Ketua KPK Firli Bahuri
LINTAS ATJEH | JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan bahwa modus korupsi yang banyak terjadi di DPRD saat ini adalah terkait pokok-pokok pikiran atau pokir yang menghasilkan program dana hibah.
Kemudian ditegaskan juga oleh Firli, KPK akan tangkap para anggota dewan jika ada yang melakukan korupsi.
Penegasan itu disampaikan langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri di depan Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD secara langsung di Hotel Rizt Charlton Mega Kuningan di Jakarta Selatan maupun virtual dalam acara Rapat Koordinasi Pimpinan Kementrian/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah dan Peluncuran Indikator MCP tahun 2023.
"Pesan saya kepada asosiasi DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, jangan ada lagi yang bermain-main dengan pokir itu. Saya setiap ke daerah pasti titipannya pokir. Uang ketok palu sudah enggak dengar lagi sekarang ya, tapi pokir masih ada," ujar Firli.
Disebutkan oleh Firli, saat ini pihaknya tidak lagi mendengar praktik korupsi uang ‘ketok palu’ ketika berkunjung ke daerah.
Uang ketok palu merupakan uang suap yang biasanya diberikan untuk pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun APBD Perubahan.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Saat ini, Firli mengaku lebih sering mendengar korupsi terjadi pada penitipan Pokok-Pokok Pikiran Anggota DPRD (Pokir). Pokir merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan untuk diperjuangkan dalam pembahasan Rancangan APBD.
Ia mencontohkan, dalam kasus Pokir, dana Rp 10 miliar yang dikucurkan akan dikembalikan 30 persen atau Rp 3 miliar kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi.
Firli meminta, korupsi modus pokir agar tidak terjadi lagi dengan alasan biaya politik mahal. Karena kata Firli, jika tertangkap KPK, maka tidak ada yang akan menolong.
"Jangankan nolongin pak, besuk aja enggak. Saya berapa kali, pimpinan KPK juga ekspose, rilis, tentang penanganan tersangka pak. Kalau itu tadi temannya pimpinan KPK, saat konferensi pers pak, ditegur aja enggak," kata Firli.
Dengan demikian, Firli kembali menegaskan agar para anggota dewan untuk tidak melakukan korupsi dengan modus pokir yang menghasilkan program dana hibah.
"Jadi tolong ini, tidak ada lagi yang bermain-main di pokir-pokir itu. Apalagi, dengan dana-dana hibah. Dana hibah yang katanya untuk masyarakat, ternyata kick back-nya sampai 40 persen. Jadi dari pokir, bentuk jadi pekerjaan, dapat dananya misalnya Rp 10 miliar, kalau 30 persen berarti Rp 3 miliar kembali kepadanya," pungkas Firli.[*/Red]
.