LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Rencana Pj Walikota Banda Aceh membagi-bagikan 10 juta bendera merupakan program konyol yang jelas-jelas tak merakyat. Hal ini menunjukkan Pj Walikota tidak memahami betul apa yang dibutuhkan masyarakat kota, sehingga berani-beraninya mewacanakan program yang tak masuk akal sehat tersebut.
"Perlu dicatat oleh Pak Pj Walikota, jumlah penduduk Banda Aceh hanya sekitar 260 ribuan jiwa, dan jumlah rumah tangga hanya sekitar 65 ribuan. Lalu kalau dibagi bendera 10 juta bendera, mau dibagi kemana? Apa satu orang penduduk dibagi 40 lembar bendera? Mau dipasang kemana bendera tersebut? Kenapa tidak beli beras saja bagi-bagi ke penduduk sekalian. Ini jelas-jelas program konyol di tengah kegalauan Pj Walikota," tegas Gerakan Pro Rakyat Kota (GePRAK), Amirul Fazlan kepada media, Jum'at (05/08/2022).
Menurut Fazlan, saat ini Pj Walikota terlihat sedang galau untuk mencari formulasi program inovatif dan kerakyatan apa yang mesti dilaksanakan. "Program konyol seperti ini menunjukkan konseptor pembisik Walikota tak punya konsep dan hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, sehingga mereka lupa akan persoalan yang dibutuhkan masyarakat kota," ujarnya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTAS ATJEH.COM
Bayangkan saja, kata Fazlan, dari anggaran yang dialokasikan untuk mencetak 10 juta bendera berapa banyak UMKM dan rumah duafa yang bisa dibantu. "Jika harga 1 lembar bendera dalam skala besar Rp. 5.000,- saja, maka untuk mencetak 10 juta bendera bisa menyedot, Rp. 50 milyar, ok lah katakan ada diskon 40 % jadi uang yang tersedot untuk 10 juta bendera bisa mencapai Rp 30 milyar. Bayangkan jika itu dibantu UMKM, rumah duafa atau pembangunan mesjid berapa banyak bisa dibantu," paparnya.
Dia meminta Pj. Walikota Banda Aceh harus lebih realistis dalam menggunakan anggaran agar maksimal untuk rakyat. Apalagi kondisi keuangan daerah sedang belum stabil seperti saat ini. "Jangan sampai evaluasi 100 hari kerja oleh rakyat, dan evaluasi berkala 3 bulan oleh mendagri capaian program kerja Pj Walikota hanya bagi-bagi bendera. Jelas-jelas ini tidak inovatif dan tidak merakyat, bahkan bisa dikatakan Pj Walikota sedang galau hingga tak paham kondisi rakyat, sehingga dimanfaatkan pembiaik-pembisik yang budiman," katanya.
Dia mengingatkan Pj Walikota, bahwasanya pasca penandatanganan MoU Helsinki rakyat Aceh sudah kembali kepangkuan NKRI, apalagi masyarakat kota Banda Aceh yang memiliki kesadaran yang tinggi.
"Tanpa dibagikan Pj Walikota selama ini juga masyarakat kibarkan bendera merah putih setiap HUT RI. Ini menunjukkan Pj Walikota justru menghadirkan kesan bahwa dia masih meragukan nasionalisme masyarakat Banda Aceh selama ini," sebutnya.[*/Red]