Ilustrasi meriam buluh. | Foto: Ist.
Mestinya Jaksa menahan mantan Bupati Mursil dan dua koleganya agar semua setara di hadapan hukum; tidak bermakna ganda.
KASUS mantan Bupati Mursil, tersangka korupsi pengalihan lahan hak guna usaha (HGU) di Aceh Tamiang— merugikan keuangan negara sekitar Rp6,4 miliar—kini memasuki babak baru.
Rabu 3 Mei 2023, Mursil mulai diperiksa sebagai tersangka di Kejaksaan Tinggi Aceh. Dia tidak ditahan meski LSM Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) “berteriak” meminta Kejati memenjarakan Mursil dan dua koleganya.
Dua LSM antikorupsi paling berpengaruh di Aceh ini khawatir ketiga tersangka memberangus barang bukti dan melarikan diri. Tapi jaksa bergeming, Mursil dan dua koleganya, T Yusni dan T Rusli, tetap melenggang bebas. Mereka layaknya warga negara kelas istimewa di mata hukum.
Padahal, di awal viralnya pemberitaan Mursil Cs sebagai tersangka, ia sempat garang dan mengancam akan melaporkan kasus pencemaran nama baik ke Mapolda Aceh. Mursil keberatan karena jaksa merilis penetapan namanya sebagai tersangka ke media sementara ia belum menerima surat resmi dari penyidik.
Saat itu Mursil memang tak khusus menyebut siapa yang akan dilaporkannya; media yang mem-blow up beritanya, atau kejaksaan yang mengumbar nama Mursil ke media.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Beberapa hari setelah itu, alih-alih melapor, mantan Kepala BPN Aceh Tamiang 2009 dan juga Bupati Aceh Tamiang 2017-2022 ini malah melakukan aksi diam. Sejumlah media yang ingin membuka komunikasi untuk menerapkan prinsip check and balances, tak pernah dilayani. Mursil menutup diri, begitu juga dua koleganya. Media pers hanya mendapatkan informasi satu arah dari Kejati Aceh.
Bupati Mursil Tersangka Dugaan Korupsi Penguasaan Lahan Negara
Aksi diam para tersangka ini dimaknai ganjil. Banyak pihak menduga Bupati Mursil Cs tengah membangun komunikasi rahasia agar kasusnya tak berlanjut, “didinginkan”, atau minimal ketiganya tak ditahan karena dianggap “super” kooperatif.
Memang, penetapan tersangka tersebut sempat membuat bekas penguasa Tamiang ini syok. Ia tak menduga bangkai lama itu terhidup hingga menguap ke ruang penyidikan.
Dorongan tenaga aliansi mahasiswa—beberapa kali mendemo kantor Kejati Aceh—dan gerakan senyap lain, merapuhkan pertahanan Mursil di kala ia tak bupati lagi. Mursil tak berkutik. Ia pun terancam menjadi pesakitan.
Sikap Mursil yang sempat “melawan” ini menyiratkan ia, sebagai mantan pejabat publik senior, tak dewasa dan picik. Mestinya Mursil berbesar hati, bukan bereaksi berlebihan. Percayakan pada sistem hukum yang menganut presumption of innocent (asas praduga tak bersalah).[KBA.ONENavigasi]