LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Munculnya nama AM dalam usulan DPR Aceh menjadi tanda tanya tentang komitmen DPRA terkait kriteria harapan rakyat Aceh yang pernah disampaikan. Dimana poin pertama dari kriteria harapan rakyat itu adalah orang Aceh.
"DPR Aceh pernah mengutarakan harapan rakyat bahwa kriteria calon Pj Gubernur Aceh itu salah satunya adalah orang Aceh atau putera Aceh, dan para ulama juga dalam tausiahnya mengusulkan kriteria Pj Gubernur adalah putera Aceh. Sementara faktanya begitu Mendagri memberikan kesempatan untuk mengusulkan nama calon Pj Gubernur versi DPRA justru diusulkan salah satunya adalah AM yang jelas-jelas bukan putera Aceh. Ini tentunya jadi tanda tanya publik, koq DPRA tiba-tiba tak konsisten?" ungkap Koordinator Solidaritas Angkatan Pemuda Aceh (SAPA) Irvan kepada media, Jum'at (24/06/2022).
Kendatipun AM, kata Irvan, pernah bertugas di Aceh, namun hanya satu tahun dan secara jelas tak memahami betul persoalan Aceh. "Disini kita bisa melihat, hampir tak ada kriteria awal yang dijaring DPRA dari masyarakat yang sesuai dengan nama AM untuk diusulkan sebagai Pj Gubernur Aceh versi DPRA. Hal ini seakan menunjukkan DPRA seperti sedang meludah ke atas, akhirnya terpercik muka sendiri. Sangat memilukan," ujarnya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Dia menambahkan, walaupun AM disebut-sebut merupakan salah satu pejabat yang pernah bertugas di Aceh dan disinyalir menjadi komisaris salah satu perusahaan galian C di Aceh Jaya, bukan berarti yang bersangkutan sudah memahami riil persoalan Aceh. "Cuma tugas satu tahun di Aceh, seakan-akan sudah menjadi orang Aceh dan paham persoalan Aceh. Ini sangat ambigu. Apakah ada titipan tertentu, itu patut diduga, karena simsalabin diusul diluar kriteria yang pernah disampaikan?" sebutnya.
Pihaknya berharap Presiden dengan segenap kebijaksanaannya untuk mengabaikan kandidat Pj Gubernur usulan DPRA karena tidak presentatif harapan rakyat Aceh. "Memang tidak diharuskan ada paripurna, namun sesama DPRA saja khabarnya berkedip mata, dan tak transparan apalagi dengan rakyat. Tentunya kita berharap Bapak Presiden Jokowi sebagai sosok yang lama tinggal di Aceh dan lebih paham dengan kondisi Aceh untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih bijaksana demi kemaslahatan rakyat Aceh. Jadi, tak ada kewajiban bapak presiden untuk harus mengikuti kehendak perwakilan DPRA, semua adalah hak perogratif presiden untuk kemaslahatan rakyatnya," tegasnya.
Menurutnya, jika kita lihat berapa lama presiden di Aceh dan berapa lama AM di Aceh, tentunya presiden Jokowi lebih paham tentang Aceh. "Jadi, semua keputusan itu ada di tangan presiden, dan sah-sah saja jika presiden tidak mengambil nama yang tidak diusulkan DPRA. Pihaknya berharap DPRA dapat menerima keputusan bijaksana presiden dengan lapang dada walaupun tak sesuai dengan nama yang dimandatkan presiden bukanlah orang yang direkomendasikan DPRA," tutupnya.[*/Red]