-->

Opini Publik Terhadap Kasus KPK Vs Polri di Media Sosial

28 Juni, 2021, 17.16 WIB Last Updated 2021-06-28T10:16:00Z
AKHIR-AKHIR ini kita kembali melihat isu atau kasus korupsi yang sudah tidak aneh lagi kita dengar di kalangan para aktor politik Indonesia. Yang kali ini mengenai 2 institusi besar yaitu antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  dengan Polisi. Pro dan kontra antara KPK dan Polisi berawal dari kasus 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan, namun sebelumnya juga perselisihan 2 institusi ini sudah pernah terjadi pada tahun 2012 ketika itu adanya kasus korupsi di kalangan tubuh Polri mengenai simulator SIM.

Melihat adanya kasus ini maka tentu akan banyak kita dapatkan opini atau pendapat yang muncul dari publik di media sosial sehingga tatkala sering mengandung unsur-unsur pro dan kontra, yang  melibatkan lebih dari seseorang (misalnya kelompok, masyarakat, bahkan politisi dll). Nah, dalam hal ini opini publik bisa terbentuk karena ketidaksetujuan masyarakat terhadap polisi atau bahkan presiden yang menutup-nutupi kejahatan agar 75 pegawai KPK bisa berhenti, karena dianggap sangat berbahaya bagi rezim dikarenakan memiliki kinerja yang baik dalam memberantas korupsi. Bagi rezim penguasa, 75 orang ini merupakan orang  yang sangat berbahaya karena dianggap bisa mengganggu kekuasaan dengan anggapan dapat  membongkar dan menangkap para koruptor yang ada di kalangan pemerintah.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Awalnya dukungan tersebut hanya disampaikan perorangan tetapi karena seseorang yang lain melihat postingan di media sosial maka ia akan memberikan dukungan terhadap yang dia anggap benar. Di media sosial sering kita dapatkan opini yang tidak terlepas dari pro dan kontra. Hal ini biasa terjadi dalam pembentukan opini, bahkan meski kebanyakan opini yang  terbentuk adalah mendukung KPK tetapi masih ada juga opini yang bersifat netral, yang menginginkan permasalahan ini diselesaikan dengan baik dan tidak memberikan pendapat berlebihan terhadap polisi.

Kebebasan berpendapat melalui media sosial tentunya harus diikuti dengan pemberlakuan etika dalam berpendapat. Dimana sekarang banyak pengguna media sosial saat mengemukakan pendapat mereka melalui media sosial tidak mengedepankan etika dalam berpendapat. Sehingga banyak status dan komen yang tidak menghargai baik pribadi maupun instansi.

Penulis: Pandapotan (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Malikussaleh 
Angkatan 2018)

*Tulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. 
Komentar

Tampilkan

Terkini