Menurut Sukma, pembebasan lahan milik masyarakat untuk pembangunan jalan tol yang dibayar oleh negara dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bukan merupakan lahan pemilik pelaksana pembanguna jalan tol sehingga pelaksanaan pembangunan jalan tol itu tidak berhak menentukan siapa yang mengelola area tersebut.
"Tidak ada lagi hak pemilik tanah yang telah menerima ganti rugi dari pemerintah untuk mengelola lahan tersebut. Itu semua hak pemerintah, dalam artian Pemerintah Desa yang merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat," tegas Sukma kepada LintasAtjeh.com di Alue Canang, Sabtu (10/09/2022).
(Baca: Warga Alue Canang Geruduk Kantor Camat, Ada Apa Dengan Kapolsek Birem Bayeun?)
Ditambahkannya, pembebasan lahan yang telah dibeli (bayar) oleh negara tersebut tentu menjadi hak mutlak milik negara dan tidak bisa diklaim menjadi lahan milik pihak - pihak lain, termasuk pihak pelaksana yang dipercaya oleh negara untuk melaksanakan pembangunan jalan tol tersebut.
"Bila ada pihak lain diluar kewenangan negara mengklaim pembabasan lahan itu milik pelaksana, hal itu sudah menyalahi aturan. Pihak pelaksana berfungsi mengerjakan proyek pembangunan jalan tol dan pemerintah selaku pihak yang memiliki lahan setelah melakukan pembayaran ganti rugi kepada masyarakat. Jadi, yang perlu digarisbawahi dan dipahami bahwa Pemerintah Desa merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat," jelas aktivis yang aktif di organisasi kepemudaan itu.
Ia menjabarkan, timbulnya konflik atas pemanfaatan area pembangunan jalan tol antara masyarakat Gampong Alue Canang dengan mantan pemilik lahan yang juga merupakan Geuchik Paya Bujok Tunong, Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa tersebut harus dicari sumbernya mengapa mantan pemilik lahan itu bisa menguasai dan memanfaatkan area milik negara tersebut.
"Padahal Geuchik Paya Bujok Tunong itu sudah menerima ganti rugi lahan, jadi tidak ada hak lagi ia menguasai area tersebut dan itu sudah milik negara atau pemerintah. Jika ia masih menguasai bisa diduga yang bersangkutan telah melakukan tindakan pencurian barang milik negara," ungkapnya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
"Selain itu, masyarakat juga harus mendesak Geuchik Alur Canang mengapa mantan pemilik lahan bisa dibiar melalukan pemanenan TBS dilahan itu," imbuh Sukma.
Dikatakannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Pasal 104 ayat 1 menyebutkan bahwa objek pengadaan tanah yang telah diberikan ganti kerugian atau ganti kerugian yang telah dititipkan di pengadilan negeri atau yang telah dilaksanakan pelepasan hak objek pengadaan tanah hubungan hukum antara pihak yang berhak dan tanahnya hapus demi hukum.
"Berarti pemilik lahan yang telah menerima ganti rugi tersebut tidak memiliki hak lagi untuk menguasai atau mengelola lahan itu," kata Sukma.
Kemudian, pada pasal 138 yang berbunyi, dalam hal objek pembangunan untuk kepentingan umum dan proyek strategis nasional/non proyek strategis nasional seluruhnya merupakan tanah/aset instansi pemerintah/pemerintah daerah, badan usaha milik negara, bank tanah, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa yang diatasnya terdapat penguasaan pihak lain atau penggarapan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanganan dampak sosial kemasyarakatan.
"Semua itu ada aturan dan mekanismenya. Jadi tidak bisa sembarangan dalam hal pengelolaan maupun pemanfaatan lahan milik negara. Maka dari itu, persoalan yang telah terjadi di wilayah Gampong Alue Canang itu harus diselesaikan dengan acuan aturan yang berlaku," pungkas Sukma. [Sm]