama memang bisa mendaftarkan pernikahannya di PN Jakarta Pusat dengan mengajukan permohonan izin nikah. PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pernikahan beda agama melalui putusan yang disebutkan bahwa calon mempelai laki-laki, JEA, adalah seorang Kristen dan calon mempelai wanita, SW, adalah seorang muslimah. Sebelumnya, PN Jakarta Selatan juga telah lebih dahulu mengabulkan permohonan izin nikah untuk pasangan beda agama.(Antarnews, Jakarta).
Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan mencatat ada empat pernikahan beda agama sepanjang 2022.Keterangan dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan menyebutkan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Dalam penjelasannya, disebutkan yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antarumat yang berbeda agama.
Inilah potret kehidupan kita sekarang ini, dimana pengaturan yang dibuat bertentangan dengan norma-norma agama yang seharusnya kita pegang erat untuk diperjuangkan. Sungguh miris dan timpang ketika hukum yang di buat manusia menjadi patokan untuk pengaturan kehidupan. Tetapi begitulah system kehidupan sekulerisme, sebuah system yang memisahkan urusan agama dan dunia. Dan system ini menganggap bahwa pernikahan adalah urusan dunia, karena dilakukan di dunia maka memang seharusnya manusialah yang mengatur bagainana urusan kehidupannya. Adalah hal yang wajar karena system ini melahirkan prinsip kebebasan yang akan berimplikasi terhadap kebolehan membuat undang-undang berdasarkan asas manfaat dan kepentingan walaupun sesaat.
Termasuk dalam perkara pernikahan beda agama. Islam sudah menjelaskan rambu-rambunya bagi mereka yang memgaku muslim, beriman kepada Allah dan RasulNya, karena akan menimbulkan banyak implikasi negatif di kemudian hari. Salah satu implikasinya adalah status anak yang dilahirkan melalui proses pernikahan yang tidak sah (karena larangan pernikahan beda agama) adalah adanya pengakuan bahwa anak tersebut adalah anak yang lahir di luar pernikahan yang sah. Maka konsekuensinya, anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya, tidak berhak atas nafkah dan pemeliharaan dari ayah, kemudian ayah juga tidak dapat menjadi wali nikah bagi anak perempuannya, dan tidak mempunyai hak untuk mendapatkan harta waris apabila tidak seagama dengan pewaris (dalam hal ini pewaris beragama Islam).
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Besarnya potensi pernikahan beda agama, mendorong diperlukannya peran negara. Negara memegang otoritas (being an authority) untuk mengatur kehidupan beragama. Adanya keterlibatan negara di dalam persoalan keagamaan masyarakat memang menjadi persoalan tersendiri dikarenakan di dalam konsep negara modern tidak dikenal adanya intervensi negara di dalam persoalan keagamaan masyarakat.
Dikabulkannya nikah beda agama (laki-laki non muslim dengan muslimah) menunjukkan pelanggaran terhadap hukum agama. Hal ini menjadikan Negara tidak berfungsi dalam menjaga tegaknya hukum dan melindungi rakyat untuk tetap dalam ketaatan kepada sang pencipta.
Sistem yang di emban negara saat ini menjadikan setiap kebijakan yang dikeluarkan harus menyesuaikan dengan keadaan dan nafsu manusia yang tidak ada batasnya. Pemisahan agama dari kehidupan menjadikan manusia bertindak semaunya tanpa perduli apakah itu bertentangan dengan syariat agamanya.
Dan ini semua sangat jauh berbeda dengan Islam dalam mengatur kehidupan manusia, baik dalam beragama (ibadah) atau dalam kehidupan social masyarakat lainnya. Aturan Islam memang sudah sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri , termasuk dalam masalah pernikahan.
Dalam Islam pernikahan adalah ibadah sepanjang hidup selama dilakukan dan dijalankan sesuai dengan syariat, dengan tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan adalah melaksanakan perintah Allah. Dengan melaksanakan perintah Allah, maka umat Muslim akan mendapatkan pahala sekaligus kebahagiaan. Kebahagiaan ini menyangkut semua hal termasuk rezeki, sehingga bagi Umat Muslim yang sudah menikah tak perlu khawatir tentang rezeki. Hal ini terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat 32, "Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui". (QS. An-Nur :32).
Selain dari itu pernikahan juga di anjurkan dalam sunah Nabi SAW dan menjadi menyempurna agama,serta masih banyak lagi kebaikan-kebaikan di dalamnya. Islam mengatur tentang siapa saja yang boleh dinikahi,dan mengharamkan nikah beda agama hal itu didasarkan pada penegasan Allah SWT yang artinya: ‘Janganlah kamu nikahi wanita musyrik, hingga mereka beriman.. dan janganlah kamu nikahkan orang (pria) musyrik (dengan wanita beriman), hingga mereka beriman’ (QS al-Baqarah: 221).
Tegas, ayat ini melarang kaum Muslim menikahi wanita musyrik, begitu juga wanita Muslimah menikahi pria musyrik. Pernikaha beda agama adalah hal yang tidak dapat dibenarkan berdasarkan Undang-Undang Pernikahan maupun Kompilasi Hukum Islam. Maka sudah saatnya kaum muslim saat ini mempelajari Islam secara menyeluruh dan sempurna agar terwujud Islam sebagai Rahmatan Lil’alamin.
Wallahu alam bisshowwab
Penulis: Halimatus Sa'diah, S.Pd (Pendidik dan Muslimah Peduli Generasi Muda)