-->

Darud Donya Aceh dan DMDI Kecam Israel, Aceh-Palestina Saudara Sepanjang Zaman

18 Mei, 2021, 12.26 WIB Last Updated 2021-05-18T05:26:51Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Pemimpin Darud Donya Aceh Cut Putri mengecam keras agresi Israel terhadap negara Palestina melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi LintasAtjeh.com, Selasa (18/05/2021).

"Kesewenang-wenangan Israel terhadap rakyat Palestina telah melampau diluar batas kemanusiaan. Penyerangan Israel terhadap kedaulatan negara Palestina adalah penjajahan. Hal ini harus segera dihentikan!," tegas Cut Putri.

Pemimpin Darud Donya Aceh Cut Putri yang juga merupakan Ahli Majlis Tertinggi DMDI mengatakan, bahwa Darud Donya Aceh dan DMDI mendukung penuh negara Palestina.

Organisasi internasional The Malay And Islamic World Organization/ Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) yang beranggotakan 23 negara dan berkantor pusat di Malaka, telah mengeluarkan kecaman keras terhadap Israel, dalam maklumat resmi tanggal 15 Mei 2021.

"DMDI meminta PBB dan OIC segera bersidang untuk menghentikan kejahatan Israel yang telah melanggar Hak Asasi Manusia. DMDI juga meminta PBB agar mengirimkan pasukan pengamanan ke Palestina untuk mencegah semakin meluasnya pembunuhan Rakyat Palestina," tegas Cut Putri.

Sebelumnya kepedulian DMDI juga telah dinyatakan secara resmi dalam Butir Resolusi Dunia, dalam Konvensi Internasional DMDI ke-18 Tahun 2017 yang dihadiri oleh Pemimpin Darud Donya Aceh dan pemimpin/perwakilan 23 negara-negara DMDI lainnya, yang menghasilkan Butir Resolusi Dunia antara lain: “DMDI akan memelihara data mengenai sejarah Islam di negara-negara anggota DMDI, dan DMDI akan terus mendukung segala usaha yang memartabatkan Islam serta membantu negara Islam seperti Palestina, Rohingya, Aceh serta negara-negara Islam lainnya”.

Pemimpin Darud Donya Aceh Cut Putri menjelaskan bahwa hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Palestina atau Kanaan telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. 

Sultan Johan Syah pendiri Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1205 M,  yang beribukota di Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam, memiliki guru militer yang tangguh. Guru militer tersebut adalah ulama terkenal asal Kanaan Palestina yang bernama Syeikh Abdullah Kanaan, dan memiliki kemampuan perang tingkat tinggi.

Syeikh Abdullah Kanaan adalah seorang ulama asal Kanaan Palestina, dan termasuk salah satu dari ulama yang mula-mula menyiarkan agama Islam di Aceh. Ia datang ke Aceh Besar bersama dengan Meurah Johan, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Johan Syah.

Syeikh Abdullah Kanaan juga merupakan ahli pertanian yang pertama kali membawa bibit lada ke Aceh, sehingga Kesultanan Aceh Darussalam mahsyur dengan pertanian lada. Namanya dalam masyarakat Aceh dikenal dengan Teungku Chik Lampeuneu'euen.

Dengan bantuan Syeikh Abdullah Kanaan dan para pengikutnya dari Palestina, maka Putroe Neng dan beberapa wilayah Aceh berhasil ditaklukkan dan serentak memeluk agama Islam. 

Meurah Johan bergelar Sultan Johan Syah kemudian mendirikan Kesultanan Islam Aceh Darussalam pada 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205 M di Gampong Pande, sementara keluarga istrinya berdiam di Eumpe Rom. 

Sultan Johan Syah dilantik langsung oleh Syeikh Abdullah Kanaan dari Palestina yang saat itu menjadi Mufti Kesultanan Aceh Darussalam.

Sejak berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam di Gampong Pande, maka agama Islam mulai tersebar luas, bermula dari Aceh hingga ke seluruh penjuru melayu nusantara sampai ke Asia Tenggara. 

Gampong Pande kemudian terkenal sebagai pendiri tonggak sejarah tegaknya dakwah Islam di Asia Tenggara.

Pada tahun 1539 Sultan Aceh Sultan Alaiddin Al Kahhar menjalin hubungan dengan kekhalifahan Turki Utsmaniyyah, kemudian dilanjutkan tahun 1546, 1562 dan 1565 untuk melawan Portugis di Malaka. Sultan Turki mengirimkan angkatan militer perang, antara lain dari Mesir dan Siprus, untuk datang membantu Kesultanan Islam Aceh Darussalam mengusir penjajah.

Salah satu pasukan yang dikirimkan Khalifah Turki Utsmaniyyah yang datang ke Aceh berasal dari Baital Maqdis, yang terkenal dengan nama Teungku Chik Di Bitai. 

Teungku Chik Di Bitai bersama pasukannya kemudian mendirikan Dayah Baital Madis juga membangun Mesjid Dayah Baital Muqaddis di Gampong Bitai Banda Aceh yang sampai kini dikenal sebagai Masjid Bitai. Sementara pasukan para ahli pembuat meriam dan peralatan perang berdiam di Gampong Pande. Tengku Chik Di Bitai digelar sebagai Syeikh Salahuddin Di Bitai.

Syeikh Salahuddin Di Bitai mendidik para pejuang Aceh Darussalam di Ma'had Askery (Akademi Militer) Baital Muqaddis di Gampong Bitai, untuk melawan kaum Feringgi atau Bangsa Frank, yang dulu menghancurkan Baitul Maqdis Palestina sebelum dikalahkan oleh Sultan Salahuddin Al Ayyubi.

Gelar Syeikh Salahuddin Di Bitai adalah untuk menunjukkan tekad Bangsa Aceh melawan Portugis yang mengancam Islam. Kesultanan Aceh juga kemudian menyerang Portugis di Malaka. 

Dari Dayah Bitai banyak lahir para tokoh dan Ulama besar di Aceh. Laksamana Malahayati laksamana wanita pertama di dunia merupakan alumni Ma'had Askery Baital Maqdis, demikian juga Sultan Iskandar Muda.  

Hampir semua tokoh penting Kesultanan Aceh Darussalam mendapatkan pelatihan militer dari Akademi Militer Baital Maqdis Turki Utsmani di Gampong Bitai. Hubungan Aceh terus terbina sampai sekarang dengan negara Turki dan negara Palestina masa kini.

"Aceh berhutang budi pada Palestina. Dulu para saudara Palestina dari kekhalifahan Turki Usmaniyyah, datang membantu Kesultanan Aceh Darussalam, untuk menegakkan kehormatan Islam di Aceh. Setinggi-tinggi terima kasih kepada Palestina yang telah membuat kami di Aceh kini dapat hidup dalam rahmat Islam. Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati," kata Cut Putri Pemimpin Darud Donya Aceh.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini