LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang menganggarkan 'Belanja Pegawai' pada Tahun Anggaran (TA) 2020 sebesar Rp. 506.011.247.459,00 dengan realisasi sebesar Rp. 487.958.015.842,00 atau 96,43 persen.
Anggaran dari realisasi tersebut diantaranya merupakan 'Belanja Tambahan Penghasilan PNS' yang dianggarkan sebesar Rp. 70.566.068.520,00 dan realisasi sebesar Rp. 65.690.989.787,00 atau 93,09 persen.
Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tamiang menerima tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja selama TA 2020. Tambahan penghasilan tersebut dianggarkan pada jenis 'Belanja Tidak Langsung' berupa 'Tambahan Penghasilan PNS' pada Sekretariat Daerah.
Tambahan penghasilan bupati dan wakil bupati dianggarkan berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor: 18 Tahun 2019 Tentang Standar Biaya Umum Tahun Anggaran 2020. Nilainya ditetapkan sebesar Rp. 55.000.000,00 per bulan untuk bupati dan sebesar Rp. 45.000.000,00 per bulan untuk wakil bupati.
Dengan demikian, terungkap bahwa Bupati - Wakil Bupati Aceh Tamiang H. Mursil, SH, M.Kn - HT. Insyafuddin, ST, merupakan salah satu dari sejumlah kepala daerah di Aceh yang mengeluarkan kebijakan pemborosan uang rakyat sebesar Rp 994,5 Juta (neto) dengan tujuan untuk meningkatkan penghasilan mereka.
Hal ini diketahui dari temuan-temuan audit realisasi belanja pegawai di masing-masing pemerintah daerah yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh Tahun Anggaran (TA) 2020.
Atas temuan BPK RI Perwakilan Aceh tersebut, Bupati Aceh Tamiang H. Mursil, SH, M.Kn, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (02/06/2021) menyampaikan, temuan itu akan dijawab dan saat ini sedang mempersiapkan jawaban dan dasar hukumnya, jadi harap tunggu biar tidak menjadi rancu, semuanya akan terbuka"Nanti kita diberi hak untuk menjawab dan kita sedang mempersiapkan jawaban dan dasar hukumnya, jadi harap tunggu biar tidak menjadi rancu, semua nya akan terbuka," ungkap Mursil.
Sebelumnya dikabarkan, sepanjang tahun 2020, sedikitnya terdapat tujuh kepala daerah di Aceh yang ketahuan mencubit anggaran APBK/APBA dengan tujuan untuk meningkatkan pundi-pundi penghasilan mereka, tanpa didasari hukum yang jelas.
Mereka yang ketahuan mencubit APBA/APBK untuk meningkatkan tambahan penghasilan, diantaranya Gubernur Aceh, Bupati-Wakil Bupati Pidie Jaya, Bupati Bener Meriah, Bupati-Wakil Bupati Aceh Tamiang, Wali Kota-Wakil Wali Kota Sabang, Wali Kota-Wakil Wali Kota Lhokseumawe, dan Wali Kota-Wakil Wali Kota Banda Aceh.
Untuk tingkat provinsi, kebijakan yang membebani keuangan daerah ini dinamakan insentif khusus untuk kepala daerah. Nilainya ditetapkan sebesar Rp. 100 Juta per bulan.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah, pada 2020, APBA jebol Rp. 990 Juta (setelah dipotong pajak dan zakat) untuk membayar insentif khusus gubernur.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Untuk Kabupaten Pidie Jaya, kebijakan itu dinamakan sebagai Tunjangan Khusus Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah. Pada 2020, APBK daerah itu terkuras senilai Rp. 570 Juta untuk membayar tambahan penghasilan Bupati-Wakil Bupati Pidie Jaya, Aiyub Abbas-Said Mulyadi
Kabupaten Bener Meriah juga menggelontorkan anggaran senilai Rp. 50,6 Juta untuk tambahan penghasilan Bupati Sarkawi.
Pendapatan Wali Kota-Wakil Wali Kota Sabang, Nazaruddin-Suradji Junus juga masing-masing Rp. 248,8 Juta dan Rp. 198,9 Juta, pada TA 2020, lewat skema insentif untuk pejabat negara.
Kota Lhokseumawe rugi senilai Rp. 330 Juta untuk membayar tambahan penghasilan Wali Kota-Wakil Wali Kota Lhokseumawe, Suadi Yahya-Yusuf Muhammad
Begitu juga dengan APBK Pemko Banda Aceh yang terkuras Rp. 1,59 Miliar untuk membayar penghasilan tambahan dengan nama Tambahan Penghasilan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah yakni Wali Kota dan Wakil Wali Kota Aminullah Usman-Zainal Arifin.
Pada TA 2020 lalu, mereka masing-masing meraup anggaran senilai Rp. 911,6 Juta dan Rp. 683,7 Juta (neto).
Kebijakan para kepala daerah tersebut dinilai tak sesuai atau menabrak peraturan perundang-undangan, terutama Peraturan Pemerintah : 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di mana pada Pasal 4 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberikan gaji, yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya.Lalu pada Pasal 4 Ayat (2) disebutkan bahwa besarnya gaji pokok Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya, pada Pasal 4 Ayat (3) yang menyatakan bahwa tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pejabat Negara, kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, kebijakan tersebut juga tak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah di mana pada Pasal 39 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun kepala daerah bukanlah pegawai negeri sipil.
Setelah diungkap dan menjadi temuan BPK, sejumlah kepala daerah mengaku akan mengkaji lagi besaran penghasilan tambahannya itu untuk ke depan. Sebagian lainnya menyatakan tidak mengalokasikan lagi tahun-tahun berikutnya.[*/Red]