KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA telah menetapkan tiga perusahaan kelapa sawit sebagai tersangka dalam penyelidikan korupsi, atas dugaan pelanggaran dalam memperoleh izin ekspor pada saat pengiriman dibatasi.
Penyelidikan dilakukan setelah Mahkamah Agung bulan lalu menguatkan pengadilan yang lebih rendah untuk memenjarakan para eksekutif di perusahaan-perusahaan tersebut karena memanipulasi dokumen atau mengirim data-data palsu untuk mendapatkan izin ekspor.
Seorang pejabat senior kementerian perdagangan juga telah dipenjara dalam kasus penyalahgunaan kekuasaan. Bulan lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha mendenda tujuh perusahaan minyak goreng karena membatasi penjualan selama periode kelangkaan minyak goreng. (cnbcindonesia.com, 15/6/2023)
Penetapan 3 perusahaan kelapa sawit sebagai tersangka di bulan ini, padahal kasusnya sudah terjadi tahun lalu, menunjukkan lemahnya penegakkan hukum di negeri ini. Pun juga lemahnya pengawasan harta kekayaan para pejabat.
Inilah bukti pejabat di negeri kita tersandera para pengusaha, keadaan di mana ada kekuatan lain yang tersembunyi di balik para penguasa yang tampak di depan mata.
Padahal lahan adalah kepemilikan umum, tidak boleh(harom) dikuasai oleh individu maupun swasta. Dan negara lah sebagai satu-satunya pihak yang berhak menjadi pengelolanya, dengan ketentuan tata cara pengelolaan pun juga harus berdasarkan aturan Allah Sang Pencipta Manusia.
Aturan penyelidikan yang berbelit dan tumpang tindih di negeri ini, juga menjadi faktor pendukung sulitnya memberangus kriminal, seperti suap menyuap, korupsi dan lain sebagainya. Dan inilah buah dari aturan kehidupan yang menjauhkan dan meminggirkan peran agama.
Dan sangat berbeda jauh dengan aturan kehidupan islam, yang berasaskan agama, ketundukan kepada aturan Allah Sang Pencipta Manusia, islam sudah memiliki seperangkat aturan yang berkesinambungan dan aplikatif bagi manusia.
Terkait sistem penyelidikan, dalam aturan kehidupan/mabda Islam, terkait mengantisipasi kelangkaan kebutuhan karena penimbunan, monopoli atau hal lain, bisa cepat terdeteksi oleh Qadhi Muhtasib. Karena qadhi muhtasib yang merupakan bagian struktur negara, adalah pihak yang paling bertanggugjawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dapat membahayakan hak-hak jamaah. Dan ketika dalam pelaksanaan teknisnya, qadhi muhtasib di bantu syurthoh/kepolisian untuk menangkap, memberikan sanksi pelaku yang sudah membahayakan hak-hak jamaah, misal para penimbun komoditas suatu barang.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Tidak seperti di dalam sistem kehidupan saat ini, tidak ada pihak yang bisa secara tegas melindungi dan membela hak jamaah bila tercederai. Lembaga seperti YLKI pun tidak punya kuasa untuk menghentikan tindakan penimbunan, monopoli dan lain sebagainya.
Ketika dalam penyelidikan sudah menemukan adanya kecurangan dan keikutsertaan dari pejabat negara dalam masalah ini, masyarakat bisa mengadukan hal itu kepada Qadhi Mahzholim, sebagai pihak yang paling berhak untuk menyelesaikan persengketaan antara masyarakat dan negara.
Qadhi mahzolim bisa meminta mereka untuk melakukan pembuktian terbalik terhadap jumlah harta yang mereka miliki, seperti yang pernah dilakukan Umar Bin Khattab dalam mengecek dan menyelidiki harta para pejabatnya.
Dan ketika pejabat negara memberikan bukti, bahwa harta yang dia miliki bukanlah karena suap dan lain sebagainya, maka qadhi akan menilai bukti itu sah atau tidak, ditinjau dari adanya 4 hal, yakni :
1. Kesaksian (syahadah) dari pihak lain
2. Sumpah (orang tersebut diminta bersumpah)
3. Pengakuan (al-iqrar) dari orang tersebut, dan
4. Dokumen tertulis
Pemberian lahan kelapa sawit kepada para pengusaha, adalah hal yang bertolak belakang dari prinsip kepemilikan harta yang sudah islam tetapkan.
Sebuah Hadits riwayat Ibnu Abbas menerangkan, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda "Kaum muslimin bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal: air, padang, dan api". (HR. Abu Dawud).
Hal ini menegaskan padang atau lahan adalah kepemilikan umum, sehingga terlarang dimiliki individu maupun swasta, dan wajib dikelola oleh negara.
Negara yang berlandaskan aturan-aturan Allah, pasti tidak akan memberikan penguasaan lahan kepada swasta maupun individu, karena itu merupakan dosa besar di sisi Allah, dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Keadaan carut marut negeri ini sungguh memerlukan solusi hakiki, solusi yang menuntaskan hingga akar. Dan tidak ada solusi selain solusi islam yang komperhensif, bukan solusi islam yang parsial.
Dan hanya karena dorongan keimanan yang harus kita jadikan acuan, bukan karena dorongan manfaat secara material, ketika kita mengambil aturan islam yang komperhensif itu, karena itu adalah aturan dari Allah, dan kita sebagai hamba-NYA, harus mau rela tunduk kepada semua aturan-aturanNYA.
Wallahu'alam bisshowwab
Penulis: Lisa Oka Rina (Pemerhati Kebijakan Publik)