Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden (Perpres) 83/2021. Sesuai dengan perpres yang berlaku mulai 9 September 2021 ini, penyelenggara pelayanan publik mensyaratkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP penerima layanan.
“Penyelenggara harus menyelesaikan pencantuman NIK dan/atau NPWP untuk setiap data penerima pelayanan publik yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak berlakunya peraturan presiden ini,” bunyi Pasal 12.
Penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagai penanda identitas setiap pemberian pelayanan publik di wilayah NKRI atas permohonan yang disampaikan. Selain itu, sebagai penanda identitas untuk setiap data penerima pelayanan publik yang statusnya masih aktif di wilayah NKRI.
Adapun penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Selain pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam pelayanan publik, ada pula bahasan terkait dengan restitusi pajak. Kemudian, ada bahasan tentang penyerahan rumah susun sederhana milik yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Ketentuan Pencantuman NIK dan NPWP
Dalam Pasal 4 ayat (1) Perpres 83/2021 disebutkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP dilakukan dengan 3 ketentuan.
Pertama, NIK sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP. Kedua, NIK dan NPWP sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang telah memiliki NPWP. Ketiga, NPWP sebagai penanda identitas bagi badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK.
Ketentuan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP dikecualikan untuk pemberian pelayanan publik kepada orang asing yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki NIK dan/atau NPWP. Simak ‘Ada Pengawasan Pencantuman NIK dan NPWP dalam Pelayanan Publik’. (DDTCNews)
Hanya 42,7% Permohonan Restitusi yang Dikabulkan
Ditjen Pajak (DJP) mencatat ada 126.749 permohonan restitusi yang diterima dari wajib pajak hingga Agustus 2021. Dari jumlah tersebut, hanya 42,7% atau sekitar 54.120 permohonan yang ditindaklanjuti DJP.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
"Dari jumlah tersebut hanya 42,7% yang diproses pencairannya. Sisanya tidak perlu diproses karena tidak memenuhi ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.
Secara nominal, restitusi yang telah dicairkan DJP hingga 30 Agustus 2021 tercatat mencapai Rp115,73 triliun. Nominal pencairan restitusi tersebut berasal dari 48.484 dokumen permohonan restitusi wajib pajak. Simak ‘DJP Terima 126.749 Permohonan Restitusi, Tak Sampai Separuh Diproses’. (DDTCNews)
Rusun Sederhana Bebas PPN
Rumah susun sederhana milik merupakan salah satu barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis. Atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Ketentuan ini ditegaskan dalam PMK 115/2021 yang merupakan pelaksanaan dari PP 48/2020.
Adapun perolehan unit hunian rumah susun sederhana milik dibiayai melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi. Rumah susun sederhana milik yang dibebaskan dari pengenaan PPN harus memenuhi beberapa ketentuan. Simak ‘Ingat, Rumah Susun yang Begini Bebas PPN’. (DDTCNews)
Pemerintah Waspadai Risiko Global
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Amerika Serikat (AS) saat ini tengah membahas perubahan batas utang karena angkanya terus meningkat dan ada risiko gagal bayar. Meski begitu, pemerintah akan tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Sri Mulyani juga mewaspadai kemungkinan tapering off kebijakan moneter bank sentral AS. Tapering off akan memicu kenaikan yield US Treasury sehingga pemerintah perlu menyiapkan strategi terkait dengan pembiayaan utang.
Risiko selanjutnya datang dari China karena perusahaan raksasa Evergrande yang terlilit utang hingga US$300 miliar dan terancam bangkrut. Namun, ia menegaskan pemerintah tidak akan lengah mengantisipasi setiap risiko global yang bermunculan.
"Sambil kita melihat dan menjaga pemulihan ekonomi domestik, kita tidak lengah terhadap perubahan global yang begitu dinamis,” ujar Sri mulyani. (DDTCNews/Kontan)
Kontribusi BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara pada tahun ini akan cenderung stagnan. Menurutnya, banyak BUMN yang terlibat dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk di dalamnya kebutuhan investasi.
Selama ini, kontribusi BUMN ada pada penerimaan pajak, dividen, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pada tahun lalu total kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara mencapai Rp375 triliun. Kontribusi pada pajak senilai Rp245 triliun, dividen Rp44 triliun, dan PNBP Rp86 triliun. (Bisnis Indonesia) (kaw).[DDTCNews]