Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh akan melakukan audit kasus dugaan korupsi pembangunan jalan Marlempang, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang.
Saat ini kasus pembangunan jalan Marlempang sudah masuk tahap penyidikan di Kejari Aceh Tamiang. Namun hingga kini, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya yang dikonfimasi Wartawan via seluler, Senin (28/06/2021) mengungkapkan kalau Kejari Aceh Tamiang sudah meminta kepada BPKP Perwakilan Aceh untuk melakukan audit kerugian negara dari proyek pembangunan jalan Marlempang.
"Permintaan untuk audit kerugian negara sudah kami terima dari Kejari Aceh Tamiang pada tanggal 24 Juni 2021," kata Indra Khaira Jaya.
Indra mengaku setelah menerima surat permintaan dari Kejari Aceh Tamiang, pihaknya akan melakukan tindak lanjut dengan melakukan ekspose tim penyidik dalam rangka memastikan apa ada unsur tindak pidanan korupsinya yang diwujudkan dalam bentuk berita acara kesempatan lanjut untuk proses PKKN.
"Kami akan sudah koordinasi untuk ekspose penyamaan presepsi dengan penyidik Kejati Aceh Tamiang," ungkapnya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Setelah ekpose, kata Indra, pihaknya akan menugaskan tim auditor untuk melaksanakan audit perhitungan kerugian keuangan negara.
"Jika sinergi dan kolaborasi para pihak berjalan baik laporan hasil auditnya dapat segera kita hasilkan untuk mendukung proses hukum selanjutnya," ujar Indra.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Aceh Tamiang telah meningkatkan status kasus pemeriksaan proyek pembangunan jalan di Kampung Marlempang, Kecamatan Bendahara, ke tingkat penyidikan.
Kasipidsus Kejari Aceh Tamiang, Reza Rahim menjelaskan pengusutan awal kasus ini berdasarkan temuan BPK tentang kerugian negara yang mengakibatkan kelebihan bayar. Namun uang kelebihan bayar ini baru dikembalikan setelah jaksa memeriksa sejumlah pihak yang berkaitan dalam proyek ini.
Dia mengatakan dugaan pelanggaran hukum pada kasus ini juga berpotensi ditemukan pada mutu aspal. Dalam waktu dekat, tim penyidik akan menghadirkan ahli untuk melakukan uji aspal yang menganggarkan biaya Rp 6,6 miliar.
Menurutnya bila mutu aspal tidak sesuai, maka potensi tersangka bisa lebih luas dan mengarah ke pengawas hingga kuasa pengguna anggaran (KPA). "Kalau mutu jelek, berarti ada pemalsuan administrasi proyek. Pasti ada kerja sama antara pengawas, PPTK, KPA atau PA-nya," kata Reza Rahim.[*/Red]