MARAH adalah suatu sifat yang timbul dari ego dan tidak dapat dikendalikan secara bijak. Kemarahan kalau tidak ditahan sebelum menjalar maka manusia lupa kebenaran, sulit menerima nasehat, bahkan kadang-kadang pengajaran yang diberikan itu akan menambah marahnya jua. Adapun salah satu faktor penyebab kemarahan yakni merasa berkuasa atas diri orang lain.
Seorang ibu memarahi anak karena merasa dirinya berkuasa atas anak tersebut, demikian pula seorang kakak yang memarahi adiknya, seorang pemimpin marah kepada bawahan, seorang tuan marah atas pembantunya dan lain-lain.
Kata Imam al-Ghazali “Kemarahan manusia bermacam-macam. Setengahnya lekas marah, lekas tenang dan lekas hilang. Setengahnya lambat akan marahnya, dan lekas habisnya. Yang ketiga inilah yang terpuji.”
Mukmin yang baik adalah yang dapat mengendalikan kemarahan. Tidak ada gunanya marah-marah terlebih jika kemarahan itu sama sekali tidak memberi manfaat untuk kebaikan diri maupun agama. Apabila dibiasakan maka kemarahan akan menjadi suatu kebiasaan yang menyatu dengan kepribadian kita dan pada akhirnya akan sulit diubah.
Rasulullah SAW bersabda,”Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW: 'Berilah aku wasiat.’ Nabi bersabda: ’Janganlah engkau marah’, beliau mengulanginya beberapa kali dan Nabi bersabda:’Janganlah engkau marah.” (HR.Bukhari)
Jiwa yang baik adalah jiwa yang hatinya memiliki kecenderungan ke arah kesucian ruh. Dalam pandangan Islam, setiap hati manusia itu memiliki dua kecenderungan, yakni, kecenderungan ke arah kesucian (ruh) dan kecenderungan ke arah kekotoran (tubuh). Jalan pembersihan disebut sebagai jalan pengobatan dan penyembuhan.
Mengobati penyakit marah hanya mampu dilakukan tatkala bersungguh-sungguh ingin keluar dari sifat buruk itu. Penyembuhan terhadap penyakit emosional (marah) bisa dilakukan dengan menghadirkan lawan dari penyakit tersebut. Adapun lawan kemarahan adalah sabar.
Dalam keadaan bagaimanapun seyogiyanya bagi kita untuk melawan amarah karena kemarahan itu akan menampakkan kerendahan akhlak, minimnya pengetahuan, dan lemahnya fungsi akal. Penyakit marah juga merupakan salah satu dari jenis penyakit kerohanian yang tidak sepantasnya berada dalam diri kita. Mau tidak mau suka ataupun tidak, kita harus melawan kemarahan itu dengan sabar dan selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Manusia sepintar apapun, secerdas apapun akalnya, jika ego masih berkuasa pada dirinya, ia tidak menjadi pintar justru ia menjadi bodoh. Manusia itu diciptakan dengan fitrah mencintai kebaikan, mencintai kebenaran, dan mencintai keindahan.
Kebahagiaan sejati akan datang jika manusia berupaya berbuat kebaikan, mencintai kebenaran dan senantiasa mencintai keindahan. Semakin keras kita mengupayakan ketiga hal tersebut maka semakin dekat dengan Allah SWT., sehinggas semakin besar pula kemampuan kita untuk berbahagia. Wallahu’alam.
Sumber bacaan:
Haidar Bagir, Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan, Jakarta Selatan :Noura Books,2013.
Muhammad Muhyidin, Tahajjud Sangat Menakjubkan, Jogjakarta:Safirah, 2013.
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern, DKI Jakarta :Republika, 1939.
Syaikh Imam Nawawi, Hadist Arba’in Nawawiyah (Terjemahan), Semarang : Pustaka Nuun, 2014.
Penulis: Lisa Ulfa (Alumni Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh)