-->


Dukung Pembangunan Aceh yang Bermanfaat, Tangkap Mafia APBA

24 Juni, 2021, 20.29 WIB Last Updated 2021-06-24T13:29:33Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Persoalan pembangunan Aceh menjadi persoalan penting, apalagi hal tersebut dibutuhkan oleh masyarakat. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan praktek pelanggaran hukum berupa indikasi korupsi kerap terjadi di balik program dengan modus kepentingan rakyat Aceh tersebut.

"Sebagai mahasiswa dan pemuda yang merupakan mitra kritis pemerintah tentunya mendukung program-program pembangunan yang baik bagi masyarakat. Namun, hal yang tak kalah penting kita juga sangat menjunjung tinggi dan mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum pemberantasan korupsi di bumi Serambi Mekkah ini," ungkap Koordinator Kaukus Peduli Aceh kepada media, Kamis (24/06/2021).

Menurut Hasbar, setidaknya ada 4 hal yang dan sangat bermanfaat secara framenya baik untuk masyarakat Aceh. Namun ternyata terdapat indikasi mega korupsi yang justru malah merugikan masyarakat Aceh itu sendiri.

Hasbar merincikan, hal pertama yakni pengadaan Kapal Aceh Hebat. Secara umum, kegiatan yang bersumber dari APBA ini bermanfaat untuk mempermudah akses masyarakat kepulauan di Aceh. Tapi sangat disayangkan dibalik semua itu ternyata ada indikasi korupsi yang mesti dibongkar oleh KPK.

"Anggaran mencapai 178 M untuk pengadaan kapal Roro berlabel Aceh Hebat itu kini mulai menjadi perhatian lembaga anti rasuah, KPK. Pasalnya disinyalir adanya indikasi korupsi yang tentunya sangat merugikan rakyat Aceh," jelasnya.

Begitupun halnya dengan pembangunan 14 ruas jalan dengan sistem Multiyears Years Contract. Secara umum hal ini penting bagi masyarakat perdalaman Aceh dan kita mendukung, namun hal yang sangat memprihatinkan adanya indikasi Mega korupsi dalam pelaksanaannya yang melibatkan multipihak baik pemerintah bahkan dari kalangan pengusaha.

"Persoalan membebaskan masyarakat pedalaman Aceh keterisoliran itu satu hal penting untuk mengoptimalkan aksesibilitas, namun hal lainnya yang patut dikawal oleh masyarakat wabil khusus elemen mahasiswa dan pemuda yakni tingginya potensi terjadinya pelangaran hukum berupa korupsi dalam kegiatan tersebut. Sehingga kita meminta KPK untuk tidak sungkan-sungkan membongkar indikasi gurita Korupsi pengadaan 14 ruas jalan berkedok membuka isolasi ini," jelasnya.

Kemudian, lanjut Hasbar, hal yang juga sebenarnya sangat bagus yakni adanya skema pengalihan fungsi blok B yang telah diatur dalam MoU Helsinki, UUPA dan Perpres.

Alhasil, kata dia, Pemerintah Pusat telah menyetujui pembagian hasil sebagaimana Perpres yakni 30 % untuk Aceh, 70% untuk Pusat. Tentu hal yang awalnya sangat baik untuk Aceh jika pengelolaannya dikelola oleh PEMA sebagai salah satu BUMD milik Pemerintah Aceh.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Apalagi, lanjut dia, penghasilan dari blok B ditaksir mencapai 80 juta dolar AS pertahun, ini sunggu akan menghasilkan PAD yang besar bagi Aceh. Namun, lagi-lagi disini tercium adanya indikasi korupsi yang sarat terjadinya  suap menyuap sehingga kontraknya diserahkan kepada salah satu perusahaan nasional yang track recordnya juga tidak terlalu baik dan penawarannya juga belum tentu tertinggi hasilnya untuk Aceh. 

"Tentunya ini jadi tanda tanya bagi Aceh, jika benar ada praktek korupsi dalam skema pengalihan blok B tersebut, maka ini jelas-jelas pengkhianatan terhadap masyarakat Aceh oleh para pengambil kebijakan di Aceh sendiri yang dampaknya merugikan Aceh triliunan rupiah. KPK juga harus berani menindak dan mengusut persoalan ini hingga tuntas, apalagi jika rumor yang beredar terkait adanya indikasi pat gulipat uang puluhan milyar dari skema pengalihan blok B ini benar adanya. Maka jelas-jelas sangat memprihatinkan," ungkapnya. 

Tak sampai disitu, Hasbar juga meminta KPK melirik persoalan penggunaan dana BTT Covid-19 di Aceh mencapai 118 M dan dana refocusing penanganan Covid-19 di Aceh yang jumlahnya triliunan rupiah.

"Anggaran sebesar triliunan rupiah ini harus diusut tuntas karena secara maksud awalnya sangat baik, namun pelaksanaannya sangat rawan korupsi, bahkan tidak menutup kemungkinan pelaporan fiktif terjadi. Bahkan dibtingkat kabupaten saja, misalkan Aceh Selatan ditemukan oleh BPK adanya indikasi pelaporan fiktif bin bodong ratusan juta rupiah. Begitupun dengan kabupaten lain seperti pernah menguak di Aceh Besar. Ini semua adalah bukti bahwa penggunaan BTT dan Refokusing penanganan Covid-19 di Aceh sangat rawan indikasi korupsi, dan KPK tidak boleh tinggal diam terkait persoalan ini. Masyarakat kini sangat mengharapkan kehadiran KPK menjawab persoalan indikasi Mega korupsi di daerah berlabel syaria'at Islam seperti Aceh ini," bebernya.

Hal terakhir yang tak kalah menarik adala terkait adanya anggaran berkode "AP" sebesar 250 Milyar Rupiah yang dititipkan di Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh. "Anggaran siluman dalam jumlah ratusan milyar ini harus ditelusuri dan dibongkar oleh KPK. Hal ini telah menjadi rahasia umum di publik yang tidak dapat dipungkiri berpotensi mengangkangi aturan hukum dan sarat korupsi," paparnya.

KPA juga secara tegas dan terbuka menyatakan mendukung program yang baik untuk masyarakat. Namun hal yang juga tak kalah pen sangat mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Aceh yang kini tengah dilakukan KPK. 

"Kita berharap KPK menunjukkan integritasnya dengan membongkar dan mengusut tuntas sejumlah persoalan Mega korupsi di Aceh. Ayo KPK, rakyat mendukung KPK tangkap dan berantas full mafia APBA," pungkasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini