LINTAS ATJEH | JAKARTA - Pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah di Desa Sangso, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh dikabarkan dihalang-halangi oleh sekelompok orang.
Menanggapi hal tersebut Lembaga Bantuan Hukum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan prihatin. "Kami mengelus dada, prihatin, kenapa kejadian seperti ini terjadi di Aceh yang merupakan daerah dengan otonomi khusus untuk melaksanakan syariat Islam, bukankah pembangunan masjid adalah wujud nyata pelaksanaan syariat Islam itu sendiri," kata Ketua LBH PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, 31 Oktober 2022.
Menurut dia, pendirian Masjid Taqwa telah sesuai dengan Qanun atau Peraturan Daerah Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.
Ketentuan tersebut telah menghapus syarat-syarat berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Pendirian Rumah Ibadah, khusus untuk pendirian masjid di Nangroe Aceh Darussalam. Berikutnya, Masjid Taqwa Muhammadiyah juga telah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).
"(Pendirian Masjid Taqwa) juga sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 terkait dengan jumlah pengguna masjid dan pendukung pendirian masjid," tambah Taufiq.
Oleh karena itu, LBH PP Muhammadiyah merasa prihatin atas terjadinya peristiwa kemunculan sekelompok orang yang tidak diketahui asal-usul organisasi, namun mengatasnamakan golongan mayoritas untuk menghalang-halangi, bahkan menghancurkan Masjid Taqwa Muhammadiyah yang sedang dalam pembangunan itu.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Padahal, warga Muhammadiyah di Kabupaten Bireuen, termasuk di Desa Sangso, bukan merupakan pendatang baru melainkan mereka telah tinggal di daerah tersebut sejak tahun 1930-an.
Taufiq mengatakan, pendirian masjid telah dijamin dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pasal tersebut menyebutkan bahwa negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.
Berikutnya, LBH PP Muhammadiyah selaku kuasa hukum warga Muhammadiyah Aceh menilai pendirian Masjid Taqwa merupakan bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana dijamin dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 22 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Lalu, Pasal 22 ayat (2) mengatur bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Oleh karena itu, Taufiq menyampaikan LBH PP Muhammadiyah menuntut sejumlah hal kepada negara di antaranya memberikan jaminan dan perlindungan hukum kepada warga Muhammadiyah di Desa Sangso terkait dengan pembangunan Masjid Taqwa.
"Kami menuntut negara menjaga keamanan pembangunan Masjid Taqwa sampai selesai serta menegur dan membina Penjabat Bupati Bireun agar mencabut status penangguhan pemberlakuan IMB Masjid Taqwa dan secara konsisten melaksanakan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Taufiq.
Berikutnya, tambah dia, melakukan penegakan hukum kepada kelompok-kelompok yang main hakim sendiri serta memberikan pemahaman kepada kelompok-kelompok masyarakat agar sadar terhadap kemajemukan dan perlunya sikap saling menghormati terhadap golongan-golongan lain.[Tempo]