Kajati dan Kepala BPKP Aceh saat memimpin ekpose kasus persertifikatan tanah dan pengadaan tanah untuk pembangunan Pasar Tradisional di Aceh Tamiang yang berlangsung di Ruang Rapat Kajati Rabu (03/11/2021).
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Pihak Kejaksaan Tinggi Aceh mengekspose perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pengadaan tanah yang dibeli dari pengusaha keturunan Tionghoa, bernama Suherli alias Asiong untuk pembangunan Pasar Tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.
Pengadaan tanah tersebut dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi yang dikepalai oleh Abdul Hadi, pada tahun anggaran (TA) 2014 lalu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh LintasAtjeh.com, ekspose/pemaparan hasil penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut berlangsung di Ruang Rapat Kajati Aceh, Rabu (03/11/2021) mulai pukul 12.00 WIB.
Terkait hal tersebut, Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal Hadi yang coba dikonfirmasi, hingga berita ini dipublikasikan belum ada jawaban.
Diketahui sebelumnya, perkara ini ditangani oleh pihak Kejari Aceh Tamiang dan kemudian diambil alih oleh Kejati Aceh pada akhir tahun 2020 kemarin.
Pengadaan tanah untuk pembangunan Pasar Tradisional yang berlokasi di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang tersebut diduga telah terjadi mark-up harga tanah sehingga perkara tersebut ditangani APH.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang, Wahyu Heri Purnama, yang dikonfirmasi Rabu 13 Januari 2021 lalu membenarkan telah terjadi perselisihan harga tanah saat pengadaan tanah untuk pembangunan Pasar Tradisional yang berlokasi di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda.
Dijelaskan oleh Wahyu bahwa pada tahun 2014 lalu, pihak Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tamiang melaksanakan pengadaan tanah untuk pembangunan pasar tradisional di Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda senilai Rp. 2,5 miliar.
Waktu itu, kata Wahyu, didapati sebidang tanah di daerah Bukit Rata dengan luas 10.000 M2 sehingga Pemkab Aceh Tamiang kemudian melaksanakan rapat musyawarah penetapan harga ganti rugi yang dihadiri pejabat terkait dan pemilik tanah yang kemudian menyepakati harga tanah.
Dan didasarkan Surat Keterangan Datok Penghulu Bukit Rata yang menerangkan bahwa tanah di dusun tersebut berkisar antara Rp.180.000- Rp. 260.000 per meter persegi.
"Namun berdasarkan NJOP, diketahui tanah di daerah Desa Bukit Rata, paling tinggi harganya sebesar Rp. 82.000 dan paling rendah Rp.14.000 per meter sehingga terdapat indikasi kerugian keuangan negara dalam pengadaan tanah tersebut," demikian disampaikan oleh Wahyu waktu itu.[*/Red]