LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Lembaga Inovasi Indonesia Cabang Banda Aceh menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk "Percepatan Strategi Pengentasan Kemiskinan di Aceh, Sabtu (25/06/2022), dihadiri 30 peserta dengan narasumber dari Akademisi, Praktisi Sosial, dan Pengusaha Aceh di Aula Hotel Grand Bayu Hill, Aceh Tengah.
FGD diawali dengan pembukaan dari Ketua Panitia Andri Muazzam dan Pimpinan LII Banda Aceh T Muhammad Shandoya. Dilanjutkan dengan penyampaian oleh Keynote Speaker Bupati Aceh Tengah diwakili oleh Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Tengah. Diskusi dilaksanakan dengan khidmat hingga akhir acara.
Dalam pelaksanaan FGD ini ada 5 narasumber yang dihadirkan untuk menyampaikan ide dan tanggapan mereka. Pada materi pertama, disampaikan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Tengah, Drs. Amir Hamzah, MM.
Atas nama perwakilan pemerintah, ia menyampaikan informasi terkait "arah kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Aceh Tengah". Amir Hamzah mengemukakan ada beberapa desil kemiskinan di Aceh Tengah dalam paradigma pemerintah diantaranya belum cukup memenuhi prasarana rumah tangga berupa wc, penampungan air.
"Hal lain juga disebabkan oleh kejadian Covid-19, 2 tahun terakhir yang mengakibatkan turunnya daya beli karena masyarakat tidak punya pendapatan. Karena masyarakat Aceh Tengah yang notabene petani dan pekerja kopi. Saat kebijakan pemerintah melarang ekspor maka pendapatan pun terhambat," terangnya.
Dijelaskan juga, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sangat mengapresiasi komoditi kopi unggulan asal Gayo. Untuk saat ini, pemerintah tengah berusaha mendorong sektor ekonomi kreatif di Aceh Tengah.
"Karena ini merupakan bentuk intensifikasi sektor ekonomi untuk menyerap tenaga kerja dan menekan angka kemiskinan," pungkas Amir Hamzah di akhir diskusi.
Pada materi kedua, disampaikan oleh Dr. Taufiq Abdul Rahim, S.E., M.Si terkait "ketepatan program renstra tahunan aceh dalam mempercepat pengentasan kemiskinan".
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Selaku Akademisi dan Pengamat Ekonomi, Dr. Taufiq Abdul Rahim memberikan masukan bahwasanya pemerintah kini harus segera melakukan revisi kebijakan yang berpihak kepada masyarakat kecil yaitu dengan memberi stimulus anggaran ke sektor UMKM sebagai salah satu jawaban dari persoalan strategi pengentasan kemiskinan di Aceh yang harus diprioritaskan.
"Sangat disayangkan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) hanya berputar di lingkaran elite. Hal itu digambarkan dengan kondiai saat ini dimana pemerintah menjalankan program yang tidak dapat diukur keberhasilannya karena tidak punya blueprint yang jelas sehingga tidak menghasilkan progres apapun," jelasnya.
Sedangkan pada materi ketiga, disampaikan oleh seorang Pengusaha Kopi Aceh, Syukran Bintang terkait "peran pengusaha dalam menciptakan lapangan kerja dan melihat peluang usaha di masa mendatang". Selaku Praktisi, Syukron Bintang mengajak para anak muda Aceh Tengah untuk lebih kreatif lagi dalam mengembangkan usaha.
"Komiditi kopi kelas dunia yang berasal dari dataran tinggi Aceh Tengah memberikan peluang kopi Aceh untuk masuk ke dalam pasar global," tegasnya.
Pada materi keempat, disampaikan oleh Presiden Mahasiswa USK, Zawata Afnan terkait persoalan "Bagaimana rencana pembangunan Aceh 2023-2026: Akankah terciptanya Aceh Hebat?"
Zawata atas nama mahasiswa dan representatif kaum muda mengungkapkan bahwa Pemerintah Aceh sekarang telah gagal dalam berbagai hal untuk pembangunan Aceh. Ia dan kawan-kawan saat ini sangat berharap Pemerintah Aceh segera menuntaskan persoalan kemiskinan, dibuktikan dengan penurunan jumlah angka kemiskinan.
Atas nama BEM USK, Zawata mengungkapkan organisasi di bawah pimpinannya saat ini sedang mengkaji setiap variabel kegagalan rezim Pemerintahan Aceh era Nova sekarang. Saat ini timnya tengah membuat kajian untuk dijadikan naskah akademik bagi PJ. Gubernur Aceh, selanjutnya untuk membenahi problem sosial di Aceh.
"Dengan adanya kajian ini, BEM USK juga mengatakan terbuka untuk bermitra dengan rakyat dan pemerintah dalam menghadapi berbagai problematika sosial," ungkapnya.
Pada materi kelima, disampaikan oleh Direktut Pusat Lembaga Inovasi Indonesia, Zulfata, M.Ag terkait "konsep ekonomi kreatif sebagai inovasi bisnis saat ini". Ia mengemukakan bahwa sekarang waktunya para akademisi, politisi, mahasiswa dan berbagai elemen lain berhenti untuk saling menyalahkan.
Zulfata mengajak anak muda untuk menyalurkan ide yang bersifat konstruktif untuk membenahi problematika Aceh. "Sosiopreneur merupakan alternatif terbaik untuk mengentaskan kemiskinan, karena setiap elemen masyarakat bisa mengakses hal tersebut," pungkas Zulfata di akhir sesi.
Dengan terlaksananya FGD ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ide dan pemikiran bagi strategi pengentasan kemiskinan di Aceh, memperkuat dan mempertajam titik persoalan kemiskinan Aceh, sehingga pemerintah selaku eksekutorial dapat merancang program-program yang tepat untuk berkontribusi menekan angka kemiskinan nasional dan terutama khususnya di Aceh.
LII Banda Aceh menambahkan akan ada FGD berikutnya yang akan dilaksankan kedepannya, harapannya setelah FGD ini dilakukan Tim LII akan menyusun policy brief yang akan diberikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan membuat program.[*/Red]