-->

Mewaspadai Pengembangan Pariwisata Lewat Pelestarian Budaya

18 Juli, 2023, 19.54 WIB Last Updated 2023-07-18T12:56:39Z
SETELAH RESMI disahkan pada tahun 2022 lalu, penyebarluasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10/2022 tentang Pemajuan Kebudayaan, langsung dilakukan oleh wakil Berau di DPRD Kaltim, Makmur HAPK. 

Dalam sosialisasi yang dilakukan akhir pekan kemarin di Pendopo Wisata Buah Labanan, Kampung Labanan Makmur, Makmur menyebut Bumi Batiwakkal –sebutan Kabupaten Berau– bukan hanya memiliki banyak objek wisata, namun juga kaya akan kebudayaan. 

Menurut bupati Berau periode 2005-2015 itu, penyebarluasan Perda Nomor 10/2022 ini juga untuk menumbuhkembangkan seni dan budaya yang ada. Pasalnya, Ia menginginkan seni dan budaya bukan hanya sebagai simbol suatu daerah saja. 

Sehingga dirinya juga tetap meminta kepada seluruh tokoh yang ada di setiap wilayah, untuk tetap terus menurunkan ilmu yang dimiliki kepada para penerus. 

Dengan adanya penyebarluasan Perda ini juga, Makmur berharap kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau juga berkomitmen untuk mengembangkan dan melindungi kebudayaan. Pasalnya, itu adalah salah satu hal yang patut dilakukan untuk menjaga setiap warisan.(Baca disini). 

Penting bagi masyarakat untuk mewaspadai ada apa di balik pengembangan pariwisata lewat pelestarian budaya yang sesungguhnya mampu melemahkan dan membuat rakyat lupa bahwa ada hal yang lebih urgent yakni SDA yang dijajah. 

Akhirnya masyarakat saat ini terlalu berharap bahwa  pariwisata lewat pengembangan budaya akan membuat  tercukupinya ekonomi sehingga mereka terpedaya dengan dosa karena kesyirikan dan kemaksiatan. 

Berbicara tentang pariwisata, sejatinya wisata sangat berhubungan dengan konsep pengetahuan dan pembelajaran. Ketika berkaca dari sejarah maka pariwisata merupakan perjalanan terbesar yang dilakukan pada awal Islam. 

Adapun tujuan  dari pariwisata sendiri asalnya adalah untuk mencari dan menyebarkan pengetahuan, untuk belajar ilmu pengetahuan dan merupakan cara seorang muslim untuk bertafakur atas segala ciptaan-Nya. Perintah untuk berwisata di muka bumi muncul pada beberapa tempat dalam Al-Qur’an. 

Tujuan besar lainnya adalah untuk syiar dan menunjukan keagungan Allah dan Rasul-Nya. Dalam Al-Qur’an penjelasan mengenai wisata atau perjalanan dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 9,"(Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri)." 

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Seharusnya pariwisata yang menjadi rekomendasi oleh umat  Islam adalah pariwisata yang berhubungan dengan spritualitas, berziarah, dan perkunjungan ke tempat-tempat bersejarah Islam, perkunjungan tentang kebesaran ciptaan Tuhan, seperti pemandangan alam, gunung berapi, danau dan sejenisnya. 

Islam memberikan perhatian terhadap segala jenis pariwisata, ketika  bertentangan dengan hukum syara' maka tidak boleh dilakukan sebagaimana yang bententangan dengan pelanggaran etika, dan moralitas Islam seperti misalnya; pariwisata pantai yang mengarah pada mempertontonkan pakaian minim dan lekuk badan, pariwisata pub atau cafe yang menjajakan minuman beralkohol yang kesemuanya itu diharamkan dalam Islam. 

Makna pariwisata dalam pandangan Islam bertolak belakang dengan pandangan sistem kapitalis sekuler.  Sistem ekonomi kapitalis sekuler menyebabkan pariwisata saat ini digalakkan secara jor-joran tidak lagi memikirkan halal dan haram bahkan sampai mengacu kepada perbuatan syirik dan menyekutukan Allah swt. 

Permasalahan nampak bagaimana saat ini pariwisata digalakkan dengan sedemikian rupa pemilik kebijakan pun terus berupaya bagaimana caranya agar pariwisata bisa meningkatkan pendapatan daerah. Permasalah yang terjadi di masyarakat tentu tidak boleh dibiarkan berkembang,  permasalahan ini harus dijawab oleh kaum muslim yang sadar akan adanya pergeseran pemahaman tentang pariwisata saat ini. Jika Kaum muslim ingin mengambil bagian penuh pada pengembangan pariwisata di daerahnya, maka sudah seharusnya memperhatikan hukum Syara' yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. 

Dalam bidang muamalah contohnya, umat Islam dalam berkehidupan harus selalu menghargai berbagai kearifan lokal yang tidak melanggar syariat Islam dan wajib meluruskannya manakala bertentangan dengan syariat Islam, sehingga kearifan lokal tetap harus tunduk kepada aturan Allah SWT, tidak sebaliknya. 

Hanya dengan sistem Islam maka pariwisata akan dijalankan dengan sebaik-baiknya, akidah umat akan terjaga dari perilaku syirik. Wallahua'lam

Penulis: Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat) 
Komentar

Tampilkan

Terkini