LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Pemimpin Darud Donya Cut Putri menentang keras keinginan Kepala Ombudsman Aceh dan Pemko Banda Aceh, yang ingin membongkar makam para Raja dan Ulama yang terletak di area proyek IPAL di Gampong Pande Banda Aceh.
Rencana pembongkaran makam para Raja dan Ulama karena kawasan Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam berisi ribuan makam Para Raja dan Ulama serta situs bangunan Kerajaan Aceh itu, akan dijadikan pusat pembuangan tinja manusia.
Secara resmi Darud Donya telah menolak hal tersebut melalui suratnya kepada Kepala Ombudsman Aceh, Nomor 21/SP/V/2021 Tanggal 5 Mei 2021 Perihal Data dan Fakta IPAL Di Gampong Pande. Surat ini ditembuskan kepada Pimpinan Ombudsman RI di Jakarta, Menteri PUPR RI Cq. Dirjen Cipta Karya di Jakarta, Walikota Banda Aceh, Pimpinan DPRK Banda Aceh, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Aceh dan Keuchik Gampong Pande Banda Aceh.
Kepada media ini, Selasa (21/09/2021), Darud Donya tetap tegas meminta agar proyek IPAL dipindahkan dari Gampong Pande, dan meminta agar seluruh situs sejarah makam para Raja dan Ulama serta situs bangunan Kerajaan Aceh diselamatkan dan tidak dimusnahkan dengan alasan apapun.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Proyek IPAL di Gampong Pande adalah Proyek Nasional yang dibiayai oleh Pihak Asing melalui APBN dibawah Kementerian PUPR RI Jakarta, yang ditenggarai sebagai proyek yang akan memusnahkan bukti sejarah peradaban Islam di Aceh dan Asia Tenggara.
Parahnya, selain rencana pembongkaran makam Para Raja dan Ulama di proyek IPAL, Pejabat Pemko Banda Aceh bahkan menjelaskan telah membuat rencana pembongkaran makam-makam para Raja dan Ulama lainnya di berbagai tempat-tempat berbeda, di wilayah Kota Banda Aceh.
Hal ini tentu akan menimbulkan kemarahan besar Rakyat Aceh, dan bisa-bisa akan mengulang kembali sejarah pemicu terjadinya Prang Sabi di Aceh.
Pemimpin Darud Donya mengingatkan kembali akan sejarah Perang Sabi di Aceh yang turut dipicu oleh. pembongkaran makam-makam para Raja dan Ulama, yang dilakukan oleh Gubernur Militer Belanda di Aceh Karel Van Der Heijden (1878-1881).
Karel Van Der Heijden sangat membenci pasukan pejuang rakyat Aceh yang tangguh dan teguh memegang Islam. Karena kebenciannya, maka Karel Van Der Heijden membakar dan membongkar makam para Raja dan Ulama dengan membabi buta, untuk menghilangkan ghirah semangat Islam di Aceh.
Amarah rakyat Aceh malah semakin membara melihat makam indatunya dibongkar semena-mena. Akhirnya perang Aceh semakin menjadi-jadi, dikenal dengan Prang Sabi, Jihad Fii Sabilillah.
Ketika Van Der Heijden menyerang Samalanga di salah satu Benteng terkuat Benteng Kuta Batee Iliek, para ulama Aceh yang memiliki kemahiran menggunakan senjata, membaca Al Qur'an dan doa agar dapat menghabisi Van Der Heijden.
Dengan satu tembakan, Van Heijden terkena matanya dan menjadi buta, sehingga kemudian di Aceh dikenal dengan nama Raja Dajeu Buta Siblah (Raja Dajjal Buta Sebelah). Akibat matanya buta, Van Der Heijden dan pasukannya kalah kocar kacir dan melarikan diri dari Kuta Samalanga.
Dalam hikayat Aceh diceritakan kekejaman Karel Van Der Heijden atau Raja Dajeu Buta Siblah:
Raja Dajeu Buta Siblah abeh paleh Kaphe laknat Dum dipeuhabeh kubu raja ngon ulama (Raja Dajjal buta sebelah benar-benar jahat, Kafir Laknat menghancurkan kubur Raja dan Ulama)
Akhirnya Ulama Aceh Tengku Chik Pante Kulu membuat Hikayat Prang Sabi pada tahun 1881, yang semakin membakar semangat Rakyat Aceh melawan kaum penjajah.
Raja Dajeu Buta Siblah sangat dibenci di Aceh, juga dibuang oleh bangsanya sendiri di Belanda yang menuntut atas kejahatan perang yang dilakukannya membongkar makam Raja dan Ulama di Aceh.
Sampai sekarang pembongkaran makam Raja dan Ulama di Aceh tercatat sebagai kejahatan perang paling keji yang pernah dilakukan dalam sejarah penjajahan Belanda.
Menurut sejarah, Karel Van Der Heijden adalah anak haram yang lahir diluar pernikahan dan tidak pernah diakui siapapun. Dalam hidupnya Raja Dajeu Buta Siblah sangat membenci sejarah Aceh, karena itulah ia memusnahkan makam Raja dan Ulama Aceh.
Perusakan makam para Raja dan Ulama oleh Kafir Belanda telah memicu timbulnya Prang Sabi di Aceh. Perang Jihad Fii Sabilillah maha dahsyat, yang tercatat sebagai Perang Terpanjang dalam sejarah penjajahan yang berlangsung sampai sekarang.
Sampai sekarang tetap ada pihak- pihak yang berusaha untuk menghapus sejarah kegemilangan Kerajaan Aceh dan memadamkan kejayaan Islam di Aceh.
"Kami ingatkan, bahwa sejak dulu sampai sekarang Prang Sabi di Aceh belum pernah resmi berakhir. Hana tom Peudeung meubalek sarong, Hana tom Rincong meubalek mata. Lage nyan keuh prinsip Darah Tanoh Rincong. Rakyat Aceh bangkit pertahankan marwah bangsa," tegas Cut Putri Pemimpin Darud Donya.[*/Red]