LAHIRNYA partai politik lokal di Aceh bukan serta merta, akan tetapi merupakan buah dari hasil perjanjian perdamaian antara antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 agustus 2005 di Helsinki Finlandia, Aceh diberikan kewenangan un ntuk mendirikan partai politik lokal.
Pemilu 2024 nanti merupakan pemilu yang keempat bagi partai lokal di Aceh. Tiga dekade pelaksanaan pemilu di Aceh (2009-2019), dapat di lihat eksitensi partai lokal yang mendominasi suara dan mendapatkan kursi terbanyak di lembaga legislatif dan eksekutif.
Pemilihan Umum legislatif tahun 2009, partai lokal (Partai Aceh) unggul dari partai-partai nasional dalam merebut kursi di DPRA, DPRK dan kursi kekuasaan Pemerintahan Aceh. Pada pemilu 2009, Partai Lokal yaitu Partai Aceh hampir menguasai separo kursi parleman di DPRA dan kabupaten/kota.
Begitu besar pengaruh partai lokal (Partai Aceh) diawal, namun diperiode pemilu selanjutnya perolehan kursi di DPRA pada Pemilu 2014 dan 2019, turun sangat dratis, biarpun masih saja tetap menguasai kursi parlemen secara mayoritas. Ini menandakan ada persoalan internal Partai Aceh, artinya di awal begitu besar kepercayaan rakyat Aceh pada Partai Aceh, namun periode selanjutnya, eksitensi Partai Aceh turun.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Salah satu penyebabnya adalah akibat masalah internal dan banyak kader serta rakyat kecewa pada elit yang tidak mampu merealisasikan janji-janji politik mereka, akhirnya para simpatisan meninggalkan Partai Aceh, pindah memilih partai nasional.
Menuju Pemilu 2024, eksistensi partai lokal di Aceh akan tetap relevan karena mereka memiliki basis dukungan yang kuat di daerah ini. Selain itu, partai lokal juga memiliki keunggulan dalam memahami karakteristik politik dan budaya lokal, sehingga mereka mampu berkomunikasi dengan masyarakat secara lebih efektif.
Sejak pemilu dan pilkada selama tiga periode, Partai Aceh (PA) mampu mendapatkan suara mayoritas, namun dalam tiga dekade tersebut terjadi penurunan suara pemilih yang sangat sinifikan, hilangnya kursi baik di DPRA, DPRK dan kekuasaan eksekutif di berbagai daerah. Ini diakibatkan telah terjadi konflik internal Partai Aceh dan banyak kader yang tidak mampu merealisasikan janji politik, sehingga pemilih/simpatisan kecewa, akhirnya pemilih memilih partai nasional.
Namun, partai lokal di Aceh juga dihadapkan dengan beberapa tantangan, seperti persaingan dengan partai politik nasional yang lebih besar dan kuat di tingkat nasional. Selain itu, partai lokal juga perlu terus memperkuat basis dukungan dan meningkatkan kualitas kaderisasi agar bisa bersaing dengan partai politik lain di tingkat nasional.
Untuk itu, partai lokal di Aceh perlu melakukan beberapa strategi, seperti meningkatkan promosi dan komunikasi dengan masyarakat melalui media sosial dan melakukan rekruitmen kader-kader yang berkualitas untuk memperkuat struktur partai. Selain itu, partai lokal juga perlu melakukan koalisi dengan partai politik lain yang sevisi untuk memperkuat posisi dan memenangkan Pemilu 2024 nanti.
Penulis: Amira Geubry Fhonna (Mahasiswi Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas UIN Ar-Raniry)