Ketika pemerintah mengakui Rumoh Geudong sebagai bukti pelanggaran HAM berat di Aceh dan akan menyelesaikannya, saya berpikir ini suatu bentuk langkah positif yang dilakukan pemerintah, akan tetapi jika penyelesaiannya dengan menghilangkan bukti sejarah dari Rumoh Geudong sangatlah tidak tepat. Hendaknya Rumoh Geudong yang menyisakan puing - puing pembakaran tempo dulu dibangun replikanya dan dijadikan museum Rumoh Geudong. Dimana - mana kita lihat sejarah itu tidak boleh dilupakan, dilupakan saja tidak boleh apalagi menghilangkan bukti sejarahnya jelas itu sangat tidak boleh.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Semestinya penyelesaian HAM berat ini diharapkan tidak menimbulkan polemik baru, namun langkah yg di tempuh pemerintah dengan mengalih fungsikan lahan bekas Rumoh Geudong menjadi mesjid justru menuai kecaman.
Apa yang disampaikan oleh PJ Bupati Pidie tentunya tidak seburuk itu, tidaklah semata-mata jika replika rumoh Geudong dibangun akan menjadi timbulnya rasa dendam dikemudian hari. Yang perlu dilakukan adalah agar senantiasa mengingatkan kebaikan kepada sesama rakyat aceh, tidak perlu ada dendam, cukup kontak senjata dimasa lalu, tidak perlu lagi terulang kembali. Harusnya PJ bupati Pidie tidak terlalu berpikiran negatif.
Hendaknya pemerintah juga lebih memperhatikan situs atau lokasi bersejarah lainnya agar generasi selanjutnya bisa tau dan memahami sejarah - sejarah yang ada, tidak hanya sekedar mendengar cerita tapi bisa langsung melihat benda peninggalan sejarah tersebut.
Belum terlambat bagi pemerintah untuk merevisi rencana tersebut, dengan membangun replika rumoh Geudong dan menjadikan nya museum sebagai objek sejarah di kabupaten Pidie.
Penulis : Willi Rahmadani
Mahasiswa Universitas Samudra