BEBERAPA waktu terakhir, publik tengah digemparkan dengan fenomena Citayam Fashion Week. Ini merupakan tren fashion street kalangan remaja Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) yang biasa nongkrong di kawasan Jendral Sudirman, Jakarta. Saking viralnya, banyak artis, content creator, hingga pejabat yang penasaran pun turut menyambangi kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat.
Beberapa artis dan content creator yang turut meramaikan Citayam Fashion Week, yakni Paula Verhoeven dan Ria Ricis. Bahkan baru-baru ini Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun turut ke jalanan meramaikan tren Citayam Fashion Week. Baca ini.
Ingin eksis tetapi kantong tipis? CFW tempatnya. Selain sebagai sarana menunjukkan jati diri, CFW bisa dipakai sebagai lokasi rekreasi, bersantai sekaligus wadah nongkrong anak zaman now. Tak perlu pusing bersiap diri ikut audisi atau lomba ini itu, tak usah pula menyediakan budget khusus. CFW bagaikan oase bagi kaum milenial tak bercuan.
Pro kontra pun mengemuka atas fenomena ini. Bagi yang pro, CFW adalah ajang kebebasan kreatifitas kaum muda yang seharusnya diapresiasi dan didukung. Sedangkan bagi yang kontra, CFW adalah fenomena nirmutu, di tengah belitan masalah lainnya yang menjerat negeri ini sehingga lebih utama untuk dipikirkan dan diselesaikan segera.
Sebagai negeri yang mayoritas warga negaranya adalah muslim, wajar jika ada sebagian yang merasa resah dengan fenomena ini. Tak perlu lah harus lulusan pesantren atau sekolah berbasis Islam untuk memahaminya. Berpakaian sesukanya, aurat terbuka, berlenggak-lenggok seperti model, berdandan berlebihan, juga bercampur baur antara laki-laki dan perempuan merupakan hal-hal yang diharamkan dalam Islam. Yang semakin membuat miris, tawaran beasiswa melanjutkan sekolah ditolak oleh salah satu pesohor hasil melantai di CFW karena sudah merasakan betapa mudahnya meraup cuan dari ngonten. Belum lagi ada indikasi 'kaum pelangi' yang ikutan 'berlaga' di sana.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Demikianlah ketika sistem ambigu kapitalisme dijadikan basis aturan kehidupan. Sistem yang mendasarkan kebahagiaan pada dulangan cuan semata. Jadilah kaum muda yang semestinya bersiap diri menerima tongkat estafet pembangunan peradaban mulia,'ambruk' menjadi golongan yang hanya sibuk mengejar kenikmatan sesaat dengan melanggar batas halal-haram. Toh negeri ini bukan berdasar agama, selama ada manfaat dan tidak merugikan siapa pun kenapa musti dilarang, dan kalimat-kalimat lain yang semisalnya bak bunyi piringan hitam yang sudah sumbang suaranya karena diputar terus-menerus!
Islam tidak pernah melarang kaum muda untuk berkreasi dengan catatan tidak melanggar syariat. Bahkan Islam mendukung maksimal kepada siapa saja yang mampu menghasilkan sesuatu yang tak hanya meraih ridho Allah SWT tetapi juga bermanfaat bagi peradaban manusia. Sejarah mencatat, pemuda-pemuda Islam di masa kejayaan Islam dahulu adalah para pemuda yang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semuanya hanya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyalaahu 'anhu.
Di usia 8 tahun Ali masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi. Ia juga menjalankan syariat dan berjuang bersama Rasulullah ﷺ. Berbagai ancaman harus dihadapinya, bahkan terkadang nyawa menjadi taruhannya. Pemimpin besar seperti Muhammad al-Fatih, di usianya yang baru berusia 24 tahun, ia telah memimpin 250.000 pasukan menaklukkan benteng Konstantinopel, padahal benteng ini tak pernah bisa ditaklukkan oleh kaum muslimin selama ratusan tahun.
Keberhasilan para pemuda ini adalah buah dari pendidikan yang tentu dilakukan sejak mereka masih kanak-kanak. Dan keberhasilan ini hanya dimungkinkan terjadi secara massal ketika syariat Islam diterapkan secara total (menyeluruh) oleh sistem Islam dalam bingkai negara. Ketika pendidikan sistem Islam diterapkan, tak terhingga kemajuan dan keberhasilan mencetak para ulama, cendekiawan, politikus, ilmuwan, negarawan yang tak hanya menguasai keahlian di bidangnya, tetapi juga sekaligus para pejuang Islam yang senantiasa berjuang demi untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin.
Sebagai penutup, cukuplah Hadits Nabi SAW menjadi bahan renungan : “Dan barangsiapa bangun pada pagi hari tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia bukanlah termasuk golongan mereka (kaum muslimin).” (HR. ath-Thabari). Semoga kaum muda segera menyadari bahwa sistem kapitalisme tak selayaknya dijadikan pedoman hidup karena terbukti gagal melejitkan mereka menjadi individu-individu kaliber super mercusuar peradaban. Sudah saatnya mereka mengarahkan perjuangan hanya pada penegakkan sistem Islam dalam setiap aspek kehidupan. Wallahu'alam.
Penulis: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)