PADA PERIODE 2022-2023, jumlah perceraian di Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim) meningkat. Dalam setiap tahunnya, terus terjadi penambahan jumlah perceraian. Jumlah yang menjanda mengalami kenaikan.
Dari data Pengadilan Agama (PA) Sangatta, jumlah perceraian di Kutim pada tahun 2022 sebanyak 548 kasus. Ini yang sudah diputuskan. Sedangkan yang masih tersisa berjumlah 38 kasus. Rata-rata jumlah perceraian dalam perbulannya ialah 42 kasus. Dengan rincian, pada bulan Januari 35 kasus, Februari 36 kasus, Maret 42 kasus, April 44 kasus, Mei 31 kasus, Juni 55 kasus, Juli 56 kasus, Agustus 58 kasus, September 51 kasus, Oktober 43 kasus, November 48 kasus, Desember 49 kasus.
Adapun penyebab perceraian ialah 2 kasus karena mabuk, madat 2 kasus, meninggalkan salah satu pihak 74 kasus, dipenjara 11 kasus, KDRT 6 kasus, cacat badan 1 kasus, perselisihan 442 kasus, murtad 4 kasus, ekonomi 6 kasus. Sedangkan pada tahun 2023, per Mei jalan Juni 2023 sudah merangkak ke angka 316 kasus. Dengan jumlah rata-rata ialah sebanyak 53 kasus perbulan.
Pada Januari 52 kasus, Februari 63 kasus, Maret 95 kasus, April 55 kasus, Mei 21 kasus, Juni 30 kasus. Dengan faktor penyebab madat dan judi masing-masing 2 kasus, meninggalkan sepihak 22 kasus, penjara 9 kasus, poligami 1 kasus, KDRT 6 kasus, perselisihan 265 kasus, murtad 1 kasus, dan ekonomi 8 kasus. (Viralkatim.co, 3/7/2023)
Kasus perceraian di negeri ini setiap tahunnya selalu meningkat. Apalagi di saat wabah corona melanda. Di saat perekonomian negeri ini sedang kacau balau. Kasus perceraian naik signifikan mencapai ribuan kasus terutama di pulau Jawa.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Sistem sekulerisme yaitu sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan menyumbang dampak terhadap kasus perceraian. Lemahnya pemahaman masyarakat akan arti pernikahan sesungguhnya sehingga banyak pernikahan yang tak dilandasi agama. Akibatnya, antara suami istri tak memahami hak dan kewajiban mereka. Landasan pernikahan mereka hanyalah hawa nafsu belaka.
Sementara itu peranan negara sebagai pelindung dan pemenuh kebutuhan masyarakat pun tak bisa berbuat maksimal. Banyak peranan yang seharusnya diurus negara, diambil alih pihak swasta dan dijadikan ladang bisnis. Rakyat semakin tertekan dari segala aspek kehidupan. Tentunya akan berdampak pada keharmonisan rumah tangga.
Demikian lemahnya ikatan suatu pernikahan di era kapitalis saat ini. Di mana pernikahan akan mudah karam dengan alasan-alasan yang sepele. Padahal masalah itu masih bisa diusahakan penyelesaiannya.
Islam memandang perceraian bukan hal haram. Sesuatu yang dibolehkan Allah Swt namun Allah membencinya sehingga dibutuhkan komitmen yang kuat yaitu menikah karena untuk beribadah kepada Allah Swt. Dalam Islam pernikahan adalah ibadah yang panjang. Dibutuhkan kekuatan iman yang kuat dari suami maupun istri. Kemampuan suami dan istri dalam menjalankan kewajiban masing-masing.
Sementara itu Daulah sebagai pelindung umat akan memastikan pemahaman umatnya tentang pernikahan sesuai dengan syariat. Negara akan meminimalisir hal-hal yang bisa merusak suatu pernikahan. Kesejahteraan dan ilmu agama akan menjadi perioritas khalifah dalam memimpin agama.
Islam akan benar-benar menjadi rahmatan lil allamin jika diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Baik bernegara, bermasyarakat maupun berkeluarga. Keluarga yang sakinah mawadah dan warrohmah adalah impian dari setiap muslim dalam berumah tangga.
Wallahu allam beshowab.
Penulis: Katmiasih (Pemerhati Sosial)