-->

Wali Nanggroe Minta Pemerintah Aceh Harus Segera Tuntaskan Kasus Pencaplokan Wilayah Tenggulun Aceh Tamiang

05 Juli, 2021, 15.00 WIB Last Updated 2021-07-05T08:00:28Z

Kamaruddin Abu Bakar alias Abu Razak turut didampingi sejumlah petinggi KPA dan Partai Aceh Wilayah Tamiang usai meninjau kawasan Tenggulun yang telah dieksekusi PN Stabat, Minggu (04/07/2021).
 
LINTAS ATJEH | ACEH TAMIANG - Kasus pencaplokan lahan seluas 1.100 hektare milik petani di Dusun Adilmakmur II, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang melalui keputusan PN Stabat Nomor: 43/PDT.G/2020/PN STB pada 3 November 2020 lalu, masih terus bergulir dan belum terselesaikan sampai dengan saat ini.

Akibat kasus pencaplokan tersebut, tapal batas Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut) yang berada di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, dilaporkan bergeser ke Kabupaten Langkat, Sumut.

Gara-gara hal tersebut, Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al-Haytar sempat berang, dan pada Kamis (01/07/2021) kemarin telah mengirim utusannya, yakni Kamaruddin Abu Bakar yang akrab disapa Abu Razak untuk turun langsung ke Tenggulun, Aceh Tamiang.

"Saya berkunjung ke Tenggulun karena diutus oleh Wali Nanggroe untuk mengecek kasus tapal batas Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, yang bergeser ke Kabupaten Langkat, Sumut, sebagai dampak adanya keputusan eksekusi Pengadilan Negeri Stabat beberapa waktu yang lalu,” ungkap Abu Razak, Minggu (04/07/2021).

Abu Razak turut didampingi mantan Panglima GAM Wilayah Teuming Mustafa Kamal, mantan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Tamiang Agus Salim, yang kini sebagai Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Kabupaten Aceh Tamiang, Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang Fadlon, SH, dari Partai Aceh serta sejumlah petinggi KPA Wilayah Tamiang, pengurus Partai Aceh dan mantan Kombatan GAM Tamiang.

Menurut Abu Razak, setelah dia dan rombongan turun langsung ke lokasi di Kecamatan Tenggulun, memang benar laporan masyarakat yang menyatakan tapal batas Aceh sudah bergeser ke Langkat. Sudah banyak pejabat yang turun tetapi persoalan belum tuntas terkait tapal batas Aceh Tamiang-Kabupaten Langkat itu.

Lanjutnya lagi, keputusan PN Stabat yang melakukan eksekusi tapal batas Aceh Tamiang-Langkat sangat aneh. Karena sebelumnya sudah ada Permendagri Nomor 28 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat yang ditandatangani oleh Mendagri, Tito Karnavan, pada tanggal 19 Mei 2020.

Kemudian, Abu Razak menjelaskan, sedangkan Keputusan PN Stabat dikeluarkan pada 4 Maret 2021 yang memberikan lahan kepada seseorang seluas 1.100 hektare. Lahan tersebut, kata dia, milik wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dan bergeser masuk ke Kabupaten Langkat. PN Stabat yang mengesampingkan Permendagri Nomor 28 Tahun 2020 yang sudah jelas mengatur tapal batas .

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Bahkan, tegas Abu Razak, jika merujuk pada MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan GAM pada poin 1.1.3, Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.

"Sampai sekarang belum terealisasi, malahan kini digeser pula batas Aceh masuk ke Langkat. Tentu saja menimbulkan persoalan yang harus dituntaskan secepatnya oleh Pemerintahan Aceh dengan Pemerintahan Sumatera Utara," ungkap Abu Razak.

Karena itu, sepulang dari Aceh Tamiang, kata Abu Razak, dirinya akan melaporkan persoalan ini kepada Wali Nanggroe agar secepatnya berkoordinasi dengan Gubernur Aceh untuk menyelesaikan masalah tapal batas itu.

"Kami akan minta Gubernur Aceh agar segera menyelesaikan tapal batas wilayah Aceh, yaitu tapal batas Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Harus segera tuntas penyelesaiannya agar masyarakat Aceh tidak dirugikan akibat adanya pergeseran tapal batas di Tenggulun," ujar Abu Razak .

Sebelumnya dikabarkan, pada Selasa (6/4/2021) lalu, Tim Forkopimda Aceh Tamiang telah melakukan survey dan tracking di kawasan yang telah dieksekusi PN Stabat.

Asisten Pemerintahan Setdakab Aceh Tamiang Amiruddin ketika itu menjelaskan survey dan tracking ini untuk memastikan objek eksekusi PN Stabat masih berada di wilayah administratif sesuai Permendagri 28/2020.

"Dan setelah kita ambil tiga sampel titik koordinat, objek eksekusi masih berada di wilayah administratif Aceh Tamiang," kata Amiruddin.

Proses pengambilan sampel pada titik pertama dan kedua dilalui tanpa hambatan. Hasil koordinat yang dihasilkan memastikan kawasan itu berada di wilayah administratif Aceh Tamiang.[*/Red]

Komentar

Tampilkan

Terkini