Mantan aktivis '98 Bustami, S.Hut (51) saat berkomunikasi dengan masyarakat pesisir yang berlokasi
di Dusun Pertanian, Desa Keudee Birem, Suherman (53).
LINTAS ATJEH | LANGSA - Hutan mangrove (bakau) merupakan salah satu sumberdaya alam yang telah lama dikenal oleh masyarakat, dengan dimanfaatkannya sebagai kayu bakar, arang ataupun bahan bangunan.
Selain itu, hutan mangrove menjadi sumber yang sangat jelas untuk menjaga ekosistem perairan antara laut, pantai dan darat. Manfaat hutan mangrove juga akan membantu manusia dalam mendapatkan iklim dan cuaca yang paling nyaman untuk mencegah bencana alam.
Namun sangat disayangkan bahwa pentingnya ekosistem mangrove tersebut belum begitu banyak disadari oleh masyarakat umum. Permasalahan lingkungan hidup dewasa ini banyak dibicarakan orang karena telah tampak adanya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia.
Sehingga hal tersebut menimbulkan beberapa akibat yang dapat merusak ekosistem seperti
kepunahan spesies, berkurangnya sumberdaya ikan, pencemaran tanah, air dan udara serta berkurangnya persediaan air.
Demikian disampaikan oleh seorang mantan aktivis '98, Bustami, S.Hut, melalui WhatsApp kepada LintasAtjeh.com, Selasa (15/06/2021).
Menurut Bustami, aktivitas masyarakat di sekitar zona pantai semakin berkembang seperti keberadaan pelabuhan, pemukiman dan perkebunan, secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap ekosistem di sekitarnya, khususnya daerah pantai seperti hutan manggrove dan organisme perairan yang hidup di sekitarnya.
Disamping itu, terang Bustami, kegiatan penebangan liar mangrove untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar non migas dan sebagainya dapat mempengaruhi kelestarian sumberdaya perikanan yang menjadi salah satu mata pencaharian pokok bagi masyarakat.
"Kerusakan dapat menurunkan fungsi-fungsi mangrove, baik secara bioekologis berupa rusaknya ekosistem, maupun fungsi ekonomis berupa penurunan produksi," jelasnya lagi.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Bustami menambahkan, saat ini kerusakan hutan mangrove di dunia sudah mencapai hingga 50 persen, sebagian besar terjadi di Provinsi Aceh. Hal itu, menegaskan bahwa pengelolaan mangrove secara terpadu mutlak harus dilakukan untuk menjaga kelestarian manggrove di masa mendatang.
Namun demikian, ungkap Bustami, persoalan paling mendasar yang harus dibangun oleh pemerintah saat ini adalah bagaimana pesona ekologi dan ekonomi terasa benar dalam ranah kepemilikan masyarakat di sekitar hutan mangrove sehingga mereka tidak hanya merisaukan kebutuhan perut yang sangat potensial menggiring ke arah tindakan tidak terkontrol, bahkan cenderung destruktif, terhadap keberadaan hutan.
Tentunya yang pertama-tama menjadi fokus kebijakan pemerintah adalah merealisasikan kebijakan-kebijakan plus langkah-langkah konkret yang menjadikan hutan mangrove benar-benar untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
"Intinya, kita mengharapkan kebijakan pemerintah dalam merawat pesona ekologi dan pesona ekonomi hutan mangrove harus sesuai manfaat keberadaanya, betul-betul dapat dirasakan terutama para anggota masyarakat yang tinggal disekitar hutan manggrove, juga harus disertai dengan pendampingan (penyuluhan) serta dukungan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang peduli mangrove. Kita yakin bahwa upaya pelestarian manggore seperti itu tidak akan menjadi tindakan yang sia-sia," demikian ungkap Bustami mantan aktivis '98, lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Yayasan Teungku Chik Pante Kulu Banda Aceh tahun 1990 lalu tersebut.
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Nasruddin mengapresiasi dan memberikan dukungan atas pernyataan Bustami, S.Hut tentang upaya pengelolaan hutan manggrove harus diawali dengan cara membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan manggrove itu sendiri.
"Pelestarian hutan mangrove, haruslah diawali dengan menumbuhkan kesadaran masyarakat sekitar, dan pengajaran tentang pelestarian hutan mangrove adalah salah satu cara yang harus dilakukan dalam usaha membuat kawasan pesisir menjadi semakin baik," terang Nasruddin.
Nasruddin mengatakan, penyadaran masyarakat tentang manfaat dan fungsi tanaman mangrove harus terus ditingkatkan. Hal itu, sebagai bentuk edukasi dalam pengelolaan mangrove yang lebih efektif dan sekaligus menjadi bagian dari implementasi strategi mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim (climate change).
"Program rehabilitasi mangrove ini sejalan dengan visi pembangunan Presiden Jokowi, yang telah tertuang pada Perpres Nomor 120 Tahun 2020, dengan mengamanahkan bahwa pelaksanaan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 dilakukan dengan pendekatan padat karya, sehingga harus memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat," ungkap Nasruddin.[*/Red]