ADANYA dugaan bahwa masa berlaku Dana Otonomi Khusus (Otsus) pada Provinsi Aceh akan diperpanjang. Namun, wacananya pada tahun 2023 dana otonomi khusus Provinsi Aceh diperkirakan akan berkurang sebesar 50%. Sedangkan, pada tahun 2028 dana otonomi khusus tersebut akan dihilangkan. Oleh karena itu, banyak pihak dan masyarakat yang menuntut agar dana otonomi khusus di Provinsi Aceh agar dipertahankan oleh pemerintah pusat. Mengapa dana otonomi khusus di Provinsi Aceh harus dipertahankan?
Latar belakang diberikannya dana otonomi khusus oleh pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh yaitu disebabkan karena diberikannya status otonomi khusus kepada Provinsi Aceh. Sewaktu pemerintah pusat memberikan status otonomi khusus tersebut kepada Aceh, pemerintah pusat tidak membatasi masa berlakunya. Oleh karena itu, Aceh dianggap mendapatkan status otonomi khusus secara permanen, sama halnya dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kenyataannya, dalam Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2006 menyatakan bahwa pemerintah pusat membatasi akan masa berlaku dana otonomi khusus Aceh. Selama Aceh masih dalam status otonomi khusus, seharusnya Aceh tetap mendapatkan alokasi dana otonomi khusus tersebut.
Pada tahun 2001, Aceh mendapatkan status otonomi khusus untuk pertama kalinya. Dengan adanya status otonomi khusus tersebut, pemerintah pusat membentuk Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Setelah Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2001 tersebut berlaku selama 5 tahun, status otonomi khusus pada Aceh berubah. Perubahan tersebut yaitu mengalami perbaikan menjadi Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau disebut sebagai Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) lebih ditekankan secara jelas terkait status dana otonomi khusus, jumlah, dan masa berlakunya dimana dana tersebut menjadi salah satu sumber pembiayaan dan sumber pendapatan Aceh. Menurut Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), Aceh memperoleh dana otonomi khusus selama 20 tahun yaitu dalam kurun waktu 2008 – 2028. Terdapat dua tahap dalam menyalurkan dana otonomi khusus yaitu pada tahap pertama selama 15 tahun dari kurun waktu 2008-2022 sebesar 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Pada tahap kedua selama 5 tahun dari kurun waktu 2023-2028 sebesar 1% dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.
Berdasarkan latar belakang tersebut, sudah semestinya bagi pemerintah pusat untuk mempertahankan dana otonomi khusus untuk Aceh. Bahkan sudah sewajarnya dana otonomi khusus tersebut ditetapkan permanen. Hal itu dikarenakan ketika pemerintah pusat memberikan status otonomi khusus kepada Aceh, maka secara tidak langsung di dalamnya juga termasuk dana otonomi khusus. Status otonomi khusus dan dana otonomi khusus merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Selama Aceh masih berstatus sebagai daerah dengan otonomi khusus, maka selama itu juga dana otonomi khusus harus tetap ada. Jadi, masa pembatasan masa berlaku dana otonomi khusus sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Latar belakang sejarah munculnya dana otonomi khusus yaitu berasal dari resolusi akan konflik yang pernah terjadi di Aceh. Sudah semestinya pemerintah pusat memperpanjang masa berlaku dana otonomi khusus bagi daerah-daerah khusus di Indonesia, salah satunya yaitu pada Provinsi Aceh. Dana otonomi khusus tersebut dapat menjadi “politik jalan tengah” untuk meredam politik-politik yang terjadi di Aceh. Maka, memperpanjang masa berlaku dana otonomi khusus merupakan sebuah pilihan yang tepat untuk mempertimbangkan politik dan lebih mengedepankan persatuan bangsa.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonomi khusus yang mendapatkan dana otonomi khusus, sama seperti halnya di Aceh. Dana otonomi khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak mempunyai batasan waktu berlaku. Hal itu berarti bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendapatkan dana otonomi khusus secara permanen, seharusnya Provinsi Aceh juga mendapatkan hak tersebut dengan sama. Tidak semestinya pemerintah pusat melakukan diskriminasi antara daerah otonomi khusus pada Jawa dan luar Jawa. Setiap daerah otonomi khusus sudah seharusnya memiliki status dan kedudukan yang sama.
Namun, terkadang di lain sisi terdapat beberapa pihak yang menganggap bahwa dana otonomi khusus tidak diperlukan kembali untuk diperpanjang. Hal tersebut dikarenakan dana otonomi khusus Aceh dianggap tidak berhasil dalam mengurangi kemiskinan di Aceh. Aceh masih menjadi daerah termiskin di Pulau Sumatera dan menjadi daerah paling miskin ke-6 di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS), angka kemiskinan di Aceh mencapai 15,32 persen. Hal tersebut menandakan bahwa dana otonomi khusus gagal dalam mensejahterakan masyarakat Aceh.
Gagalnya dana otonomi khusus dalam mensejahterakan rakyat Aceh disebabkan karena penyalahgunaan dana yang terjadi di Aceh. Hal tersebut dibuktikan pada tahun 2017, dua kepala daerah di Aceh yaitu Gubernur Aceh dan Bupati Kabupaten Bener Meriah tertangkap saat operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua kepala daerah tersebut terlibat kasus suap alokasi dana otonomi khusus untuk Kabupaten Bener Meriah. Di samping itu, dana otonomi khusus juga bermanfaat bagi Aceh. Kenyataannya, pada tahun 2008 ketika dana otonomi khusus untuk pertama kalinya diberlakukan, angka kemiskinan di Aceh yang tadinya 32 persen secara bertahap dan konsisten semakin menurun mendekati angka kemiskinan rata-rata nasional.
Anggaran belanja pemerintah pusat merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah di Indonesia. Telah dipelajari dalam mata kuliah makro ekonomi, bahwa pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pada kurun waktu tahun 2008 hingga tahun 2017, total dana otonomi khusus yang telah diberikan pemerintah pusat kepada Aceh yaitu sebesar 56,67 T. Pada tahun 2020 nantinya, dikabarkan bahwa Aceh akan menerima dana otonomi daerah sebesar 8 T. Dengan diberikannya dana otonomi khusus yang besar, diharapkan dana tersebut dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi Aceh secara signifikan sehingga dapat mengurangi kemiskinan yang terjadi.
Oleh karena itu, diperlukannya evaluasi secara menyeluruh dan tersistem terkait pengelolaan dana otonomi khusus Aceh, bukan dengan menghilangkan dana otonomi khusus tersebut. Pada hakikatnya, status daerah otonomi dan dana otonomi khusus merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dana otonomi khusus menjadi pertanda akan keistimewaan dan kekhususan Aceh. Selama Aceh masih berstatus sebagai daerah otonomi khusus, maka selama itulah Aceh masih mendapatkan dana otonomi khusus tersebut. Terkait implementasi dana otonomi khusus yang masih menuai berbagai permasalahan di lapangan, hal tersebut merupakan tanggung jawab kedua belah pihak yaitu pihak pemerintah Aceh dan pemerintah pusat. Kedua belah pihak tersebut diharapkan mampu membenahi proses penyerapan dan alokasi dana otonomi khusus agar berdampak positif pada peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyakarat Aceh seperti meningkatkan perekonomiannya dan mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh yang saat ini masih tinggi.
Sumber :
Saniarjuna, H. (2022, Desember 31). Mengapa Dana Otsus Aceh Perlu Dipertahankan. Retrieved from situs berita readers.id. (Baca disini)
Penulis: Della Puspita Rahayu (Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala)