LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Kebijakan sepihak pemblokiran rekening mendadak oleh Bank Syari'ah Indonesia (BSI) membuat masyarakat semakin resah dan susah.
"Seharusnya komisaris dan manajemen BSI mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, bukan sebatas sosialisasi mendadak via SMS center 2-3 hari sebelum migrasi sepihak itu dilakukan. Selain itu manajemen semestinya mempersiapkan sesuatu secara matang, sehingga tidak hanya bisanya membuat nasabah sulit dan susah bertransaksi," ungkap Mantan Kabid Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh kepada media, Sabtu (12/06/2021).
Menurut Delky, seharusnya BSI yang katanya menganut konsep syari'ah itu memberitahukan dulu kepada nasabah atau masyarakat bersedia atau tidak di mutasi beserta ketentuannya dengan skema misalkan bagi masyarakat yang tidak bersedia atau tidaknya migrasi. Jika tidak masyarakat bisa saja pindah ke Bank lainnya sebelum proses migrasi. Bahkan kenapa tidak proses migrasi dilakukan secara bertahap, misalkan nasabah diberi waktu satu bulan untuk memindahkan rekeningnya ke BSI atau menarik uangnya dipindahkan ke bank lain. "Inikan kebijakannya sepihak, tiba-tiba masuk sms 2-3 hari kerja sebelum itu, lalu ATM yang belum migrasi langsung tidak bisa digunakan atau kadaluarsa," jelasnya.
Belum lagi, kata Delky, masyarakat/nasabah kesulitan untuk migrasi. Walaupun penjelasan pihak BSI begitu mudah, padahal banyak yang mengalami kesulitan dan terpaksa ngantri panjang di kantor BSI. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak sempat atau jaraknya jauh dengan kantor BSI. Mirisnya lagi, error' ketika proses migrasi juga masih kerap terjadi sehingga mau tidak mau masyarakat harus ke kantor BSI terdekat untuk ngantri. Makanya, wajar saja masyarakat menilai bahwa BSI itu bukan Bank Syari'ah Indonesia tapi Bank Sulit Indonesia atau Bank Susah Indonesia. Karena kebijakan tanpa pertimbangan matangnya hanya mempersulit masyarakat saja.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
"Kita juga yakin BSI juga tak bakal menerapkan sepenuhnya sistem syari'ah nantinya, atau bahkan hanya dinilai bisa jadi kedok nya saja syari'ah, sementara pembagian hasil dari pinjaman dan sistem lainnya bisa jadi lebih kejam dari konvensional. Ini harus juga dilihat ke depannya," tambahnya.
Menurut Delky, bukti persiapan migrasi ini tidak matang, salah satunya tidak tersosialisasinya diawal biaya administrasi Rp. 50.000,- dari rek nasabah yang sempat di duga hilang.
"Efeknya lagi-lagi menimbulkan kegaduhan di publik. Baru lahir kebijakan atau disosialisasikan bahwa uang itu untuk administrasi buku seperti itu, padahal bisa jadi kalau tidak heboh di masyarakat itu lain lagi kebijakannya. Apalagi jika satu nasabah biaya administrasi migrasinya atau biaya bukunya mencapai 50 ribu rupiah, bayangkan saja berapa akumulasi keuntungan dari jutaan nasabah yang di dapat BSI di tengah kesulitan masyarakat. Apakah seperti itu sistem yang namanya syari'ah," ucap Ketua Yayasan Aceh Kreatif (AK).
Dia juga meminta Menteri BUMN untuk turun tangan mengawasi langsung kematangan setiap kebijakan BSI mengingat kebijakan sebelumnya sangat merugikan nasabah/masyarakat.
"Sebagai ketua MES, kami yakin menteri BUMN Erick Tohir paham betul bagaimana menghasilkan perbankan yang benar-benar syari'ah bukan hanya berkedok syariah, mulai dari pelayanan hingga pembagian hasil dan sebagainya. Tak hanya itu, kita juga meminta agar menteri Erick Thohir segera melakukan evaluasi terhadap komisaris dan manajemen BSI agar pengambil kebijakan yang ada di perbankan tersebut diisi oleh pihak-pihak yang tepat dan tidak hanya bisa melahirkan kebijakan barbar yang merugikan nasabah/rakyat," pungkasnya.[*/Red]