KETIKA musim hujan telah tiba maka kita akan terus disuguhkan dengan berita-berita banjir salah satunya banjir yang menimpa saudara kita di Kalimantan barat, Penyebab banjir tersebut bukan hanya curah hujan tinggi. Tapi juga kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta maraknya konversi tutupan lahan.
Perubahan atau konversi lahan, menyebabkan jenis tutupan lahan berubah, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan daerah aliran sungai (DAS), sehingga hidrografi aliran pada DAS tersebut berubah menjadi tidak baik,” kata Ahli Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Henny Herawati di Pontianak.
Ia mengatakan, faktor lain yang menyebabkan banjir adalah terjadinya konversi tutupan lahan seiring bertambahnya jumlah penduduk dan keinginan melakukan konversi lahan menjadi lahan budidaya. Sehingga lahan dibuka untuk permukiman, lahan awalnya merupakan lahan tertutup atau kawasan hutan. Dibuka untuk lahan pertanian atau perkebunan. Baca disini
Sementara kejadian serupa juga dialami oleh warga daerah lain, bencana banjir bandang yang menerjang di wilayah Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, salah satu pemicunya adalah kerusakan kawasan hutan. Dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan reboisasi, termasuk nanti penetapan tata letak yang betul, dan harus dengan kajian lingkungan. (bukan hanya di bagian hulu) sebetulnya di bawah juga ada yang rusak, akumulasi. Tapi poinnya adalah bagaimana kita menumbuhkan kembali pohon tegakan. Baca disini
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Sejumlah kota yang mengalami banjir dikarenakan curah hujan yang tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh penggundulan hutan/deforestasi dengan adanya konvensi lahan yang menjadi pemicu banjir bandang di sejumlah wilayah. Perluasan perkebunan sawit secara besar-besaran hanya mementingkan nilai ekonomis, tanpa memandang dampaknya dari kerusakant tersebut. Pohon-pohon yang seharusnya berfungsi sebagai penyangga dari terjadinya erosi ataupun longsor kini beralih fungsi sehingga menghambat terjadinya sedementasi daerah aliran sungai (DAS).
Namun pada faktanya, pemerintah seolah bungkam dan malah memberikan izin kepada para pengusaha sawit untuk mengalih fungsikan lahan hutan. Hal ini bisa berlangsung terus-menerus karena adanya keuntungan materi yang didapatkan oleh negara, tanpa melihat dampak buruk dari kerusakan lingkungan tersebut. Belum lagi pengelolaan dan penyerahan lahan terhadap pihak swasta yang minim pengawasan dari pemerintah.
Parahnya lagi pihak korporasi dibiarkan mengeksploitasi lahan hutan, tanpa melihat fakta kerusakan yang terjadi akibat penggundulan hutan yang membawa malapetaka bukan hanya terjadi pada alam, tetapi juga terjadi pada kehidupan manusia. Bila melihat banjir bandang yang terjadi menutupi ribuan rumah, harta benda dan bahkan nyawa menjadi taruhannya, selain itu juga mencelakai hewan-hewan serta tumbuhan menjadi rusak. Hal ini dipicu karena ketamakan para pihak korporasi dan kaum birokrat yang hanya mementingkan keuntungan materi semata.
Hal ini akan terus-menerus terjadi bila masih menerapkan sistem kapitalis neoriberal. Akibatnya menjadi momok menakutkan yang dirasakan saat musim hujan melanda. Inilah buah akibat penerapan ideologi kapitalisasi yang membawa mudarat bagi seluruh umat manusia, kerusakan alam dimana-mana, banjir dan tanah longsor terjadi dikala hujan melanda, sungguh membuat hidup semakin ironis.
Jika disistem kapitalis-neo liberalis pengelolaan lahan diserahkan pada pihak swasta tentu hal ini berbeda dengan sistem Islam, yang mana dalam kebijakan Islam hal utama yang perlu dilakukan adalah dengan mengutamakan untuk menjaga lingkungan, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, berfirman :”Dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-Araf:56).
Oleh sebab itu, dalam negara Islam wajib mengatur seluruh lahan dan potensi yang ada untuk pembangunan sesuai dengan aturan-aturan Syari’at dengan memperhatikan karakteristik dari lahan itu sendiri. Sehingga dalam pembangunan kawasan hutan akan mengutamakan maslahat manusia secara keseluruhan, bukan hanya demi kepentingan segelintir pihak elit yang memiliki kekuasaan dan harta.
Sebab dalam syariat Islam mengatur sangat terperinci dengan mengkategorikan kepemilikan hutan menjadi kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara. Yang mana hasilnya diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu negara tidak boleh memberikan izin kepada pihak swasta untuk mengelolanya.
Sehingga dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka Allah akan melimpahkan Rahmat kepada negara yang menerapkan aturan Islam. Maka kini sudah saatnya kita kembali pada kehidupan Islam yang ternyata mampu memberikan dan menjamin kesejahteraan rakyat selama berabad-abad tahun lamanya. Wallahu A’lam Bishowabh.
Penulis: Nur Ida Sannu (Pemerhati Sosial)